Tampilkan postingan dengan label #inspirasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #inspirasi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 02 Juni 2019

Al Rahmaan, Al Rahiim


“الرَّحِيمِحْمَٰنِالرَّللَّهِ بِسْمِ”
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
(Q.S. Al-Fatihah:1)


Saya rasa setiap Muslim pada umumnya hafal Surat Al-Fatihah dan familiar dengan bacaan basmallah: bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Ayat yang selalu ada di setiap solat, juga disebutkan di setiap akan memulai aktivitas. Translasi ayat ini pun sangat mudah diingat, tapi menariknya ternyata translasi yang berlaku umum selama ini belum dapat menggambarkan makna sesungguhnya dari Rahmaan dan Rahiim. Kalimat basmallah ini bisa jadi sudah ribuan kali kita ucapkan dengan lisan, saatnya kita pahami makna ayat ini dengan hati. Seriously, I am amazed by this verse, and you should too. Rahmaan dan Rahiim bukanlah sebuah sinonim, itu adalah dua sifat yang punya makna berbeda (perbedaannya pun fundamental banget)    


Pengertian Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm dijelaskan pada video kajian Ustad Nouman Ali Khan (NAK) yang berjudul Ramadhan Gems 2019 Day 3. Pada kajian tersebut, Ustad menjelaskan tentang dua hal utama, yaitu pengertian dasar dari Rahmaan dan Rahiim, serta perbedaan diantara keduanya. Oke, saya bahas soal pengertian dasar dari Rahmaan dan Rahiim dulu yaa (tentu saja semuanya berdasarkan penjelasan dari Ustad NAK, hehe)

Dalam bahasa Inggris, kata Rahmaan sering ditranslasikan sebagai mercy, atau dalam bahasa Indonesia biasanya diartikan sebagai pemurah atau pengasih. Translasi ini sebenarnya kurang tepat karena sifat mercy berlaku saat seseorang yang akan diberikan maaf sedang berada dalam kesulitan. Maksudnya gini, misal nilai UAS Kalkulus gue di kampus dapat 40 (ehem true story), terus gue datengin dosennya minta keringanan (minta tugas atau remedial), maka posisi gue disitu disebut sedang meminta mercy (belas kasihan) dari dosen gue. Sementara kata Rahmaan pada Surat Al-Fatihah ayat 1 tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi seperti itu. Selain itu dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia, terjemahan Rahmaan dan Rahiim seperti memiliki makna yang susah dibedain (Pengasih sama Penyayang bedanya apa coba?), padahal dalam pengertian sebenarnya, Rahmaan dan Rahiim itu sangat jelas perbedannya.

Kata Rahmaan dan Rahiim berasal dari kata dasar yang sama yaitu rahmah. Kata rahmah ini berhubungan dengan kata rahim (uterus) ibu. Jadi dalam konteks ini sebenarnya, Allah memberikan nama-Nya untuk dijadikan sebutan bagi perut/uterus ibu (organ dimana janin akan berkembang sebelum lahir ke dunia). Sekarang muncul pertanyaan baru dong, “Mengapa Allah menggunakan kata rahim?”
Nah, coba kita perhatikan bagaimana hubungan antara seorang ibu dengan bayi di kandungannya. Seorang ibu akan setengah mati menjaga kandungannya, tanpa si bayi tahu apa yang ibunya lakukan. Ibu mengalami segala sakit dan ketidaknyamanan saat hamil, tapi ibu tidak mengeluh, dia bahkan menikmati dan mensyukuri kehadiran janin dalam rahimnya. Dan saatnya tiba, sang ibu harus berdarah-darah bahkan sangat dekat dengan kematian untuk dapat melahirkan bayinya ke dunia. Tidak seperti hubungan antara manusia yang lainnya, hubungan ibu dan bayi dalam kandungan adalah hubungan cinta tanpa syarat (unconditional love). Seorang ibu tidaklah memberikan mercy (belas kasihan) kepada bayinya, tapi dia memberikan cintanya, perhatian serta perlindungan kepada sang bayi tanpa si bayi tahu apa yang ibunya telah lakukan. Naaah..begitulah cara Allah mencintai hamba-Nya. Allah memberikan cinta, kasih sayang dan perlindungan kepada hamba-Nya tanpa kita memahami betara besar perlindungan, kasih sayang dan cinta yang Allah anugerahkan tersebut.



Selanjutnya Ustad NAK membahas perbedaan antara Rahmaan dan Rahiim, dan menurut saya penjelasan ini mindblowing. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam kata Rahmaan. Dalam Bahasa Arab, pada kata yang memiliki bunyi ‘aan’, maka berarti 3 hal:

1. Kata tersebut bersifat sangat ekstrem (saya iseng cek di google translate Indonesia-Arabic, saya input sangat lapar, dan keluar hasilnya jayie jiddaan). Dengan demikian Rahmaan bermakna bahwa kasih sayang dan cinta Allah itu jumlahnya sangat ekstrem, bukan kasih sayang dan cinta yang biasa-biasa saja atau dalam jumlah normal. Tapi ekstrem!

2. Kata tersebut juga bermakna bahwa sifat tersebut terjadi saat ini juga (it is happening immediately! right now!). Analoginya seperti ini: Misal si X cerita ke si Y kalau si Z itu anaknya sabar banget, tapi saat si X cerita, si X kan tidak benar-benar tahu apakah saat itu si Z dalam kondisi sabar atau tidak (bisa aja kan saat si X cerita ke si Y soal kesabaran si Z, si Z malah lagi marah-marah ke tukang ojek). Sementara, jika bunyi –aan ada dalam satu kata maka menyatakan bahwa kualitas itu sedang terjadi saat itu juga. Dengan demikian Rahmaan berarti bahwa kasih sayang dan cinta Allah yang ekstrem itu sedang menghujani kita saat ini juga.

3. Poin ketiga adalah bagian paling serem dan sangat layak jadi bahan renungan. Kata tersebut bersifat tidak permanen. Misal pada kata jiddaan (sangat lapar). Logikanya kondisi lapar bisa hilang karena sesuatu hal, misal makan sepotong roti. Dengan demikian akan ada sesuatu yang dapat menghilangkan keadaan tersebut. Begitu pula dengan Rahmaan, ada sesuatu yang dapat menyingkirkan kita dari kasih sayang yang dahsyat ini. Ada hal-hal yang jika kita lakukan akan dapat mendiskualifikasi kita dari kualitas ini. Hal ini sekaligus yang membedakan Rahmaan dengan Rahiim.

Para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat memahami hal ini. Rahmaan adalah untuk semua manusia di bumi, diberikan kepada semua orang termasuk orang-orang yang bangga dengan dosanya, orang-orang yang menghina Allah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Al-Quran. Sementara Rahiim yang berarti selalu mencintai dan menyayangi (bersifat permanen). Rahiim hanya untuk orang-orang yang beriman dan untuk akhirat.

Kembali lagi ke Surat Al Fatihah Ayat 1. Misal Allah katakan bismillahir-rahmaan, maka artinya cinta Allah adalah ekstrem dan saat ini, tapi bisa jadi tidak selamanya. Kalau Allah katakan bismilahir-rahim, maka berarti cinta Allah akan selamanya tapi tidak ada jaminan terjadi saat ini. Melalui Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm, Allah ingin kita mengerti bahwa cinta Allah adalah Rahmaan dan Rahiim. Allah memberikan cinta dan kasih sayangnya saat ini dengan mengatakan Ar Rahmaan dan menyayangi kita di masa depan dengan mengatakan Ar Rahiim. Sempurnaaa.

Ada beberapa pertanyaan menarik. Pertama, kenapa Allah tidak katakan Rahiim dulu baru Rahmaan? Karena tentu saja Allah memahami ciptaan-Nya. Saat manusia menghadapi masalah saat ini (misal sakit, lapar), kita tidak dapat berpikir tentang masa depan. Ketika kondisi kita saat ini dipastikan sudah terjaga, barulah diri kita akan mulai berpikir tentang masa depan.

Kedua, diantara banyak nama Allah, mengapa Rahmaan dan Rahim yang dilekatkan dengan Bismillah (dengan menyebut nama Allah)? Ada dua hal:

1. Allah memilih dua nama ini untuk kita sebut saat memulai segala sesuatu. Allah ingin kita sadar bahwa apapun yang kita lakukan dapat terjadi karena Allah mengizinkannya (kasih sayang Allah).

2. Ketika ketika kita mengatakan Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm dan usaha kita masih gagal, maka kita kita harus sadar bahwa kasih sayang dan cinta yang Allah berikan adalah berdasarkan sudut pandang-Nya, dan manusia bisa jadi tidak selalu dapat memahaminya. Contoh kisah Nabi Yusuf, bandingkan pengorbanan yang Nabi Yusuf alami dibandingkan dengan manfaat yang didapatkan oleh masyarakat luas karena dirinya (baca kisah Nabi Yusuf).


Kesimpulan terakhir, apapun yang terjadi pada hidup kita, jangan lupa sisi ini, bahwa Allah tidak pernah berhenti mencintai, tidak pernah berhenti menyayangi hamba-hamba-Nya.

Ini link youtube penjelasan Ustad Nouman Ali Khan. Silahkan ditonton untuk mengkonfirmasi apa yang saya tulis. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam memahami penjelasan beliau.  Very welcome to discuss.


Ada banyak banget penjelasan Al Quran yang mindblowing di Youtube Bayyinah Institute


Salam,

Venessa Allia

Sabtu, 12 Mei 2018

He Was In Town


He was in town. 
Here, in Jakarta.
Who?
USTAD NOUMAN ALI KHAAAAAN!!!

Ini screenshot dari akun Instagram Mario Irwinsyah, saya lihat beliau dari lantai 2, nggak sedekat ini, hehehe


Jujur se-jujur-jujurnya, rasanya ini kali pertama saya beneran excited datang kajian (Ya Allah maafin). Biasanya mah excited kalau mau nonton film atau konser, ini saya excited ke Masjid Istiqlal buat denger kuliah beliau (lumayanlah yaa, alhamdulillah ada kemajuan dikit). Dan rasanya ini kali pertama saya mengidolakan seorang ustad, sampai-sampai kemarin saya lihat beliau dari lantai 2 masjid yang segede gaban itu aja rasanya kena starstruck (hahaaa lebay). Tapi beneran deh, doa terbaik untuk beliau, semoga amal jariyah terus mengalir untuk beliau. Karena dengan izin Allah, saya yakin sekali ada banyak orang yang tergugah hatinya mengetahui keindahan Al-Quran. Bagi saya pribadi, setelah mendengar kuliah beliau, sekali lagi atas izin Allah, saya jadi sadar tentang hubungan saya dengan Al-Quran yang ternyata terlalu “seadanya”. Heff..istigfar banyak-banyak.

Kuliah Ustad Nouman yang selama ini saya dengar, selalu membahas soal Al Quran, begitupun kuliahnya kemarin, topiknya tentang “Reconnect With Al Quran”. Begini, sebelumnya saya mau menjelaskan dulu, apa yang akan saya tulis dibawah ini semata-mata karena 2 hal:
1. Saya merasa mendapat manfaat dari kuliah Ustad NAK kemarin
2. Kata Ustad “If you got benefit, you have to share it”.

Apa yang akan saya tulis adalah gabungan dari apa yang saya pahami dari kuliah beliau kemarin dan ditambah dengan refleksi yang saya dapat. Jadi mohon maaf sebelumnya, tidak sedikitpun bermaksud menggurui apalagi sok suci karena ampun deh ilmu agama saya juga masih cetek bangeeeet. Tapi saya pun yakin, setiap orang yang diberikan kemewahan ilmu maka dia punya kewajiban juga untuk berbagi, maka bismillah, tulisan ini adalah sarana saya membayar hutang tersebut. Selain itu, setiap orang yang menyaksikan kuliah beliau bisa mendapatkan insight yang berbeda-beda. Sederhana saja, itu semua terserah Allah yang punya ilmu, ilmu atau pemahaman mana yang mau Allah kasih ke hambanya J. Jadi bagi siapa saja yang juga datang ke kuliah beliau kemarin lalu membaca tulisan ini, sangat dipersilahkan untuk melengkapi atau memperbaiki informasi pada tulisan ini. Semoga jadi kebaikan untuk kita semua yaaa, Aammiin.   

Ketika kuliah sudah selesai, dosen sudah pergi tapi mahasiswa masih pengen nongkrong.
Anyway, saya pertama kali ke Istiqlal. Gede yaaa mesjidnyaa #anaknorak


Reconnect With Al-Quran. Yuk terhubung KEMBALI dengan Al-Quran

Saya ingin sekali menuliskan isi kajian Ustad Nouman Ali Khan (NAK) kemarin dengan runut sehingga semua yang ditakdirkan membaca tulisan ini juga dapat memahami kajian beliau dengan logika yang tepat. Tapi ternyata saya kesulitan menuliskannya :D. Jadi, saya merangkum dalam beberapa poin saja yaa. Ini adalah isi kajian Ustad Nouman yang paling bikin saya amazed:

1. Manusia membaca, mendengar, bahkan menghafal Al Quran, namun apakah hatinya sudah terhubungan dengan Quran? THIS IS A HUGEEE QUESTION. Makna reconnect with Al-Quran adalah mengembalikan koneksi hati dengan Quran, karena Al-Quran itu ya untuk hati manusia. Bingung gak? Pertama kali saya mendengarnya juga rasanya abstrak dan terbayang akan sulit. Dan benar saja, Ustad NAK bilang, menjaga koneksi hati dengan Quran itu bukan perkara mudah, melainkan menjadi masalah bagi semua manusia, dari mulai yang nggak bisa baca Quran sama sekali sampai seorang penghafal Quran sekalipun. Itulah mengapa manusia harus selalu berusaha untuk terhubung dengan Al-Quran. Usahanya harus terus menerus diulang supaya selalu ingat dengan Al-Quran dan terus terhubung. Sejujurnya, selama ini kayaknya saya nggak pernah memikirkan soal seberapa kuat koneksi saya dengan Al-Quran. Ya, saya ngaji, berusaha tilawah setiap hari walau masih suka bolong-bolong, berusaha baca terjemahannya juga walau masih suka sambil ngantuk, tapi selama ini nampaknya saya lupa bahwa seluruh aktifitas tersebut seharusnya dilakukan dengan kesadaran dan excitement, bukan sekedar menunaikan kewajiban karena yang saya baca itu adalah kalam Allah. 

Dalam pemahaman saya, kalau manusia sudah terkoneksi dengan Al-Quran maka manusia akan dapat menjalani kehidupannya dengan taat tanpa memilih dan memilah, atau lebih tepatnya lagi dengan ketakwaaan. Kenapa takwa harus saya jadikan target? Karena saya ingin masuk surga, untuk itu koneksi hati saya dengan Al-Quran harus terus menerus saya perjuangkan.

Kata Ustad NAK, semakin kita terkoneksi dengan Quran, maka kita akan semakin mudah mengambil keputusan yang baik (di mata Allah). Ini masuk akal banget sih, kalau udah terkoneksi dengan Al Quran, ya udah nggak ada lagi aturan lain yang berlaku di kehidupan selain Al Quran itu sendiri serta hadis. Bahkan Nabi Ibrahim aja pernah berdoa “Give me the strength to make good decision”. Masya Allah. Al-Quran juga cahaya bagi kehidupan manusia, dan manusia membutuhkan cahaya itu sepanjang hidupnya, bukan sekali dua kali doang. Hidup manusia akan gelap tanpa Quran.

2. Pernah nggak bener-bener mikirin Quran itu datangnya dari mana atau dari siapa? Saya sendiri juga suka nggak sadar kalau Al-Quran itu kalam Tuhan. Dan kalau lagi inget, rasanya merinding T_T. Al-Quran itu datang dari Allah Ar Rahman, dari Allah yang paling cinta sama kita.

Kalimat Ustad NAK ini beneran bikin saya merinding “Someone who loves you, who wrote to you.” 

Itulah sebabnya semakin kita terkoneksi dengan Quran, semakin juga Allah akan sayang sama kita. Terlebih lagi, Quran juga merupakan nasihat dan petunjuk yang datangnya dari Tuhan. Manusia biasanya nyari nasihat dari manusia lain yang dia percaya kan? Nah ini nasihat datangnya dari Allah yang paling tahu kita dan paling cinta sama kita, kurang apa lagi? Subhanallah. Petunjuk dari Quran juga datang dari Allah yang MAHA TAHU dan lagi-lagi PALING SAYANG SAMA MANUSIA, makanya udah seharusnya manusia itu nurut kalau dibilangin “do this, and don’t do that”. Satu lagi tentang Quran yang paling bikin adem untuk saya yang suka galau, Al-Quran juga selayaknya obat yang menyembuhkan (healing), melegakan semua perasaan negatif yang suka bikin sesak dada (perasaan sedih, marah, kekhawatiran, ketakutan, sebuuuut negative feeling lainnya). Koneksi hati dengan Al-Quran akan menyembuhkan.

3. Ketika kita punya koneksi dengan Al-Quran, kita akan sadar bahwa sesungguhnya Al-Quran itu bicara tentang kita.
“Quran is talking about YOU. It is not talking about Adam a.s, Isa a.s, or anyone else, BUT YOU. The Quran has story about YOU”. 

Subhanallah. Semakin kita terkoneksi dengan Quran, kita akan semakin sadar bahwa Quran itu tentang kitaaaa. Quran itu punya cerita buat kitaaaa. Bahkan ayat Alif-Lam-Mim yang selama ini kita nggak tau apa artinya aja punya makna untuk manusia, bahwa Allah-lah yang punya hak prerogatif untuk memutuskan apa yang bisa kita pahami dan apa yang tidak bisa. Ustad NAK mengucap sebuah doa yang bagi saya pribadi sangat penting biar nggak pusing sama dunia “God, teach me what I need to know, don’t make me obsessed with all that I dont need to know.” Yakinlah selalu bahwa Allah itu terhubung dengan kita

4. Quran dan doa adalah bentuk komunikasi dua arah. 
Quran = Allah speaks to you. 
Doa = You speak (connect) to Allah
Masya Allah. Menurut saya ini indah banget. Al-Quran pun isinya penuh dengan doa. Surat Al-Fatihah saja contohnya, surat yang minimal seorang Muslim baca 5x sehari juga isinya adalah doa. 

5. Nah poin yang ini, adalah pesan dari Ustad NAK bahwa jangan punya koneksi dengan Quran sendirian, tapi bagi-bagi karena bisa jadi koneksi orang lain dengan Quran itu terjadi karena kamu :). Beliau juga memberikan penekanan soal pelajarilah Al-Quran untuk diri sendiri karena pada intinya Al-Quran bicara tentang diri kita, dan ketika kita mendapatkan pengalaman baik karena koneksi yang kita rasakan, berbagilah dengan yang lain. Share something beautiful with people around you. Jadi bukannya malah menjadikan Quran sebagai sarana menyakiti orang lain (Ustad dengan sangat tegas bilang “Don’t hurt other people with Allah’s word”). Karena Allah aja Ar-Rahman. Mengutip kata-kata Ustad Nouman,

“Quran should bring mercy to people. Because of Quran you should be full of happiness, optimistic, overjoy, and positive. This Quran, is better than anything you collect in your life. Collect Quran in your heart.”

Bagian terakhir dari tulisan ini, saya ingin menyampaikan cara dari Ustad Nouman untuk meningkatkan level koneksi dengan Quran: dengar atau baca bagian tertentu dari Quran, dengarkan penjelasannya, ulang-ulang ayat tersebut setiap hari sehingga kita merasa terkoneksi dengan ayat tersebut (saya membayangkan analoginya seperti kalau kita lagi ngulang-ngulang nyanyiin bagian chorus dari sebuah lagu yang sering kita dengar, lama-lama lirik lagu itu jadi kepikiran terus). Yang penting setiap hari kita terkoneksi dengan ayat-ayat Quran, nggak perlu semuanya (saya nggak sanggup juga kayaknya, hehehe). Nah, setiap hari, coba tambah sedikit demi sedikit ayat yang kita baca dan tadaburi, Insya Allah koneksi kita dengan Quran akan semakin kuat.


Okeee itu saja yang bisa saya ceritakan. Kita doakan semoga in the near future Ustad Nouman Ali Khan bisa datang lagi ke Indonesia, atau kita dikasih jalan sama Allah untuk datang ke kajian Ustad NAK di belahan lain dunia ini. Sekali lagi apa yang saya tulis adalah apa yang saya pahami, tanpa bermaksud menggurui, hanya ingin berbagi dan semoga ada manfaatnya J

“Ushikum wa nafsiy bitaqwallah, aku menasehati kamu semua dan diriku sendiri untuk bertakwa kepada Allah.”

Stay positive yaaaa.


Salam,
Venessa Allia

P.S tulisan ini juga sebagai setoran #1minggu1cerita yang minggu ini punya topik soal “kembali”. Yuk kita kembalikan hati ke Quran :)
(bisa kan aku sambung-sambungin biar nyambung sama tema, mihihi)

Kamis, 04 Januari 2018

Buying Experience: Visit Ruci Art Space "Place of Belonging"


Januari 2018!
Tahun baru, pengalaman baru, jiwa yang baru (yang lebih sehat dan waras tentunya).
Di minggu pertama Januari ini, 1 minggu 1 cerita (1m1c) punya tema yaitu 'baru'. Syukurlah nggak perlu bingung harus nulis apa karena pengalaman saya hari ini sangat cocok dengan tema tersebut.

Hari ini saya membeli pengalaman baru. Untuk konteks pengalaman saya hari ini, saya lebih suka menggunakan istilah 'membeli pengalaman' (buying experience), dibandingkan 'mendapat pengalaman'. Ada perbedaan antara membeli pengalaman dan mendapat pengalaman. Pergi ke tempat baru, mencoba makanan baru, atau melakukan aktivitas baru, saya kategorikan sebagai 'membeli pengalaman'. Sementara ditabrak mobil, jatuh dari tangga atau digigit anjing, saya kategorikan sebagai 'mendapat pengalaman'. Yang saya masih bingung, kalau falling in love (agak geli nulis 'jatuh cinta') itu mendapat pengalaman atau membeli pengalaman ya? Soalnya, in my polontong opinion, falling in love adalah kombinasi antara kecelakaan, ketidaksengajaan dan keputusan, hahaha.

Aaaannyywaaay, cukup sekian mukadimah nggak pentingnya.
Langsung saja pada intinya. Pengalaman apa sih yang baru saya beli? Ini dia:

Melihat pameran lukisan "Place of Belonging" di Ruci Art Space, Kebayoran Baru. Judul paling tepat untuk foto ini adalah "Mencoba dan Berusaha Memahaminya"

Ini adalah pertama kali saya lihat pameran lukisan. Sebelumnya di Bandung, saya pernah datang ke Pasar Seni ITB, tapi disana lebih fokus ngeliat orang daripada ngeliat lukisan, karena ampun pengunjungnya penuh banget. Beberapa hari yang lalu, Lina, teman baik saya dari SMP, ngajak lihat pameran lukisan di Ruci Art Space karena dia penggemar lukisan Abenk Alter. Saat diajak, saya tidak tahu sama sekali siapa itu Abenk Alter, saya juga nggak tahu Ruci Art itu dimana, tapi emang dasar anaknya mure (maksudnya murah alias gampang diajak kemana-mana), jadi saya mau aja. Yaa di sisi lain, saya ingin juga sih nyoba jadi anak yang lebih nyeni gitu, dan saya juga suka mencoba pengalaman baru (kecuali naik tornado di Dufan, no way!), jadi ajakan Lina saya sambut dengan gembira.

Saya dan Lina janjian ketemuan di Pejaten Village, kemudian kita naik mobil ke Ruci. Siang ini lalu lintas Jakarta Selatan lagi asik, yaa setidaknya dari Pejaten ke Jalan Suryo nggak kena macet sama sekali. Nyampe sana langsung dapat parkir lagi, sebagai sopir saya happy . Ruci Art Space ini menurut saya tempat yang sangat nyaman. Lantai satu dipakai untuk coffee shop, dan lantai dua dipakai untuk galeri. Kapan-kapan saya kepengen nyoba ngopi disini, kayaknya bakal betah berjam-jam laptopan sambil nyeruput kopi fancy disini. Sesampainya di Ruci, saya dan Lina langsung naik ke lantai dua. Lina langsung seneng lihat lukisan-lukisan Abenk Alter, sementara saya, emmm saya masih berusaha menyukainya :))

Pameran lukisan ini berjudul Place of Belonging. Ada 3 seniman yang memamerkan karyanya: Abenk Alter, Glenda Sutardy dan Mark Schdroski. Singkat cerita, lukisan-lukisan ini adalah respon para pelukis dalam memaknai Place of Belonging, tidak hanya sebagai physical environment, tapi juga state of beings. Luar biasa yah pelukis tuh, mereka bisa menuangkan gagasan dalam bentuk gambar. Gagasan yang mau coba disampaikan juga tidak sederhana. Tapi, bagi saya permasalahannya adalah saya butuh lebih dari sepasang mata untuk membaca gagasan dalam lukisan mereka.

Karya Mark Schdroksi. Judul lukisan urut dari kiri ke kanan mulai dari baris paling atas: Chromatic Intestinal, Mothers Milk, Emission Chroma, Blue & Pink Crush, Moon from the Jetty, Operation, Pink Yellow Green, Sitar, Gene Edit, At the Edge, Anticipation, Moving Shadow/Pink Push. Medianya menggunakan cat minyak pada kanvas.

Pertama kali lihat lukisan di atas, komen saya: (1) suka deh warna-warni lukisannya, (2) lukisan ini akan membuat sebuah ruangan jadi makin keren, (3) kayaknya saya bisa deh bikin lukisan kayak gini doang (padahal lukisan ini sama sekali tidak 'doang'), (4) kenapa judulnya kayak begitu sih?
Dipandangi sekian lama, saya masih gagal paham korelasi antara judul dan lukisan. Terus saya inget, katanya kalau mau memahami makna sebuah lukisan, lihatnya harus dari jauh, jadi saya mundur beberapa langkah, akhirnya dari 12 lukisan, saya bisa paham 2 (lumayanlah, daripada nggak sama sekali).

Lukisan yang bawah judulnya Anticipation. Kalau dilihat, lukisan tersebut seperti menggambar bentuk telapak tangan yang terbuka, jadi semacam mengatakan tidak atau menolak. Mungkin nih, maksudnya Anticipation tuh disitu. Begitulah teori saya dan Lina
Ini dua lukisan yang paling saya suka. Lukisan bawah saya suka karena warnanya cakep banget (kalau di foto kelihatan biasa aja sih, tapi aslinya bagus deh), walau saya masih belum paham dengan judulnya (Blue & Pink Crush). Kalau lukisan yang atas saya suka karena saya yakin banget lukisan itu ngegambarin bentuk usus manusia sehingga lukisannya diberi judul Chromatic Intestinal. Keren yaaaaa.

Waktu awal ngelihat lukisan, kesan pertamanya adalah "ini gambar apa sih nggak jelas", tapi kalau udah berhasil paham malah jadi kagum sama pelukisnya, mereka jenius! Buat saya yang lebih banyak belajar sains, seni lukis adalah sebuah kemewahan yang sudah saya ikhlaskan karena keterampilan melukis bukan menjadi rezeki saya :). 

Ini karya Abenk Alter, sayangnya saya nggak nulis judulnya apa. Media yang digunakan yaitu akrilik, spray print dan crayon pada kanvas.  Kata Lina sih lukisan ini menggambarkan anak dan istrinya Abenk Alter. 

Yang ini karya Gleda Sutardy, judulnya Parallels in time. Menurut keterangan, Gleda Sutardy ini suka bereksplorasi dengan pigmen alami. Pada lukisan ini dia menggunakan mercuric sulphide and synthetic polymer on wooden panels.


Secara keseluruhan, saya suka lukisan-lukisan disini, walaupun nggak semuanya saya pahami, tapi menurut saya masih bisa dinikmati karena warna-warnanya yang eye catching. Terlebih lagi saya excited karena ini merupakan pengalaman baru. Kapan-kapan mau ah lihat-lihat pameran lukisan lagi. Ohiya, jangan lupa kalau lihat pameran lukisan, dinikmati dengan mata saja ya, karena  lukisan-lukisan ini hanya untuk dilihat dan tidak boleh disentuh (jangan berdiri melewati garis batas yang sudah ditentukan di depan lukisan). Jangan lupa juga untuk mencoba melihat lukisan dari jauh supaya bisa paham maknanya. Mungkin sama juga kayak kalau mau memaknai hidup, harus dilihat dari jauh atau dari pandangan yang lebih luas, supaya lebih paham hikmahnya. Ahey!

Place of Belonging @ Ruci Art Space, Jalan Suryo no 49 Kebayoran Baru. On going until 28 January 2017, eh 2018, Daily 11 am - 7 pm. FREE.


Cukup dulu untuk malam ini. Saatnya bobo.
Stay positive yaaaa!

Salam,
Venessa Allia

Kamis, 03 Agustus 2017

Dear Zindhagi. Dear Life.

Genius is not someone who has all the answer, but someone who has patience for all the answers.


Kalimat diatas adalah potongan kalimat dari film India yang baru saya tonton kemarin. Judulnya Dear Zindhagi. Aaand I love this movie!!! Soalnya banyak dialog baguuuus, banyak memberikan pemahaman baik. Zindhagi sendiri dalam Bahasa India artinya kehidupan, dan sesuai judulnya film ini banyak memberikan pemahaman tentang berbagai hal yang terjadi dalam hidup seseorang. Tentunya dalam format film yang tidak membosankan, pengambilan gambar yang bagus, aktor dan aktris yang sangat baik (Sakh Rukh Khan, no wonder), lagu-lagu yang enakeun dan kawin banget sama cerita filmnya. Serta yang tidak kalah penting adalah film ini termasuk film India yang nggak banyak jogednya. Hihi.

Film yang ditayangkan tahun 2016 ini memiliki cerita yang cukup sederhana, dan menurut saya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Maksud saya, siapapun termasuk diri saya sendiri dan orang-orang terdekat bisa saja mengalami hal yang serupa atau hampir sama.  Seorang wanita bernama Kaira (diperankan oleh Alia Bhatt), berprofesi sebagai sinematografer, suatu hari mengalami suatu kenyataan yang membuat dirinya sangat kecewa dan depresi hingga sulit tidur, lalu datanglah dia ke seorang terapis (psikolog), dan seiring berjalannya waktu mengalirlah banyak cerita-cerita yang memberikan pemahaman-pemahaman baru bagi Kaira (dan tentu saja bagi saya yang menonton filmnya). Banyak pesan yang disampaikan tanpa menggurui, tapi mengajak untuk merasakan dan memahami. Sederhana, tapi bernilai.

Kenapa saya nonton film ini?
Sejujurnya saya menonton film ini sebagai salah satu exercise dari sebuah program sekolah pra nikah online yang sedang saya ikuti. Sebelumnya saya sama sekali tidak tahu tentang film Dear Zindhagi ini, hingga minggu kemarin menonton film ini menjadi salah satu PR yang diberikan kepada kita sebagai peserta. Dan setelah menonton film ini, saya paham mengapa menonton film ini dijadikan PR dalam sebuah program sekolah pra nikah. Karena film ini juga mengajarkan banyak hal yang penting untuk seseorang pahami sebagai bekal membangun hubungan dengan pasangan dan bekal menjadi orang tua suatu hari nanti. Karena, bocoran sedikit, karakter dan sudut pandang yang dimiliki oleh Kaira saat dia dewasa banyak diakibatkan oleh pola asuh dan pengalaman yang dia dapat dari orang tuanya ketika dia kecil. 

Selesai nonton film ini, saya langsung menghubungkan banyak hal yang diceritakan di film ini ke kehidupan saya sendiri. Semakin dewasa (ciee yang udah dewasa), saya pun semakin sadar bahwa apa adanya saya sekarang, sedikit banyak dipengaruhi apa yang diajarkan orang tua saya sewaktu saya kecil. Saat ini saya merasa menjadi pribadi yang cukup mandiri, karena kalau diinget-inget lagi, kemandirian merupakan nilai penting yang orang tua saya ajarkan sedari saya kecil. Inget banget waktu kecil udah disuruh ke dokter gigi sendiri, padahal waktu itu umurnya baru sekitar 7 tahun. Papa juga sering bilang kalau papa sama mama nggak akan hidup selama-lamanya jadi harus bisa mandiri. Alhamdulillah, saya pun merasa menjadi orang yang suka belajar karena didikan orang tua yang membuat saya percaya bahwa segala sesuatu itu ada ilmunya dan bisa dipelajari. Kalau kata bokap mah, sesimple ngegulung kabel itu ada ilmunya, harus dipelajari, nggak bisa instan atau langsung bisa. Ikut sekolah pra nikah juga motifnya karena ingin belajar dan mempersiapkan diri. Anyway, sepengamatan saya, beberapa orang masih melihat sekolah pranikah (SPN) sebagai sesuatu yang tabu. Kayak, emm perlu ya ikut SPN?  Bahkan diri saya sendiri sejujurnya pernah punya prasangka negatif (astagfirullahaladzim) bahwa menjamurnya sekolah pra nikah yang ada saat ini adalah bagian dari bisnis pernikahan yang sekarang makin ramai. Astagfirullah, kadang-kadang pikiran manusia emang bisa jahat banget ya, jadi merasa bersalah sempet mikir kayak gitu L. Yang bisa saya bilang adalah menurut saya tidak ada kewajiban sih ikut SPN, ikut atau tidak ikut adalah pilihan yang mengandung konsekuensi. Saya percaya untuk bisa membangun rumah tangga yang orientasinya bahagia dunia akhirat dan menjadi berkah bagi umat (berat yaaa cuuuy) itu perlu ilmu dan pemahaman baik. Maka daripada itu saya memilih untuk belajar melalui SPN ini, meski saya sadar tidak ada jaminan atau data valid yang menunjukan bahwa yang udah ikut SPN, rumah tangganya bakal lebih sakinah dibandingkan yang belum ikutan. It's not that simple :)
Beberapa minggu lalu juga sempet ngobrol sama my circle of friends tentang investasi menjelang pernikahan. Waktu itu ceritanya temen saya cerita biaya pre-marital check up yang mahaaal. At the end, kita (atau saya sih lebih tepatnya) berkesimpulan bahwa ngeluarin duit buat pre-marital check up lebih berguna daripada ngeluarin duit untuk gimmick pernikahan lainnya, hahaha. Berinvestasi untuk mempelajari ilmu pernikahan yang berkah dunia akhirat juga salah satu hal yang menurut saya sangat layak J (sebelum teman-teman berasumsi macam-macam, saya kasih tau aja kalau saya sendiri belum tau bakal nikah sama siapa :p)

Aaaanywaaay. Ini topiknya jadi melebar banget yaa, hahaha. Jadi tadi lagi bahas apa? Ohiya Dear Zindhagi. Ada satu hal lagi pelajaran penting yang saya dapat dari film ini. Mudah-mudahan nggak jadi spoiler. Film ini menambah lagi keyakinan saya bahwa “well, sebagaimana diri sendiri yang jauh dari kesempurnaan, maka saya pun tidak bisa menuntut orang lain untuk selalu bersikap benar tanpa salah.”. Tanpa bermaksud merusak semangat self improvement, tapi saya sadar bahwa diri saya tidak sempurna, sehingga tidak adil kalau saya menuntut kesempurnaan dari orang lain.  Belakangan saya jadi sering mikir, kalau lagi misal (astagfirullah) kesel sama nyokap, saya langsung bilang sama diri sendiri “come on Allia, kamu juga belum bisa menjadi anak berbakti yang sempurna membahagiakan orang tua, jadi kenapa harus kesel. Kamu bisa salah. Mama bisa salah. Semua manusia bisa salah”. Menerima ketidaksempurnaan (dengan tetap berusaha menjadi the best version of yourself) kayaknya cara hidup yang efektif bikin bahagia deh. Kalau kata ustad Nouman Ali Khan “So, what if this life is not perfect? It’s not Jannah”. Pertama kali baca statement beliau ini rasanya pengen teriak “myeeee mauuu ke surgaaa”

So, Dear Zindhagi masuk deh ke top 3 film India favorit saya. Peringkat pertama masih 3 Idiots (judulnya boleh ‘idiots’, filmnya sih menurut saya jenius), terus peringkat kedua Kuch Kuch Hota Hai (bahkan film ini kadang masih saya tonton kalau ada di tv), peringkat ketiga boleh deh Dear Zindhagi, menggeser Kabhi Khusie Kabhie Gham :D.

Ada benang merah antara hobi saya baca buku Tere Liye, ikutan SIAware dan suka film Dear Zindhagi. Yaps, pada intinya saya selalu suka segala media yang bisa memberikan pamahaman baik. Dear Zindhagi, terimakasih sudah membuat saya sedikit lebih mengerti J.



Terimakasih juga untuk kalian yang sudah membaca. Correct me if I’m wrong yaa J. Soalnya saya sering sok tahu juga, dan ilmu agama saya yang masih cetek, jadi open discussion untuk semua opini ini J

Salam,
Venessa Allia 

Rabu, 27 Januari 2016

Kerja Atau S2


Nes, enakan kerja atau kuliah (S2) ?

Ini pertanyaan yang sering ditanyakan ke gw semenjak gw memutuskan resign dan kuliah lagi. Kayaknya udah lebih dari 10 orang yang nanya ini ke gw, baik ketika ketemu langsung ataupun saat ngobrol di Whatsapp.
Nah melalui blog ini, gw mau kasih official confirmation (halah sok iye) untuk menjawab pertanyaan ini, serta alasan dibalik jawaban gw tersebut. Jadi, jika kamu bertanya "Nes, enakan kerja atau S2?", bagi gw jawabannya adalah:

SAMA AJA. Yang satu tidak lebih enak (atau lebih tidak enak) dari yang lain. Karena keduanya punya sisi positif dan negatif sendiri-sendiri.

3,5 tahun kerja dan sejauh ini sudah lebih dari 1 semester gw kuliah S2, gw bisa bilang begini:

1. Kuliah adalah tanggung jawab gw kepada diri gw sendiri, sementara pekerjaan adalah tanggung jawab gw kepada banyak orang. Tanggung jawab dalam pekerjaan lebih berat.

Analogi paling gampang adalah ketika mengalami kegagalan. Misal, seorang mahasiswa S2 mendapat nilai E untuk matakuliah Dasar-Dasar Teknik Lingkungan, maka siapa yang rugi? Ya mahasiswa itu sendiri. Dosen, temen sekelas, petugas TU tidak dirugikan sedikitpun. Mahasiswa tersebut bertanggung jawab kepada dirinya sendiri atas kegagalannya dalam mata kuliah tersebut. Itulah perkuliahan. Beda dengan bekerja. Misal seorang karyawan gagal dalam menyelesaikan suatu projek tepat pada waktunya. Kerugian atas kegagalan tersebut bukan hanya dirasakan oleh si karyawan, tapi juga oleh rekan kerjanya, bawahan atau atasannya, serta supplier dan customer dari projek terebut. Karena cakupan tanggung jawab dalam pekerjaan itu lebih luas maka menurut gw tanggung jawab dalam pekerjaan lebih berat dibandingkan tanggung jawab perkuliahan.


2. Kuliah adalah kesuksesan pribadi, bekerja adalah kesuksesan bersama.

Nah contoh untuk poin ini adalah kebalikan dari contoh poin no 1. Misal seorang mahasiswa S2 mendapat nilai A untuk matakuliah Dasar-Dasar Teknik Lingkungan, maka siapa yang senang? Ya mahasiswa itu sendiri. Orang tua dan pacar (jika punya) mahasiswa tersebut mungkin akan senang juga, tapi hanya sebagai bentuk perhatian. Dosen, temen sekelas, petugas TU kayaknya nggak akan peduli sama nilai A mahasiswa tersebut. Karena lagi-lagi kuliah adalah tentang saya dan diri saya. Kegagalan dan kesuksesan adalah resiko dari apa yang saya lakukan selama proses belajar. Resiko yang saya tanggung sendiri. Beda dengan kesuksesan dalam pekerjaan yang sifatnya sejauh yang saya tahu adalah kesuksesan kelompok, karena nggak ada pekerjaan atau projek yang sukses diselesaikan karena pekerjaan satu orang (one man show), pasti ada andil banyak orang (atasan, bawahan, rekan kerja, customer atau supplier) yang turut merasakan manfaat dari kesuksesan suatu pekerjaan. Bekerja adalah tentang saya dan banyak orang. Kegagalan dan kesuksesan suatu pekerjaan adalah resiko yang akan pula dirasakan banyak orang.


3.
Hampir selalu ada kesempatan kedua dalam dunia akademik, sementara di dunia kerja kesempatan kedua tidak selalu ada.

Setegas-tegasnya dosen yang gw temui sepanjang pengalaman gw kuliah S2, mereka masih berbaik hati memberikan kesempatan memperbaiki kesalahan. Hal ini sesederhana cara mereka memberikan bobot penilaian. Misal kalau nilai UTS lo jelek, lo masih punya UAS untuk mengkatrol nilai supaya bisa bagus. Bahkan dapat nilai E pun artinya lo masih bisa ngulang kuliah tersebut di semester atau tahun berikutnya (walaupun amit-amit, gw sih paling nggak mau ngulang kuliah). Yah, sejauh ini gw melihat kampus selalu menyediakan kesempatan kedua, yang mana di kehidupan di luar sana, hal itu tidak selalu ada. Termasuk di dunia pekerjaan J

4.
Kalau berdasarkan peraturan tertulis, kerja dilakukan dalam periode waktu 8 jam, lebih dari itu maka diberikan kompensasi uang lembur atau benefit lainnya. Kuliah? Waktu efektif perkuliahan di kelas sih rata-rata emang cuma 3-4 jam, tapi waktu untuk memahami perkuliahan, ngerjain tugas, belajar buat ujian, kalau ditotal bisa jadi 13 jam sehari (asumsi 4 jam kuliah, 5 jam tidur, dan 2 jam waktu lain-lain). Seorang karyawan pulang dari kantor jam 5 habis itu sampai di rumah bisa selonjoran di sofa. Seorang mahasiswa S2 pulang kuliah jam 5 habis itu sampai di rumah buka laptop bikin tugas atau belajar buat besok kuis.

5.
Dari uraian diatas, rasanya kok lebih enak kuliah lagi ya daripada kerja. Nah poin ini mungkin bisa menyeimbangkan kondisi yang ada. Besarnya tanggung jawab dalam dunia pekerjaan sebenarnya sudah dihitung dalam kompensasi bernama GAJI. Yesss, kerja itu dibayar, sementara kuliah musti bayar (terlepas dari biaya sendiri atau beasiswa, tetep aja judulnya bayar). Gaji memberikan kebebasan finansial untuk melakukan banyak hal: liburan, nyicil rumah, beli mobil, membiayai kehidupan sehari-hari serta gaji juga memberikan seseorang kesempatan untuk lebih banyak membantu orang lain dengan sedekah :) . Gaji (uang) membuat seseorang lebih berdaya. Nah kemerdekaan finansial ini menurut gw bukan sesuatu yang menjadi kelebihan mahasiswa S2.

Berdasarkan 5 poin analisa dangkal diatas, hehe, gw kembali menyimpulkan kalau kuliah S2 dan kerja itu sesungguhnya sama-sama enak dan sama-sama tidak enak. Karena keduanya memiliki proporsi baik dan buruk yang menurut gw seimbang. Pada akhirnya yang membedakan keduanya adalah bagaimana seseorang menjalaninya. Kalau keduanya dilakukan dengan ikhlas, keseriusan dan hati gembira, mau kuliah S2 atau kerja, keduanya sama-sama enak kok :)

Nah, spesial untuk seseorang yang sudah cukup lama bekerja kemudian galau pengen S2 atau nggak. Saran gw, jangan pernah memutuskan mau S2 kalau:
1.       Belum pengen-pengen banget (jadi niatnya belum bulet 100%), atau:
2.       Belum jelas tujuan S2nya mau ngapain.

Kalau salah satu dari dua poin diatas sudah terpenuhi, maka silahkan kuliah lagi. Kenapa menurut gw kedua poin tersebut penting? Karena S2 bukan coba-coba, kuliah S2 bukan tren, bukan pula sekedar ngikutin temen atau suruhan orang tua. Sampai detik ini gw masih merasa bahwa tidak semua sarjana harus ambil kuliah master, sehingga jika ada seorang sarjana yang mau ambil master, harus bener-bener jelas alasannya kenapa. Apalagi untuk orang-orang yang sudah lama berada dalam dinamika dunia pekerjaan, harus merubah aktivitas untuk kembali menjadi mahasiswa bukan hal gampang lho. Kalau nggak bener-bener pengen rasanya males banget harus kuliah jam 7 pagi, dengerin dosen ngoceh dikelas, ngerjain banyak tugas, belom lagi beban UTS dan UAS yang sering bikin pusing kepala, belom lagi harus ngerjain tesis. Bekerja (asal halal) dan kuliah S2 pada dasarnya sama-sama baik. Ditambah niatan baik dan proses yang baik, keduanya In syaa Allah berkah :)

Oke, cukup dulu. Kalau gw kepikiran hal yang lain lagi, mungkin tulisan ini akan gw update, atau dibuat part 2.

Terimakasih sudah membaca.
Stay positive yaa.

Salam,
Venessa Allia

Selasa, 03 November 2015

Rule Base

Hari ini gw mendengar satu cerita yang bikin gw kagum sendiri.
Gw tidak bisa mendetilkan ceritanya seperti apa, karena subjek cerita ini bukan hanya gw, tapi juga beberapa orang lainnya. Rasanya tidak etis menceritakan pengalaman pribadi orang lain dalam blog sendiri.
Gw tidak bisa membagi kisahnya, yang ingin gw bagi adalah pelajaran dari kisah ini.
Hari ini gw dibuat kagum dengan satu lagi skenario Tuhan Yang Maha Kuasa.
Lika-liku, belokan dan pertanyaan pada akhirnya berujung pada sebuah jawaban.
Seketika ketika cerita itu sampai ke telinga gw, hati gw berbisik “Ya Rabb, ternyata inilah tujuan-Mu”
Ketika dulu gw (dan mungkin orang lain selain gw) bertanya “apa arti ini semua”, nampaknya kini sudah ada jawabannya, dan jawabannya adalah sesuatu yang baik. Ternyata “everything happens for a good reason” bukan sekedar kalimat jargon J

Ini abstrak banget kalau dilanjutin. Tapi gw ingin mengaitkan pelajaran hidup ini dengan pelajaran yg gw dapat di kelas. Gw keingetan salah satu materi di mata kuliah Konservasi Sistem Lingkungan yaitu tentang  Rule Base System. Apa itu Rule Base?

Rule Base adalah suatu aturan yang dapat menjelaskan secara LOGIKA akan hubungan antar komponen sesuai dengan tipe relasinya. Tipe relasi ada beberapa macam, bisa berupa SEBAB-AKIBAT, bisa sebuah PROSES, bisa juga berupa KRONOLOGI.

Nah, seperti itu pula kejadian-kejadian yang terjadi di kehidupan manusia yang di desain oleh Tuhan. Ada Rule Base-nya. Ada aturan yang menjelaskan hubungan antara komponen (manusia) itu seperti apa. Hanya saja konteksnya disini jauh lebih mendalam, karena ternyata  nggak cukup LOGIKA MANUSIA untuk menjelaskan. Tidak seperti prinsip Rule Base di dunia pemodelan yang amat logis dan (sebenarnya) sederhana. Dunia sebenarnya terlalu kompleks untuk menjelaskan sesuatu hanya dengan LOGIKA. Butuh hal lain, yaitu kepercayaan. Abstrak? Memang! Tapi pada kenyataanya hanya logika saja tidak mampu memberikan penjelasan atas banyak kejadian terkait hubungan manusia. Lalu apakah kepercayaan mampu menjelaskan? Kalau gw sih memilih untuk percaya bahwa kepercayaan akan memberikan manusia kekuatan untuk sabar hingga menemukan bahwa ada makna kebaikan di balik setiap kejadian. Masalahnya hanya kadang butuh waktu hingga hal itu terjawab J. Mungkin quote “segala sesuatu terjadi untuk alasan yang baik” perlu ditambahkan kalimat syarat di belakangnya yaitu “jika kamu mau percaya” J  

Yaah..sayangnya gw tidak mungkin memakai alasan “kepercayaan”  kalau dosen gw nanya “Jadi menurut kamu dalam konservasi DAS Hulu Citarum, apa hubungan interaksi yang terjadi antara air sungai dan sedimen”.  Yaa bisa aja sih gw jawab kayak gitu, cuma mungkin akan berakhir dengan dosen gw mengeluarkan pernyataan “Kamu kayaknya tidak cocok dengan kuliah saya”, hahaha.

Baiklah. Gw akan menutup tulisan ini dengan quote dari seorang teman yang lebih memilih untuk disebut Anonim, “Life is full of surprises at every turn” . Stay positive yaa.


Salam,

Venessa Allia 

Minggu, 28 Juni 2015

3 Jam Bersama Grafolog

Hai!

Siang ini gw mau sharing tentang pengalaman minggu kemarin ikut kelas Leadership Insight (Light) di kantor. Dari pertama dapat invitation-nya rasanya udah excited banget karena dari dulu sangat tertarik dengan topik ini. Pembicaranya pun gw ketahui termasuk yang ahli dalam bidang ini, dan gw udah beberapa kali dengerin dia siaran di radio Jak FM membahas tentang hal ini.
Topik yang gw maksud yaitu Grafologi
Dan pembicara yang gw maksud adalah Deborah Dewi.. Yeay!

Gw pribadi pertama kali mendengar grafologi waktu kelas 3 SMA. Waktu itu karena lagi jaman-jamannya bingung mau kuliah jurusan apa dan dimana, ada seorang kakak kelas yang menceritakan sebelum dia memutuskan mau kuliah di jurusan apa, dia memakai jasa grafolog untuk menganalisa karakter dari tulisan tangannya dan memberikan rekomendasi jurusan yang cocok untuk dia tekuni. Dia cerita kalau caranya cukup mudah, dia hanya perlu cukup menulis di kertas polos dengan alas yang datar sebanyak kurang lebih 1-2 halaman, lalu grafolog akan memberikan analisa karakter berdasarkan tulisan tersebut. Karena cerita dari senior gw ini saat itu cukup meyakinkan, saat itu gw sebenernya tertarik juga pengen nyoba, tapi waktu dia kasih tau biayanya berapa..hemmm langsung berubah pikiran. Mahal cing!

Saat kuliah, temen sekelas gw ada yang tertarik juga sama grafologi, tapi ketertarikannya dibuktikan dengan lebih konkret dari gw yang cuma asal tertarik doang, hehe. Dia secara otodidak belajar grafologi, jadi belajar dari buku-buku gitu. Gw inget tuh di tengah kelas yang saat itu, maaf, menjemukan, dia nyuruh gw nulis terus mencoba membaca tulisan gw dan menjelaskan lebih banyak soal grafologi ke gw.

Jadi, intinya grafologi bukan sesuatu yang sama sekali baru buat gw. Hanya saja gw belum pernah mendengar seorang grafolog profesional bicara soal grafologi di depan gw. Makanya waktu dapat invitation  kelas Light ini, dan untungnya tanggalnya pas, gw langsung accept undangannya.Saat sesi Light bersama Mbak Debo, gw sempat menulis beberapa notes terkait ilmu membaca tulisan tangan ini:

  1. Ada 400 indikator grafis yang bisa dibaca dalam grafologi untuk membuat suatu analisis. Grafologi tidak bisa membaca masa depan, jenis kelamin atau fisik seseorang, tapi bisa membaca karakter, kepribadian, cara orang tersebut melihat diri sendiri dan respon orang tersebut saat tertekan. Untuk menghasilkan analisa yang akurat, tentunya ada batasan-batasan sampel, misalnya menulis harus di tempat yang datar, menulis menggunakan bahasa ibu, serta menulis dalam keadaan rileks.
  2. Tangan adalah hardware untuk menulis. Tapi yang berperan penting dalam prosesnya adalah otak, makanya handwriting sendiri sering disebut sebagai brainwriting. Dan karena bersifat sebagai hardware, menulis pada umumnya memang menggunakan tangan, tapi tangan bukan satu-satunya hardware untuk menulis. Orang-orang difabel bisa menggunakan kaki, mulut atau bagian tubuh lainnya untuk menulis. Yang penting adalah otaknya. Dan mau apapun hardware-nya, tulisan tersebut bisa dianalisa oleh grafolog. 
  3. Nobody write in the same way. Dipikir-pikir ini masuk akal juga sih, secara umum setiap anak diajarkan menulis dengan cara yang sama, tapi saat pegang alat tulis dan menulis, keluarnya bisa beda-beda kan? :). Tulisan tangan secara normal memang akan berubah (sebagaimana karakter manusia pun bisa berubah). Secara umum tulisan seseorang dari usia 8 tahun sudah bisa dibaca, dan sampai usia sekitar 13 tahun seseorang bisa melakukan terapi merubah tulisan tangan untuk menghilangkan karakter-karakter yang tidak disukai. 
  4. Kita mengenal ada yang disebut Ego, Super Ego dan Id. Ego dipengaruhi otak bawah sadar sementara Super Ego dan Id dipengaruhi otak bawah sadar. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa:

Ego = The Balanced Self
Super Ego = The Perfect Self (Sesuai Aturan)
Id = The Instinctive Self
Nah, grafolog akan menganalisa tulisan tangan dan kemudian dikaitkan dengan kondisi Ego, Super Ego dan Id dalam diri seseorang. Mbak Debo juga menjelaskan secara umum ada 4 tipe tulisan seseorang yaitu tipe paku, payung, gelas dan benang (sebenarnya ada bahasa ilmiahnya cuma karena istilahnya ribet jadi gw nggak inget)
Paku: agresif
Payung: punya naluri melindungi
Gelas: mudah menerima dan asertif
Benang: memiliki ritme kerja yang cepat

Kurang lebih seperti ini contoh tipe tulisan yang digambarkan Mbak Debo

Selain melihat tipe tulisannya, dalam menganalisa grafolog juga akan melihat form tulisan, connective form, spasi dan margin, irregular/regular dan sebagainya. Analisanya ada banyaaak banget, tapi beberapa analisa yang gw ingat dari penjelasan Mbak Debo:

  1. The Rhytm of Space (spasi, margin) akan menunjukan super ego seseorang
  2. Connective form akan menunjukan ego needs seseorang. Tulisan yang semakin cetak (printing) biasanya memiliki ego needs yang besar juga sehingga perhatian ke dirinya sendiri pun sangat besar, orang seperti ini juga biasanya selalu merasa ingin menunjukan lebih.

Walaupun sudah mengikuti sesi Light ini, bukan berarti gw sudah bisa baca tulisan orang loh yaa. Dari penjelasannya Mbak Debo, gw semakin tahu bahwa menganalisa tulisan tidak bisa ngasal dan ada sangat banyak indikator grafis yang harus dilihat dan dikaitkan satu sama lain, jadi ya nggak bisa sotoy :p
Ada satu hal yang terlintas dipikiran gw saat mendengarkan cerita-cerita Mbak Debo. Gw kepikiran “Ini orang pusing nggak ya ngeliat tulisan dikit pasti bawaannya pengen analisis”. Hihihi. Tapi jadi specialist seperti dia  yang ilmunya bisa dimanfaatkan untuk kebaikan orang lain, pasti menyenangkan dan Insha Alloh berkah :). She is so inspiring.  Dan bagi gw yang people oriented, menganalisa dan memahami karakter seseorang adalah sesuatu yang sangat menarik. Dulu kan gw pengen jadi psikolog, tapi jalan Tuhan membawa gw ke dunia science and technology ini, tapi tetap happy dan sangat bersyukur kok, alhamdulillah.

Kurang lebih 3 jam gw dan teman-teman habiskan untuk bersama-sama mendengarkan cerita dari seorang Grafolog profesional. Ini salah satu sesi Light yang gw suka (tapi sesi Light terbaik tetep sesi Light-nya Pak Handry Satriago sih). Mudah-mudahan masih dikasih kesempatan untuk datang ke sesi Light berikutnya ya :).

Okee..Terimakasih sudah membaca.
Stay positive yaa

Salam,

Venessa Allia

Sabtu, 06 Juni 2015

FAQ: Allia Terbang Paralayang.


Jadi gini singkat ceritanya, di suatu siang di kantin kantor, sambil makan siang, temen kantor gw ngajakin paralayang di Puncak hari Sabtu. Waktu denger ajakannya sebenernya gw nggak terlalu tau  Paralayang itu yang model gimana. Tapi gw cukup yakin kalau paralayang itu termasuk extreme sport di udara. Mendengar ajakan dan semangat orang-orang yang mau ikutan (walau pada akhirnya satu per satu berguguran nggak jadi ikut), gw jadi kepengen ikut juga. Tapi takut, secara gw naik Tornado di Dufan aja nggak berani, apalagi terbang Paralayang. Terus dibujuk-bujukin sama teman gw, katanya ini once in life time gw harus coba. Yaudah kan emang dasarnya gw anaknya murah, akhirnya gw iyain. Lagian kepikiran juga kalau ajakan kali ini gw tolak, kayaknya gw nggak akan pernah ngerasain Paralayang seumur hidup, habis mau paralayang sama siapa. Temen-temen cewek gw bukan anak-anak adventurous, agak susah kayaknya. Paralayang sama suami? Yuk dicari dulu suaminya :D.
Akhirnya dengan semangat “Do Whatever It Takes”, terbanglah gw menuruni satu bukit di Puncak. And It was an amazing experience.
Setelah hari itu, cukup banyak orang yang tanya-tanya ke gw soal pengalaman Paralayang ini (berasa expert, padahal mah :D). Nah ini gw buat FAQ-nya. Semoga bermanfaat untuk teman-teman yang ingin coba juga tapi bingung gimana caranya.

1.    Kemarin Paralayang di mana kak?
 Di Bukit Paralayang Puncak. Lokasinya dari arah Bogor, setelah mesjid At-Taawun, kurang lebih 300 m belok ke kanan. Belokannya agak kecil dan kurang kelihatan, jadi pelan-pelan aja.
2.       Bayar berapa sih?
Kemarin gw dapet Rp 350.000.
3.       Itu udah termasuk di videoin?
Belum. Kalau mau video, bayar Rp 600.000 untuk 6 orang, tapi kemarin kita berhasil nawar jadi Cuma Rp 500.000 untuk 6 orang.
4.       Itu lo terbang sendirian?
Nggak :). Ini Tandem Flight, jadi gw terbang berdua sama pilot yang menerbangkan dan mengendalikan parasut. Jadi yaa dengan kata lain saat-saat indah di udara itu harus lo lalui bersama sang pilot :D
5.       Aman gak?
Aman. Saking amannya instruksi dari pilot nya cuma 2, yaitu: “Kamu lari sekencang-kencangnya saat take off” dan “Kamu angkat kaki setinggi-tingginya saat landing”. Setiap peserta yang mau terbang dilengkapi APD (Alat Pelindung Diri) lengkap dan dalam kondisi baik kok.
6.       Kalau mau terbang sendirian gimana caranya?
Nah, berdasarkan info yang gw dapat dari guide disana, karena paralayang termasuk extreme sport, kalau mau terbang sendiri itu harus ikut sertifikasinya dulu. Di Bukit Paralayang ada jasa kalau mau sertifikasi (diajarin dari awal sampai bisa dan punya sertifikat), kalau nggak salah biayanya sekitar Rp 7.500.000. Untuk peralatannya bisa sewa. Kalau mau beli yang baru, investasinya mahal (diatas 20 juta, CMIIW), tapi kalau mau serius jadi atlet yaa nggak masalah sih.
7.       Iiih pengen, rasanya gimana waktu terbang?
It was amazing. Paling menguji adrenalin adalah saat mau take off. Waktu udah di udara, deg-degannya juga setengah mati, tangan gw basah gemeteran. Tapi subhanalloh pemandangannya bagus banget, dan rasanya bener-bener kayak terbang. Ada sensasi naik kora-kora juga waktu terbang (itu lho, saat-saat dimana jantung lo rasanya mau jatoh). Tapi sensasinya luar biasa. Setelah landing rasanya badan jadi ringan banget, dan bawaannya pengen ketawa bahagia dan lega karena semua sensasi yang dirasakan  
8.       Berapa lama terbangnya?
Cepet kok, sekitar 5-7 menit di udara. Tapi buat gw itu udah cukup banget sih. Lebih lama lagi kayaknya gw bisa pucet dan muntah.
9.       Take off sama landingnya gimana caranya?
Sesuai yang gw sebutkan diatas, lari sekenceng-kencengnya saat take off dan angkat kaki setinggi-tingginya saat landing. Sisanya percaya sama pilot. Dan pasrah sama Tuhan. Jangan lupa baca doa yaa, haha :)
 10. Jauh gak mendaratnya?
Ternyata lumayan jauh juga. Kemarin itu gw mendarat di suatu lapangan yang jaraknya jauh dibawah posisi mesjid At-Taawun. Perlu sekitar kurang lebih 15-20 menit naik angkot untuk kembali ke tempat take off
11. Terus waktu lagi terbang, lo ngobrol gak sama pilotnya?
Gw sih ngobrol, daripada mati gaya :D.
12. Eh btw itu gimana cara ngambil videonya?
Pake GoPro. Jadi selama di udara kita pegang tongsis sama GoPro-nya. Sebelum take off dikasih tau sama guide-nya gimana cara untuk mendapatkan gambar yang bagus. Tapi semua cara-cara itu tidak gw terapkan karena di udara tangan gw gemeteran :D. Selesai terbang, videonya akan dikasih ke gw tanpa diedit
13. Iiiiih seru bangeeet. Gw jadi pengen deh, tapi…
Yaudah sana lakukan apapun resikonya :D


Serius, ini pengalaman seru yang layak dicoba sekali seumur hidup. Mudah-mudahan informasinya cukup membantu yaaa. Selamat Terbang :)

Thanks,
Venessa Allia