Tampilkan postingan dengan label #SesuatuYangMenarik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #SesuatuYangMenarik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 Desember 2018

EKOLOGI DESK & COFFEE



Waktu gue menulis ini, gue sedang ada di sebuah tempat bernama EKOLOGI DESK & COFFEE yang berlokasi di.. Yogyakarta. Seminggu yang lalu gue tidak membayangkan akan ada di Jogja hari ini, tapi ya begitulah, sejak tadi malam gue sudah landing di Jogja. Somehow, pekerjaan gue sekarang cukup membuat gue berpikir “Bagaimana gue menjalani pekerjaan ini saat punya anak nanti?”. Haha, maklum cewek kan mikirnya suka 10-20 langkah di depan (cewek itu maksudnya gue dan Hawa Firdausi, nggak tau sih cewek-cewek lain gimana). Banyak sih working mom di tempat gue, cuma saat ini gue belum yakin bisa jadi seperti mereka. Ah sudahlah, nggak ada gunanya dipikirin sekarang.

Pertanyaan lain, dari 32 km2 luas Kota Yogyakarta (gue serius googling untuk dapat angka ini), kenapa bisa pilih kafe ini? Jadi ceritanya dari tadi siang gue udah niat malam hari mau ke Kopi Klinik, tempat syuting AADC2. Gue rada obsessed sama tempat ini soalnya scene Cinta sama Rangga di tempat ini semacam scene favorit gue di AADC2 (penting kaan). Dari hotel gue order Grab Car ke sana, dan sampai sana ternyata tempatnya.. tutup. Gue emang nggak ngecek sih tempatnya tutup jam berapa, udah yakin aja kalau coffee shop pasti buka sampai tengah malam. Taunya pas googling, Kopi Klinik tutupnya jam 8, gue sampai sana kayak jam 08.5 gitu. Wooow on time sekali yaa mereka.

Nah, di perjalanan menuju Kopi Klinik, supir Grab Car gue nyebut kalau di Jogja ada Filosofi Kopi juga. Gue udah tahu juga sih, cuma nggak inget aja, lagian Filkop ada juga di Bintaro. Cuma ketika tau Kopi Kliniknya tutup, yang jadi top of mind gue yaaa si FilKop ini (efek baru disebut sama bapak supir). Yaudah deh gue minta anter ke sana.

Nah ketika mobil sudah berjalan beberapa ratus meter, bapak supir menyebutkan nama-nama kafe di Jogja, salah satunya yang mencuri perhatian adalah EKOLOGI. Judul kafenya kan kayak cocok aja gitu sama keilmuan gue (apa siiih). Terus buru-buru deh gue googling tempatnya, ternyata menarik juga. Perpaduan Dapur Eyang sama Sejiwa kalau di Bandung. Yaudah tanpa pikir panjang dan rasa malu gue bilang sama Pak Sopir, “Pak kalau kita ke Ekologi aja bisa nggak pak?”

Yeah, labil is still my middle name. I am not proud of it but I know I can’t deny, hahaha

Jadi yaaa begitulah ceritanya kenapa gue ada disini. Sebenernya tuh tujuan gue nongkrong juga bukan mau nulis receh kayak gini. Gue niat bawa laptop menuju kafe, niat hati mau nulis yang lebih serius gitu. Kayak review bukunya Ustad Nouman atau hasil kontemplasi gue habis lihat akun IG sebuah partai yang gue rasa ada orang semacam Grindelwald di sana. Kalau lo udah nonton Fantastic Beast yang kedua mungkin mengerti maksud gue apa. Grindelwald adalah manusia yang sangat pandai bicara, memutihkan yang hitam, membuat delusi kebenaran, dan provokatif. Manusia kayak gini yang harus banyak-banyak dilawan bukan hanya pakai akal manusia, tapi juga pakai doa (dan Surat Al-Kahfi, to be précised) supaya selalu diberikan cahaya petunjuk oleh Tuhan untuk dapat membedakan mana yang benar dan salah.

Tapi sampai EKOLOGI gue buka laptop dan malah nulis tentang bagaimana gue sampai di tempat ini, hihihi.

Biar gue ulang statement-nya:  Yeah, labil is still my middle name. I am not proud of it but I know I can’t deny :p

EKOLOGI DESK & COFFEE ini punya suasana yang emang nyaman banget sih. Bikin udah duduk lupa berdiri. Tempatnya ramai dengan dedek-dedek mahasiswa yang kelihatannya sedang mengerjakan tugas. Kelihatannya loh ya, gue nggak tau juga apa yang mereka lihat di screen laptop mereka. Gue pesen Mocha Coffee (medium size, harga Rp 33.000) dan Rice Bowl Ekologi Signature (harga Rp 38.000). Mocha Coffee-nya pas di lidah gue, rice bowl-nya enak tapi kurang berkesan. Ohiya, tempat ini juga menyediakan co-working space di lantai dua.

Kesimpulannya, kalau gue jadi orang Jogja, gue rasa gue akan sering ke tempat ini.

Kalau ada yang nanya, kenapa gue di Jogja tapi malah nongkrong di kafe, makan rice bowl dan tidak makan gudeg?  Jawabannya adalah simply karena gue nggak suka gudeg. Lagian di penghujung periode twenty something ini, gue sadar bahwa..

gue akan memilih berdasarkan apa yang membuat hati gue tenang dan apa yang benar menurut standar kebenaran yang gue yakini dan terbukti benar,
daripada,
memilih berdasarkan apa yang orang bilang.

Oke, cukup dulu ya.
Stay positive.





Salam,
Venessa Allia

Sabtu, 01 September 2018

Ikut Euforia Asian Games 2018



Gue tidak menemukan judul yang lebih tepat selain apa yang tertulis di atas. Yaps, gue mengikuti dan sangat menikmati euforia pesta olah raga terbesar di Asia ini. Walaupun nggak berkesempatan nonton satu pertandingan pun secara langsung, atau nonton ke-epic-an opening ceremony-nya itu, atau closing ceremony yang Insya Allah akan diselenggarakan besok malam, tapi tetap saja gue mengikuti arus berita dan menonton pertandingannya di TV. Gue download aplikasi Asian Games di handphone supaya bisa update berita dan perolehan medali, gue nonton berita-berita soal atlet Indonesia di Youtube, and most of all gue ikhlas traffic di Jakarta jadi harus Ganjil-Genap 15 jam sehari, 7 hari seminggu.

Gue perhatikan selama 15 hari ini, atlet beneran jadi bintang di negeri ini, dan menariknya nggak cuma atlet badminton yang relatif sudah sering merasakan spot light, tapi atlet panjat tebing, pencak silat, sepak takraw, dan olah raga yang nggak populer-populer amat di Indonesia pun bernasib sama. Mereka jadi bahan berita, menjadi sorotan, lebih dikenal, dan banyak diidolakan, which is good. Karena menurut gue mengidolakan atlet tuh lebih konstruktif dibanding mengidolakan bintang sinetron, hehehe. Menariknya lagi, event besar ini membuat gue pribadi (dan cukup yakin berlaku juga untuk masyarakat pada umumnya) jadi lebih sering menonton pertandingan olah raga, padahal sebelumnya nggak peduli-peduli amat, kecuali badminton dan piala dunia (yang nggak ada Indonesia juga). Knowledge tentang olah raganya jadi nambah juga. Jadi tahu ‘hooo sepak takraw tuh mainnya begini’, ‘hooo lari estafet tuh aturannya begini’, dan ‘hooo’ yang lainnya. Termasuk juga memunculkan beberapa kekaguman kayak “itu gimana caranya panjat tebing bisa secepet itu” atau “gile ya China bisa jago di semua cabang olah raga”, atau kekaguman yang lebih sampah seperti “itu atlet renang badangnya bisa kotak-kotak semua yaaa”. Ah ya, dan ada juga satu pertanyaan tak terjawab sampai saat ini “kenapa sih pemain voli tuh dikit-dikit tos mulu, mau bola masuk atau nggak masuk, pastiii tos”.
Walaupun knowledge bertambah, sayangnya sih event ini belum berhasil menginspirasi gue untuk rajin berolah raga, hahaha. Sempet tuh udah pengen banget nyemplung kolam renang gara-gara lihat pertandingan nomor renang, tapi apa daya setiap weekend pagi itu aku lemah ingin bobo lebih lama, hihihi.  

Masih dalam rangka euforia Asian Games, gue kepiran bahwa dalam konteks nasionalisme dan bela negara, selain tentara, atlet tuh profesi yang konkret banget sih kontribusinya ke negara. Musuhnya jelas (lawan tanding), perangnya jelas (adu skill dalam olah raga), yang dibela juga jelas banget (negerinya sendiri). Jadi kalau berhasil dapetin medali tuh kayaknya bisa (walaupun tidak boleh) sombong untuk bilang “Gue udah kasih sesuatu untuk Indonesia.” Karena tujuannya juga jelas banget, yaitu untuk menang dan mengibarkan bendera Indonesia di tiang tertinggi, maka usaha dan pengorbanan yang mereka lakukan juga rasanya worth every second deh. Terlepas dari soal penghargaan dan urusan kesejahteraan, profesi ini menjadi sangat menarik. Semoga makin banyak yang terinspirasi jadi atlet, ya kalau gue sih udah nggak mungkin, lari 6 keliling SARAGA aja dulu gue mau tewas. Mungkin anak gue nanti jadi atlet. Ibu dukung nak, apalagi kalau kamu bisa dapet bonus 1,5 M kayak sekarang, dadakan milyuner deh keluarga kita.  #materialmom #halu.

Pertandingan Asian Games juga sempat membuat gue berkontemplasi (coz overthinking is my middle name, hihihi). Di suatu pertandingan yang gue tonton di TV, gue sempet kepikiran, kayaknya kalau ada negeri ini mau bersatu, kita tuh butuh common enemy deh untuk menyatukan. Kelihatan banget kan kalau ada pertandingan olah raga Indonesia melawan asing, semua orang Indonesia akan kompak membela, berteriak dan berdoa untuk kemenangan Indonesia. Nggak ada yang peduli tuh dengan perbedaan-perbedaan, yang dipedulikan hanya mengalahkan musuh. Jadi kayaknya tuh kita butuh musuh untuk bisa kita lawan bareng-bareng, baru deh kita bisa bersatu. Tapi terus gue merasa pikiran gue agak terlalu radikal. Lalu entah inspirasi darimana (bisa jadi hidayah dari Tuhan), setelah gue pikirin lagi kayaknya solusi persatuan itu bukan keberadaan common enemy nya. Ya kali masa negeri ini harus dijajah asing dulu baru beneran bisa bersatu untuk melawan penjajah. Yang penting itu punya satu tujuan yang  sama, common goal. Adanya common goal sebagai landasan persatuan menurut gue solusi yang lebih bertanggung jawab dibandingkan berharap ada common enemy yang mempersatukan, karena common goal lahirnya yang dari kesadaran diri kita sendiri. Nah, supaya kuat ikatannya dan berkelanjutan, common goal itu nggak bisa sesuatu yang biasa-biasa aja, harus sesuatu yang paling tinggi, paling penting dan berdampak paling positif. Sesuatu yang butuh seumur hidup untuk mengusahakannya, supaya bersatunya juga nggak sehari dua hari doang tapi selama-lamanya. Pertanyaannya sekarang, apa sih common goal yang sebesar itu? emang ada? hehehe dalam hati kayaknya gue tahu apa jawabannya (tapi terus nggak mau ditulis disini :p)

Hmmm apalagi ya yang menarik dari Asian Games? Kalau soal dua tokoh politik yang berpelukan dipersatukan oleh gold medalist pencak silat, gue males ngebalesnya karena udah dibahas dimana-mana. Oh fakta menarik lagi yang gue tangkap dari event ini adalah yaampuun atletnya muda-muda banget yaaa sekarang. Gue bangga sekali dengan adek-adek gemes berprestasi iniiii. Dan yang tidak kalah menariknya, kalau dulu gue kok jarang ngeliat atlet good looking kecuali pemain sepak bola, sekarang kok atlet Indonesia yang good looking bertaburan di mana-mana. Hahaha, monmaap paragraf yang ini agak sampah sedikit :D.

Satu hal lagi yang membuat gue begitu menikmati euforia Asian Games ini, yaitu waktu yang dihabiskan bersama Papa dan Mama untuk nonton pertandingan bersama. Soalnya jarang-jarang nih ada acara TV yang bisa kita nikmati bertiga karena yaa masing-masing punya preferensi sendiri, termasuk preferensi untuk nggak nonton TV, hihihi. Belum lagi obrolan-obrolan saat menikmati pertandingannya. Ah priceless. Thank you so much Asian Games!

Terakhir, kali ini mau sok-sokan jadi pengamat. Indonesia butuh banget-nget-nget fokus dan total pada pembinaan olah raga olimpiade yang banyak nomornya, kayak atletik, gimnastik dan renang. Supaya kita bisa dapet lebih banyak medali lagiiii. Coba deh bandingin sepak bola sama nomor lari 100 m. Sepak bola butuh sangat banyak resources untuk dapat 1 medali emas, sementara lari, less resources for same result. Efficient. Ya gue yakin sih fakta ini sudah disadari banyak orang sedari lama, tulisan ini hanya ingin menggaris bawahi lagi bahwa penting banget untuk Indonesia jago di nomor renang dan atletik.

Alhamdulillah Asian Games 2018 di Indonesia bisa dibilang sukses. Sejauh ini belum denger ada major problem yang bikin malu negara. Dibalik kesuksesan ini pastiiii ada orang-orang yang pusing dan khawatir, ada mereka yang setia berdoa, ada juga mereka yang sempat ribut dan bertengkar, ada pun yang ingin segera menyudahi event ini karena lelah. Untuk mereka semua, semoga lelahmu menjadi berkah dari Allah. Ammiinn.

Oke deh, udah dulu ya. Tulisan yang cukup panjang dari gue yang sudah lama nggak blogging, hehe.
Stay positive yaaa!

Salam,
Venessa Allia

Sabtu, 12 Mei 2018

He Was In Town


He was in town. 
Here, in Jakarta.
Who?
USTAD NOUMAN ALI KHAAAAAN!!!

Ini screenshot dari akun Instagram Mario Irwinsyah, saya lihat beliau dari lantai 2, nggak sedekat ini, hehehe


Jujur se-jujur-jujurnya, rasanya ini kali pertama saya beneran excited datang kajian (Ya Allah maafin). Biasanya mah excited kalau mau nonton film atau konser, ini saya excited ke Masjid Istiqlal buat denger kuliah beliau (lumayanlah yaa, alhamdulillah ada kemajuan dikit). Dan rasanya ini kali pertama saya mengidolakan seorang ustad, sampai-sampai kemarin saya lihat beliau dari lantai 2 masjid yang segede gaban itu aja rasanya kena starstruck (hahaaa lebay). Tapi beneran deh, doa terbaik untuk beliau, semoga amal jariyah terus mengalir untuk beliau. Karena dengan izin Allah, saya yakin sekali ada banyak orang yang tergugah hatinya mengetahui keindahan Al-Quran. Bagi saya pribadi, setelah mendengar kuliah beliau, sekali lagi atas izin Allah, saya jadi sadar tentang hubungan saya dengan Al-Quran yang ternyata terlalu “seadanya”. Heff..istigfar banyak-banyak.

Kuliah Ustad Nouman yang selama ini saya dengar, selalu membahas soal Al Quran, begitupun kuliahnya kemarin, topiknya tentang “Reconnect With Al Quran”. Begini, sebelumnya saya mau menjelaskan dulu, apa yang akan saya tulis dibawah ini semata-mata karena 2 hal:
1. Saya merasa mendapat manfaat dari kuliah Ustad NAK kemarin
2. Kata Ustad “If you got benefit, you have to share it”.

Apa yang akan saya tulis adalah gabungan dari apa yang saya pahami dari kuliah beliau kemarin dan ditambah dengan refleksi yang saya dapat. Jadi mohon maaf sebelumnya, tidak sedikitpun bermaksud menggurui apalagi sok suci karena ampun deh ilmu agama saya juga masih cetek bangeeeet. Tapi saya pun yakin, setiap orang yang diberikan kemewahan ilmu maka dia punya kewajiban juga untuk berbagi, maka bismillah, tulisan ini adalah sarana saya membayar hutang tersebut. Selain itu, setiap orang yang menyaksikan kuliah beliau bisa mendapatkan insight yang berbeda-beda. Sederhana saja, itu semua terserah Allah yang punya ilmu, ilmu atau pemahaman mana yang mau Allah kasih ke hambanya J. Jadi bagi siapa saja yang juga datang ke kuliah beliau kemarin lalu membaca tulisan ini, sangat dipersilahkan untuk melengkapi atau memperbaiki informasi pada tulisan ini. Semoga jadi kebaikan untuk kita semua yaaa, Aammiin.   

Ketika kuliah sudah selesai, dosen sudah pergi tapi mahasiswa masih pengen nongkrong.
Anyway, saya pertama kali ke Istiqlal. Gede yaaa mesjidnyaa #anaknorak


Reconnect With Al-Quran. Yuk terhubung KEMBALI dengan Al-Quran

Saya ingin sekali menuliskan isi kajian Ustad Nouman Ali Khan (NAK) kemarin dengan runut sehingga semua yang ditakdirkan membaca tulisan ini juga dapat memahami kajian beliau dengan logika yang tepat. Tapi ternyata saya kesulitan menuliskannya :D. Jadi, saya merangkum dalam beberapa poin saja yaa. Ini adalah isi kajian Ustad Nouman yang paling bikin saya amazed:

1. Manusia membaca, mendengar, bahkan menghafal Al Quran, namun apakah hatinya sudah terhubungan dengan Quran? THIS IS A HUGEEE QUESTION. Makna reconnect with Al-Quran adalah mengembalikan koneksi hati dengan Quran, karena Al-Quran itu ya untuk hati manusia. Bingung gak? Pertama kali saya mendengarnya juga rasanya abstrak dan terbayang akan sulit. Dan benar saja, Ustad NAK bilang, menjaga koneksi hati dengan Quran itu bukan perkara mudah, melainkan menjadi masalah bagi semua manusia, dari mulai yang nggak bisa baca Quran sama sekali sampai seorang penghafal Quran sekalipun. Itulah mengapa manusia harus selalu berusaha untuk terhubung dengan Al-Quran. Usahanya harus terus menerus diulang supaya selalu ingat dengan Al-Quran dan terus terhubung. Sejujurnya, selama ini kayaknya saya nggak pernah memikirkan soal seberapa kuat koneksi saya dengan Al-Quran. Ya, saya ngaji, berusaha tilawah setiap hari walau masih suka bolong-bolong, berusaha baca terjemahannya juga walau masih suka sambil ngantuk, tapi selama ini nampaknya saya lupa bahwa seluruh aktifitas tersebut seharusnya dilakukan dengan kesadaran dan excitement, bukan sekedar menunaikan kewajiban karena yang saya baca itu adalah kalam Allah. 

Dalam pemahaman saya, kalau manusia sudah terkoneksi dengan Al-Quran maka manusia akan dapat menjalani kehidupannya dengan taat tanpa memilih dan memilah, atau lebih tepatnya lagi dengan ketakwaaan. Kenapa takwa harus saya jadikan target? Karena saya ingin masuk surga, untuk itu koneksi hati saya dengan Al-Quran harus terus menerus saya perjuangkan.

Kata Ustad NAK, semakin kita terkoneksi dengan Quran, maka kita akan semakin mudah mengambil keputusan yang baik (di mata Allah). Ini masuk akal banget sih, kalau udah terkoneksi dengan Al Quran, ya udah nggak ada lagi aturan lain yang berlaku di kehidupan selain Al Quran itu sendiri serta hadis. Bahkan Nabi Ibrahim aja pernah berdoa “Give me the strength to make good decision”. Masya Allah. Al-Quran juga cahaya bagi kehidupan manusia, dan manusia membutuhkan cahaya itu sepanjang hidupnya, bukan sekali dua kali doang. Hidup manusia akan gelap tanpa Quran.

2. Pernah nggak bener-bener mikirin Quran itu datangnya dari mana atau dari siapa? Saya sendiri juga suka nggak sadar kalau Al-Quran itu kalam Tuhan. Dan kalau lagi inget, rasanya merinding T_T. Al-Quran itu datang dari Allah Ar Rahman, dari Allah yang paling cinta sama kita.

Kalimat Ustad NAK ini beneran bikin saya merinding “Someone who loves you, who wrote to you.” 

Itulah sebabnya semakin kita terkoneksi dengan Quran, semakin juga Allah akan sayang sama kita. Terlebih lagi, Quran juga merupakan nasihat dan petunjuk yang datangnya dari Tuhan. Manusia biasanya nyari nasihat dari manusia lain yang dia percaya kan? Nah ini nasihat datangnya dari Allah yang paling tahu kita dan paling cinta sama kita, kurang apa lagi? Subhanallah. Petunjuk dari Quran juga datang dari Allah yang MAHA TAHU dan lagi-lagi PALING SAYANG SAMA MANUSIA, makanya udah seharusnya manusia itu nurut kalau dibilangin “do this, and don’t do that”. Satu lagi tentang Quran yang paling bikin adem untuk saya yang suka galau, Al-Quran juga selayaknya obat yang menyembuhkan (healing), melegakan semua perasaan negatif yang suka bikin sesak dada (perasaan sedih, marah, kekhawatiran, ketakutan, sebuuuut negative feeling lainnya). Koneksi hati dengan Al-Quran akan menyembuhkan.

3. Ketika kita punya koneksi dengan Al-Quran, kita akan sadar bahwa sesungguhnya Al-Quran itu bicara tentang kita.
“Quran is talking about YOU. It is not talking about Adam a.s, Isa a.s, or anyone else, BUT YOU. The Quran has story about YOU”. 

Subhanallah. Semakin kita terkoneksi dengan Quran, kita akan semakin sadar bahwa Quran itu tentang kitaaaa. Quran itu punya cerita buat kitaaaa. Bahkan ayat Alif-Lam-Mim yang selama ini kita nggak tau apa artinya aja punya makna untuk manusia, bahwa Allah-lah yang punya hak prerogatif untuk memutuskan apa yang bisa kita pahami dan apa yang tidak bisa. Ustad NAK mengucap sebuah doa yang bagi saya pribadi sangat penting biar nggak pusing sama dunia “God, teach me what I need to know, don’t make me obsessed with all that I dont need to know.” Yakinlah selalu bahwa Allah itu terhubung dengan kita

4. Quran dan doa adalah bentuk komunikasi dua arah. 
Quran = Allah speaks to you. 
Doa = You speak (connect) to Allah
Masya Allah. Menurut saya ini indah banget. Al-Quran pun isinya penuh dengan doa. Surat Al-Fatihah saja contohnya, surat yang minimal seorang Muslim baca 5x sehari juga isinya adalah doa. 

5. Nah poin yang ini, adalah pesan dari Ustad NAK bahwa jangan punya koneksi dengan Quran sendirian, tapi bagi-bagi karena bisa jadi koneksi orang lain dengan Quran itu terjadi karena kamu :). Beliau juga memberikan penekanan soal pelajarilah Al-Quran untuk diri sendiri karena pada intinya Al-Quran bicara tentang diri kita, dan ketika kita mendapatkan pengalaman baik karena koneksi yang kita rasakan, berbagilah dengan yang lain. Share something beautiful with people around you. Jadi bukannya malah menjadikan Quran sebagai sarana menyakiti orang lain (Ustad dengan sangat tegas bilang “Don’t hurt other people with Allah’s word”). Karena Allah aja Ar-Rahman. Mengutip kata-kata Ustad Nouman,

“Quran should bring mercy to people. Because of Quran you should be full of happiness, optimistic, overjoy, and positive. This Quran, is better than anything you collect in your life. Collect Quran in your heart.”

Bagian terakhir dari tulisan ini, saya ingin menyampaikan cara dari Ustad Nouman untuk meningkatkan level koneksi dengan Quran: dengar atau baca bagian tertentu dari Quran, dengarkan penjelasannya, ulang-ulang ayat tersebut setiap hari sehingga kita merasa terkoneksi dengan ayat tersebut (saya membayangkan analoginya seperti kalau kita lagi ngulang-ngulang nyanyiin bagian chorus dari sebuah lagu yang sering kita dengar, lama-lama lirik lagu itu jadi kepikiran terus). Yang penting setiap hari kita terkoneksi dengan ayat-ayat Quran, nggak perlu semuanya (saya nggak sanggup juga kayaknya, hehehe). Nah, setiap hari, coba tambah sedikit demi sedikit ayat yang kita baca dan tadaburi, Insya Allah koneksi kita dengan Quran akan semakin kuat.


Okeee itu saja yang bisa saya ceritakan. Kita doakan semoga in the near future Ustad Nouman Ali Khan bisa datang lagi ke Indonesia, atau kita dikasih jalan sama Allah untuk datang ke kajian Ustad NAK di belahan lain dunia ini. Sekali lagi apa yang saya tulis adalah apa yang saya pahami, tanpa bermaksud menggurui, hanya ingin berbagi dan semoga ada manfaatnya J

“Ushikum wa nafsiy bitaqwallah, aku menasehati kamu semua dan diriku sendiri untuk bertakwa kepada Allah.”

Stay positive yaaaa.


Salam,
Venessa Allia

P.S tulisan ini juga sebagai setoran #1minggu1cerita yang minggu ini punya topik soal “kembali”. Yuk kita kembalikan hati ke Quran :)
(bisa kan aku sambung-sambungin biar nyambung sama tema, mihihi)

Minggu, 15 April 2018

29 Tahun untuk 29 Hal


Dua puluh sembilan tahun. Waktu yang tidak sebentar.

Tapi perlu hingga 29 tahun untuk saya paham 29 hal tentang berbagai hal berikut ini...

... tentang kehidupan dunia:

1. Hidup dunia nggak bisa sempurna, sempurna itu adanya hanya di surga, makanya saya harus usaha dan minta surga sama Allah. Menariknya hidup di dunia adalah walaupun nggak sempurna, tapi ada banyaaak sekali hal baik.

2. Hidup adalah sesuatu yang sungguh sangat wajib disyukuri, tapi sering lupa saya lakukan. Terbiasa hidup ternyata membuat saya jadi tidak menghargai hidup saya, padahal hidup ini adalah rangkaian kesempatan dan harapan. Selagi masih hidup maka kesempatan dan harapan itu akan selalu ada. Kalau mati, yaudah kelar urusan (di dunia), siap-siap hadapi pengadilan akhir.

3. Agama itu bukan hal yang terpisah dari hidup. Agama saya adalah tuntunan hidup yang paling sempurna. Kalau hidup saya nggak bener, itu bukan karena tuntunannya yang salah, tapi sayanya yang payah.

4. Hidup itu rangkaian dari sabar dan syukur. Begitu terus hingga jatah umur ini habis.

5. Pasrah adalah cara paling logis untuk membuat hidup di dunia tetap waras.

... tentang rezeki:

6. Rezeki adalah segala sesuatu yang diberikan Allah.

7. Rezeki bukan gaji dan tidak berarti hak milik.

8. Rezeki sudah ditentukan kadarnya bahkan jauh lebih awal dari sejak manusia diciptakan. Rezeki harus diusahakan, bukan untuk mengejar nilai materinya, tapi demi mengejar pahala dan keberkahannya.

9. Rezeki itu banyak bentuknya. Jangan jadi sombong dan sempit dengan menyimpulkan bahwa rezeki itu hanya materi.

10. Rezeki itu bisa datang dan pergi dengan sangaat mudah. Belajar ikhlas dan menyadari bahwa sejatinya manusia itu tidak punya apa-apa.

... tentang diri saya:

11. Akhirnya saya sadar kalau selama ini saya terlalu banyak terlena oleh skenario-skenario hidup yang saya susun sendiri. Kenyataannya, banyak adjustment yang Tuhan berikan dalam setiap skenario saya dan sering membuat saya merinding sendiri kalau mengingatnya. Satu hal, semua adjustment-Nya itu baik.

12. Akhirnya saya sadar kalau ketakutan-ketakutan saya selama ini hanya terjadi di kepala saya sendiri. 

13. Akhirnya saya sadar kalau nyari ilmu agama itu penting banget, dan ketika berhasil memahami sedikiiit saja ilmunya, rasanya nikmat banget

14. Akhirnya saya sadar kalau umur itu beneran cuma soal angka deh hahaha. Tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan kedewasaan.

15. Akhirnya saya sadar kalau selain kesehatan, keluarga adalah karunia Tuhan yang paling berarti bagi saya. Keluarga adalah rumah saya, mimpi saya, dan ladang pahala bagi saya.

...tentang relationship:

16. Ternyata, salah satu kunci keberhasilan dalam hubungan antar manusia adalah memberi.

17. Ternyata, punya hubungan silaturahmi yang baik dengan mantan adalah hal yang biasa saja dan sudah semestinya (no further explanation needed). 

18. Ternyata, sebaik-baiknya sahabat itu yang bisa mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran, yang bisa kasih warning sekaligus jadi rem saat berjalan sudah terlalu kencang, juga jadi dongkrak semangat saat stok energi positif lagi habis. Nah, kalau mereka bisa diajak ketawa bego bersama dan berbagi humor receh, itu adalah sebuah kelebihan yang juga sangat layak disyukuri (dan saya sangat beruntung punya sahabat-sahabat dengan paket lengkap seperti itu :*)

19. Ternyata, quality times bagi saya adalah bicara berjam-jam dengan orang (atau sekelompok orang) yang membuat saya nyaman, dengan topik obrolan yang tidak ada habisnya. I love the beauty of warm conversations. Bisa ngobrol nyaman dan nyambung sama orang lain adalah kualitas yang sangat saya hargai.

20. Dulu saya pikir perkara hati adalah perkara rumit, ternyata, perkara hati itu sederhana saja kok, ini cuma soal keputusan, dan sebagaimana sifat alami dari keputusan adalah selalu punya konsekuensi yang harus dinikmati :)

...tentang pekerjaan: 

21. Saya lebih suka kerja di ruangan dan di depan laptop dibandingkan harus ke lapangan (yaa tapi kalau tugas negara nyuruh saya ke lapangan sih saya nggak nolak juga, asal jangan lama-lama aja, hahaa). 

22. Saya lebih suka jadi generalist, dibanding specialist. Lebih suka tahu banyak hal dibanding going deep and detail in certain topic. Lebih suka melihat sesuatu secara makro dan bagaimana banyak elemen terkait satu sama lain daripada menguliti satu elemen saja. Itulah mengapa saya nggak pernah merasa cocok jadi microbiologist walaupun saya sarjana program studi mikrobiologi :D. 

23. Saya lebih suka menjadi ikan kecil dalam kolam yang besar, dibanding jadi ikan besar dalam kolam kecil (ini bukan soal mana yang lebih baik, ini hanya soal kesukaan).

19. Saya ingin menjadi penulis dan membayangkan suatu hari berkarir juga sebagai penulis. Walau saat ini naskah saya masih belum berhasil tembus penerbit, dan mau konsisten nulis #1minggu1cerita aja sampai keringet darah (hiperbol mode: on), tapi suatu hari dengan izin Allah, saya berharaaap sekali bisa melahirkan setidaknya sebuah buku yang dapat menjadi salah satu legacy saya di dunia ini (semua yang baca please bilang amin doooong)

20. Ternyata mencintai pekerjaan itu ada dalilnya di Quran. Bahkan pembahasan soal bekerja  itu harus dengan sebaik-baiknya, nggak boleh cuma asal-asalan aja, ada pembahasannya di Quran (QS Saba 10-11). Total masa kerja saya udah hampir 4 tahun, tapi baru tahu pelajaran penting ini minggu kemarin -__- (kemane aje looo). Saya tahu dari kajian Nouman Ali Khan ini, mindblowing
  
... tentang kebijakan energi di Indonesia (ditulis semata-mata karena saya sudah kehabisan ide harus nulis apa lagi :p)

26. Saya baru tahu kalau industri migas itu dibagi dua, ada hulu dan hilir. Hulu terdiri dari ekploitasi dan produksi, sementara hilir terdiri dari pengolahan, penyimpanan, tranportasi dan niaga.

27. Saya baru tahu kalau industri hulu migas itu ternyata sangaaat menarik. Hahaha beberapa bulan yang lalu saya kayaknya bodo amat sama isu yang satu ini (cuma sebatas tahu kalau kerja di oil and gas itu gajinya gede, haha sesempit itu pengetahuannya). Tapi setelah Allah menakdirkan saya masuk ESDM, saya jadi banyak belajar dan pelan-pelan tahu bahwa industri ini menyumbang pendapatan terbesar dari sektor non pajak untuk APBN. Ini industri yang sifatnya high technology, high capital dan pastinya high risk, tapi kalau berhasil juga jadi high profit, makanya untuk mengelolanya, negara butuh bekerja sama dengan pihak lain, termasuk investor asing. Kerja sama di sektor hulu migas diatur kontrak kerja sama, baik skema cost recovery atau gross split dan melibatkan banyak pemain. Dan akhirnya saya tahu apa fungsi dari SKK Migas, ahaha. Anyway semua info ini mungkin akan saya ketahui kalau saya rajin baca koran, tapi yaa emang dasar anaknya males baca koran jadi yang begini-begini baru ngerti sekarang.

28. Ternyata minyak mentah itu ada banyak macamnya, kirain crude oil itu sama-sama aja. Oh ternyata tidaaak. Lagi-lagi kebesaran Tuhan ya :).


... dan ini sebuah kesimpulan terakhir:

29. Semakin banyak yang saya sadari dan ketahui, juga membuat saya semakin yakin bahwa ilmu dan pemahaman saya itu nggak ada apa-apanya. Benar kalau ada yang bilang bahwa semakin manusia belajar, maka manusia akan semakin sadar kalau masih banyak hal yang belum diketahui. Itulah kenapa, manusia nggak boleh berhenti belajar, meminta ilmu dan petunjuk sama yang Maha Mengetahui, dan berdoa supaya ilmu yang dikaruniakan menjadi berkah untuk sebanyak-banyaknya orang. Ammiin.


Itulah 29 hal menarik versi on the spot, bukan, maksudnya versi Venessa Allia Aiman yang alhamdulillah baru-baru ini disampaikan ke usia 29 tahun. Semoga bertambahnya usia diiringi dengan bertambahnya manfaat, peranan, ilmu dan pemahaman baik yaa. Ammiinn.

Stay positive :) 


Salam,
Venessa Allia

P.S tulisan ini juga menyelamatkan saya dari tendangan admin #1minggu1cerita, hehehe. Maafin ya udah 5 minggu nggak setor tulisan *sungkem


Rabu, 07 Maret 2018

Nonton TV, eh Nonton Youtube


Selamat malam!

Apa kabar dunia di luar wisma PPSDM Aparatur, Cisitu Lama, Bandung, tempat saya menulis tulisan hari ini? #lebaywoy

Malam ini suasana hati saya lagi enak banget. Hari ini saya banyak menghabiskan waktu dengan orang-orang yang punya selera humor yang sama (sama recehnya :D), keresahan yang sama, pemikiran yang mirip dan tugas diklat yang sama juga, hihihi. Ya intinya, saya bersyukur berada di lingkungan yang membuat saya nyaman. Buat saya itu penting :).

Sekarang udah jam 10 malam dan seharusnya saya tidur karena besok harus bangun jam 4 pagi, tapi tadi pagi udah niat pengen nulis demi ikrar #1minggu1cerita (ini grup memang efektif deh bikin saya konsisten menulis). Minggu ini #1m1c punya topik yaitu perubahan. Kemarin sempat kepikiran ingin nulis soal jilbab, karena keputusan berjilbab adalah sebuah keputusan yang menuntut saya berubah total. Yaa dari yang sebelumnya kemana-mana ngeliatin rambut, sekarang rambutnya harus ditutup, perubahan besar kan? Tapi niat itu saya urungkan, karena saya ingin menulis sesuatu yang lebih ringan. Nanti deh kalau waktu dan suasana hatinya lagi tepat, saya cerita apa yang dulu saya pikirkan hingga saya mau berjilbab.

Nah, tadi pagi saya nemu topik lain berkaitan dengan perubahan. Topik yang lebih ringan (atau receh ya?!). Berawal dari ritual leyeh-leyeh in the morning, sambil nungguin Yovita (temen sekamar) mandi, saya nonton NebengBoy, channel-nya Boy William, di Youtube, and you know what? I really enjoyed it!!! 

Terus apa hubungannya sama perubahan?

Saya cuma mau bilang: Dunia berubah cuuuuy, TV udah nggak laku kagi, banyak orang cari hiburan di Youtube !!!

Oke revisi dikit,
TV masih laku tapi untuk kelompok manusia tertentu, dan asumsi saya jumlahnya tidak sebanyak dulu (karena nggak punya data, jadi bilangnya asumsi). Kayaknya kelompok orang yang udah bersahabat banget dengan handphone, internet dan YouTube sudah jauh dengan dunia televisi. Malah jadi stasiun TV yang ikut menyesuaikan diri, mereka tidak hanya membuat tayangan di TV, tapi juga punya channel di YouTube.

Untuk saya pribadi, saat ini acara TV yang saya tonton secara rutin cuma satu: Indonesian Idol, hahaha. Tadi pagi juga bisa nonton NebengBoy di YouTube gara-gara judul acaranya bawa-bawa Indonesian Idol. Beberapa acara di Net TV juga masih saya tonton, tapi tidak rutin, atau tidak secara sengaja menyediakan waktu untuk nonton acara tersebut, karena semua acara TV yang saya sukai, ada di YouTube.

Hal ini berdampak, kuota internet saya cepet banget abisnya :))

Kalau kata Maliq & The Essentials dalam lagu Ananda, "Di kehidupan yang berjalan, yang tak berubah hanya perubahan." Bagaimana kebiasaan-kebiasaan itu berkembang dan berubah, menurut saya menjadi fenomena tersendiri yang sangat menarik. Ini juga tanda kebesaran Tuhan. Tapi yang terpenting sebenarnya bukan apa berubah menjadi apa, tapi bagaimana manusia merespon perubahan tersebut dengan dewasa berdasarkan keyakinannya.

Kembali mengutip lirik lagu Ananda milik Maliq & The Essentials featuring Indra Lesmana,

"Ananda, dewasalah dengan cara yang kau percaya. Sempurna hanya di Surga" 


Sempurna hanya di Surga.
Sempurna hanya di Surga.
Sempurna hanya di Surga.
Sengaja ditulis 3x, biar meresap, hehehe.

Terakhir, saya ingin berbagi beberapa channel Youtube yang jadi favorit saya:
- Indonesian Idol 2018
- The Voice Indonesia (anak dan dewasa)
- The Voice USA (maklum penggemar talent show)
- Tonight Show Net TV
- Muvilla, Woman Talk, pokoknya channel yang ngomongin soal film.
- Kadang-kadang nonton Vlog, biasanya Vlognya Fitrop, sama tadi pagi Boy William (dan ternyata seru juga lihat dia muter-muter Jakarta sambil ngobrol sama VJ Daniel)
- Bayyinah Institute (kajian Nouman Ali Khan, super highly recommended).


Kedua terakhir, perubahan kebiasaan dari nonton TV jadi nonton Youtube, sebenarnya hanya perubahan media saja. Sekarang, apapun media hiburannya, semoga membuat kita semakin baik dan semakin ingat sama Yang Maha Baik yaa :)

Stay positive!

Salam,
Venessa Allia






Kamis, 04 Januari 2018

Buying Experience: Visit Ruci Art Space "Place of Belonging"


Januari 2018!
Tahun baru, pengalaman baru, jiwa yang baru (yang lebih sehat dan waras tentunya).
Di minggu pertama Januari ini, 1 minggu 1 cerita (1m1c) punya tema yaitu 'baru'. Syukurlah nggak perlu bingung harus nulis apa karena pengalaman saya hari ini sangat cocok dengan tema tersebut.

Hari ini saya membeli pengalaman baru. Untuk konteks pengalaman saya hari ini, saya lebih suka menggunakan istilah 'membeli pengalaman' (buying experience), dibandingkan 'mendapat pengalaman'. Ada perbedaan antara membeli pengalaman dan mendapat pengalaman. Pergi ke tempat baru, mencoba makanan baru, atau melakukan aktivitas baru, saya kategorikan sebagai 'membeli pengalaman'. Sementara ditabrak mobil, jatuh dari tangga atau digigit anjing, saya kategorikan sebagai 'mendapat pengalaman'. Yang saya masih bingung, kalau falling in love (agak geli nulis 'jatuh cinta') itu mendapat pengalaman atau membeli pengalaman ya? Soalnya, in my polontong opinion, falling in love adalah kombinasi antara kecelakaan, ketidaksengajaan dan keputusan, hahaha.

Aaaannyywaaay, cukup sekian mukadimah nggak pentingnya.
Langsung saja pada intinya. Pengalaman apa sih yang baru saya beli? Ini dia:

Melihat pameran lukisan "Place of Belonging" di Ruci Art Space, Kebayoran Baru. Judul paling tepat untuk foto ini adalah "Mencoba dan Berusaha Memahaminya"

Ini adalah pertama kali saya lihat pameran lukisan. Sebelumnya di Bandung, saya pernah datang ke Pasar Seni ITB, tapi disana lebih fokus ngeliat orang daripada ngeliat lukisan, karena ampun pengunjungnya penuh banget. Beberapa hari yang lalu, Lina, teman baik saya dari SMP, ngajak lihat pameran lukisan di Ruci Art Space karena dia penggemar lukisan Abenk Alter. Saat diajak, saya tidak tahu sama sekali siapa itu Abenk Alter, saya juga nggak tahu Ruci Art itu dimana, tapi emang dasar anaknya mure (maksudnya murah alias gampang diajak kemana-mana), jadi saya mau aja. Yaa di sisi lain, saya ingin juga sih nyoba jadi anak yang lebih nyeni gitu, dan saya juga suka mencoba pengalaman baru (kecuali naik tornado di Dufan, no way!), jadi ajakan Lina saya sambut dengan gembira.

Saya dan Lina janjian ketemuan di Pejaten Village, kemudian kita naik mobil ke Ruci. Siang ini lalu lintas Jakarta Selatan lagi asik, yaa setidaknya dari Pejaten ke Jalan Suryo nggak kena macet sama sekali. Nyampe sana langsung dapat parkir lagi, sebagai sopir saya happy . Ruci Art Space ini menurut saya tempat yang sangat nyaman. Lantai satu dipakai untuk coffee shop, dan lantai dua dipakai untuk galeri. Kapan-kapan saya kepengen nyoba ngopi disini, kayaknya bakal betah berjam-jam laptopan sambil nyeruput kopi fancy disini. Sesampainya di Ruci, saya dan Lina langsung naik ke lantai dua. Lina langsung seneng lihat lukisan-lukisan Abenk Alter, sementara saya, emmm saya masih berusaha menyukainya :))

Pameran lukisan ini berjudul Place of Belonging. Ada 3 seniman yang memamerkan karyanya: Abenk Alter, Glenda Sutardy dan Mark Schdroski. Singkat cerita, lukisan-lukisan ini adalah respon para pelukis dalam memaknai Place of Belonging, tidak hanya sebagai physical environment, tapi juga state of beings. Luar biasa yah pelukis tuh, mereka bisa menuangkan gagasan dalam bentuk gambar. Gagasan yang mau coba disampaikan juga tidak sederhana. Tapi, bagi saya permasalahannya adalah saya butuh lebih dari sepasang mata untuk membaca gagasan dalam lukisan mereka.

Karya Mark Schdroksi. Judul lukisan urut dari kiri ke kanan mulai dari baris paling atas: Chromatic Intestinal, Mothers Milk, Emission Chroma, Blue & Pink Crush, Moon from the Jetty, Operation, Pink Yellow Green, Sitar, Gene Edit, At the Edge, Anticipation, Moving Shadow/Pink Push. Medianya menggunakan cat minyak pada kanvas.

Pertama kali lihat lukisan di atas, komen saya: (1) suka deh warna-warni lukisannya, (2) lukisan ini akan membuat sebuah ruangan jadi makin keren, (3) kayaknya saya bisa deh bikin lukisan kayak gini doang (padahal lukisan ini sama sekali tidak 'doang'), (4) kenapa judulnya kayak begitu sih?
Dipandangi sekian lama, saya masih gagal paham korelasi antara judul dan lukisan. Terus saya inget, katanya kalau mau memahami makna sebuah lukisan, lihatnya harus dari jauh, jadi saya mundur beberapa langkah, akhirnya dari 12 lukisan, saya bisa paham 2 (lumayanlah, daripada nggak sama sekali).

Lukisan yang bawah judulnya Anticipation. Kalau dilihat, lukisan tersebut seperti menggambar bentuk telapak tangan yang terbuka, jadi semacam mengatakan tidak atau menolak. Mungkin nih, maksudnya Anticipation tuh disitu. Begitulah teori saya dan Lina
Ini dua lukisan yang paling saya suka. Lukisan bawah saya suka karena warnanya cakep banget (kalau di foto kelihatan biasa aja sih, tapi aslinya bagus deh), walau saya masih belum paham dengan judulnya (Blue & Pink Crush). Kalau lukisan yang atas saya suka karena saya yakin banget lukisan itu ngegambarin bentuk usus manusia sehingga lukisannya diberi judul Chromatic Intestinal. Keren yaaaaa.

Waktu awal ngelihat lukisan, kesan pertamanya adalah "ini gambar apa sih nggak jelas", tapi kalau udah berhasil paham malah jadi kagum sama pelukisnya, mereka jenius! Buat saya yang lebih banyak belajar sains, seni lukis adalah sebuah kemewahan yang sudah saya ikhlaskan karena keterampilan melukis bukan menjadi rezeki saya :). 

Ini karya Abenk Alter, sayangnya saya nggak nulis judulnya apa. Media yang digunakan yaitu akrilik, spray print dan crayon pada kanvas.  Kata Lina sih lukisan ini menggambarkan anak dan istrinya Abenk Alter. 

Yang ini karya Gleda Sutardy, judulnya Parallels in time. Menurut keterangan, Gleda Sutardy ini suka bereksplorasi dengan pigmen alami. Pada lukisan ini dia menggunakan mercuric sulphide and synthetic polymer on wooden panels.


Secara keseluruhan, saya suka lukisan-lukisan disini, walaupun nggak semuanya saya pahami, tapi menurut saya masih bisa dinikmati karena warna-warnanya yang eye catching. Terlebih lagi saya excited karena ini merupakan pengalaman baru. Kapan-kapan mau ah lihat-lihat pameran lukisan lagi. Ohiya, jangan lupa kalau lihat pameran lukisan, dinikmati dengan mata saja ya, karena  lukisan-lukisan ini hanya untuk dilihat dan tidak boleh disentuh (jangan berdiri melewati garis batas yang sudah ditentukan di depan lukisan). Jangan lupa juga untuk mencoba melihat lukisan dari jauh supaya bisa paham maknanya. Mungkin sama juga kayak kalau mau memaknai hidup, harus dilihat dari jauh atau dari pandangan yang lebih luas, supaya lebih paham hikmahnya. Ahey!

Place of Belonging @ Ruci Art Space, Jalan Suryo no 49 Kebayoran Baru. On going until 28 January 2017, eh 2018, Daily 11 am - 7 pm. FREE.


Cukup dulu untuk malam ini. Saatnya bobo.
Stay positive yaaaa!

Salam,
Venessa Allia

Senin, 20 November 2017

Si Penggemar Talent Show: 5 Penampilan Favorit di The Voice Kids Indonesia

Banyak orang penggemar serial Game of Throne. Lebih banyak lagi yang suka nonton serial Korea.
Beberapa orang pecinta drama TV di Indosiar. Cukup banyak orang tidak suka nonton TV sama sekali. Saya tidak termasuk di antara keempat populasi tersebut, karena kalau saya sih penggemar ajang pencarian bakat alias Talent Show. Yeaay.

Sebagai penggemar acara ‘Talent Show’ di TV, saya sudah mengikuti beberapa acara dari SMP sampai sekarang. American Idol, Indonesian Idol, Akademi Fantasi Indosiar (ngaku deh, dulu juga pasti kamu doyan juga nonton ini :p), hingga yang terakhir-terakhir ini yaitu Master Chef USA, The Voice USA, America’s Got Talent, XFactor Indonesia, The Voice Indonesia, dan  The Voice Kids Indonesia. Yap, saya nggak cuma nonton Talent Show punya Amerika aja, bakat lokal Indonesia juga saya ikuti. Saking sukanya, bahkan saya rela buang kuota hanya untuk menonton acara tersebut di Youtube jika tidak sempat nonton di TV. Bahkan jika ada penampilan yang saya suka, saya akan dengan senang hati mengulang-ngulang penampilan mereka, sampai saya bosan.

Dari semua ajang pencarian bakat, menurut saya The Voice punya mekanisme pemilihan yang paling bagus. Blind Audition menurut saya cukup adil untuk menilai peserta pertama kali berdasarkan kualitas vokal, bukan faktor lainnya. Tahapan Battle Round yang dilengkapi dengan mekanisme ‘steal’ juga seru banget. Point plus plus plus buat The Voice America karena juri-jurinya seru-seru, komentarnya kreatif, nggak basi, dan nggak berlebihan. Juga tentu saja keberadaan Adam Levine disana membuat saya semakin suka acara ini, hihihi. Bumbu-bumbu berantemnya Blake Shelton Vs Adam Levine juga kocak banget. Juri-juri ceweknya juga menarik dan bisa kocak juga. Juri cewek favorit saya pastinya Christina Aguilera.
Team #Xtina
Source: http://www.billboard.com/articles/news/6890885/the-voice-recap-season-10-christina-aguilera-returns

 Perfectly engineered!


Khusus untuk tulisan hari ini, saya ingin merekomendasikan beberapa penampilan The Voice yang menurut standar saya, termasuk bagus. Parameter bagusnya yaitu (1) Saya bisa ngulang-ngulang nonton videonya di Yotube dan nggak pernah bosen, (2) Lagu yang dibawakan bukan lagu yang saya biasa dengar, tapi gara-gara penampilan mereka, saya jadi suka. Dan karena ini berdasarkan kesukaan pribadi, jadi tentu saja sifatnya relatif dan subjektif :). Nah tapi, saya bukan akan merekomendasikan penampilan The Voice dewasa, melainkan penampilan The Voice Kids Indonesia. Yeeeeay! #supportlocaltalent #supportyoungtalent

Anak-anak-kecil-tapi-nggak-kecil-kecil-amat ini menurut saya layak di apresiasi. Untuk ikut The Voice Kids Indonesia, umur si anak maksimal 14 tahun. Nah kalau lagi nonton mereka, saya kadang ngebatin, umur 14 tahun dulu saya ngapain aja ya? Hmm, dulu saya jadi anak OSIS sekaligus Pramuka sih, tapi itu kan nggak bisa disebut prestasi juga. Saya bukan hanya mengagumi kemampuan mereka dalam bernyanyi, tapi lebih daripada itu saya mengagumi keberanian mereka menaklukan panggung, tatapan mata banyak penonton, hujatan netijen (ini sengaja nulis pake ‘j’) di YouTube yang tidak bisa berkomentar dengan santun, serta feedback dari para juri. Walaupun juri-jurinya (Agnez Mo, Bebi Romeo, dan Tulus) juga sudah sangat baik merekayasa feedback mereka sedemikian rupa agar komentar yang diberikan tetap enak didengar, tapi ’nyawa’ komentar tidaklah selalu yang bagus-bagus, kritik membangun juga diberikan dan memang dibutuhkan sih. Melihat mereka yang dengan senang hati tampil di layar kaca dan harus menerima komentar dari banyak orang, membuat saya juga belajar soal keberanian.
  
Tapi ada beberapa hal juga sih yang membuat saya kadang malas nonton acara ini, atau kalau ada bagian yang saya nggak suka ini, biasanya saya ganti channel nonton yang lain dulu. Pertama, saya paling males kalau lihat anak-anak ini bertingkah atau berbicara kayak orang dewasa. Aduuh, anak umur 12 tahun itu sebaiknya bersikaplah seperti anak 12 tahun, jangan kayak mbak-mbak 22 tahun. Yang kedua adalah pemilihan lagu. Begini, saya masih bisa terima kalau mereka menyanyikan lagu orang dewasa, karena mungkin melalui lagu-lagu orang dewasa yang variatif, mereka lebih dapat mengeksplorasi bakat mereka. Tapi yaaa alangkah jauh lebih baik kalau lirik lagunya diedit dikit laaah. Geli banget ngeliat peserta The Voice Kids, cowok yang usianya paling sekitar 13-14 tahun, bernyanyi lagu Akad dengan lirik asli “Sudikah kau menjadi istriku?” Suaranya sih bagus, tapi lagunya jadi berasa 'salah'. Kemarin ada peserta yang nyanyi lagu You Oughta Know  milik Alanis Morissette, untungnya lirik-lirik yang bahaya dalam lagu tersebut sudah diedit. Terus sebaiknya ada –lagu-lagu yang dilarang sama sekali, kayak lagu Ed Sheeran yang Shape of You. Itu lagu udah nggak mungkin juga diedit liriknya, mending dilarang sama sekali.

Oke, jadi ini 5 penampilan favorit saya dari The Voice Kids Indonesia season 1 dan 2. Urutan di bawah ini tidak menunjukan rangking. Kelimanya saya suka, tidak ada yang lebih disukai dari yang lain. Untuk adik-adik ini, menjadi apapun mereka ketika dewasa, semoga selalu menjadi sumber inspirasi dan kebaikan bagi banyak orang.

Dalilah - Bawalah Cintaku. Alasan menyukai penampilan ini: Dalilah punya suaranya unik, karakter suaranya kuat. Saya jadi suka lagu ini gara-gara dia. Dan walaupun ini ajang The Voice, bukan The Face, tapi tak bisa dipungkiri kalau dia sangat cute


Nabila - Tiba-Tiba Cinta Datang. Alasan menyukai penampilan ini: Selain suaranya bagus, tapi Nabila bisa membawakan lagu ini dengan gestur dan dinamika yang pas. Setuju dengan komentar Coach Bebi, anak ini tau bagaimana cara menyanyikan lagunya. Saya malah lebih suka versi dia daripada versi aslinya.

Michelle, Nitya, Carissa - Domino. Alasan menyukai penampilan ini: Nah battle ini seru karena ketiganya menonjol dengan kelebihan masing-masing. Yang paling mencuri perhatian adalah Michelle, suara dan cara bernyanyinya udah kayak penyanyi pro. Hebat!

Chiko - Back At One. Alasan menyukai penampilan ini: Terlepas dari pelafalan lirik Bahasa Inggris yang masih belum sempurna, tapi anak ini punya suara emas. Beberapa tahun lagi, kalau dia tetap konsisten bernyanyi, nampaknya dia bisa menjadi bintang dan bikin para ABG jerit-jerit. 

Glory - Changing. Alasan menyukai penampilan ini: Anak ini cool banget, dan kelihatannya punya good personality (nggak kenal sih, cuma nebak saja, hehe)!! Ngeliat dia bikin jadi inget sama Grace Vanderwall, pemenang America's Got Talent 2016. Glory punya suara bening, gaya natural, dan pintar memilih lagu karena sudah membawakan lagunya Abang John Mayer. 

Yap! Itu adalah kelima penampilan favorit saya di The Voice Kids Indonesia yang hingga sekarang masih suka saya tonton kalau lagi bosan. Tapi, dari seluruh bakat yang pernah saya tonton di berbagai acara Talent Show, ada satu penyayi yang menurut saya sangat-sangat-sangat luar biasa. Namanya Mandy Harvey dari ajang America’s Got Talent. Yang membuat Mandy sangat menarik, bahkan mendapat Golden Buzzer dari Simon Cowell  (sebuah mekanisme di ajang America’s Got Talent dimana peserta dengan Golden Buzzer dapat lolos langsung ke babak berikutnya), bukan hanya suaranya yang lembut dan kemampuannya dalam menciptakan lagu, tapi juga pengalaman hidupnya yang dapat memberikan siapapun juga pelajaran berharga. Saya yakin Simon juga kagum banget  sama bakat musik Mandy yang tetap saja bersinar walaupun dia telah kehilangan kemampuan pendengarannya. Yeah, she is a deaf singer. I really recommend you to watch this: 

Menonton penampilan Mandy, membuat saya menyaksikan (lagi, dan lagi) kebesaran Tuhan. Allah Maha Besar.


OKE! Cukup dulu ya cerita hari ini. Ohiya, tulisan hari ini adalah tulisan pertama saya setelah bergabung dalam komunitas #1minggu1cerita. Semoga walaupun capek, sibuk, lagi PMS, lagi sakit atau dalam kondisi bagaimanapun juga saya tetap konsisten untuk berbagi setidaknya 1 cerita setiap minggu. Lebih penting lagi semoga dalam setiap cerita, ada setidaknya 1 saja kebaikan yang bisa diambil.

Semoga bermanfaat. Stay positive yaaa.


Salam,
Venessa Allia

P.S: Ini media sosialnya #1minggu1cerita. Kamu bisa dapat banyaak sekali inspirasi dan semangat menulis disini:
Twitter: @1mg1cerita
Grup Facebook: https://www.facebook.com/groups/1minggu1ceritaKita/
Instagram @1minggu1cerita
Web: 1minggu1cerita.com

Jumat, 10 November 2017

Waktu Yang Tepat

Lo percaya nggak sama yang disebut ‘waktu yang tepat’? Gue percaya. 

Tulisan ini akan menjadi tulisan yang cukup panjang. Tapi semoga tidak membuang-buang waktu bagi siapa saja yang sudah sudi mampir (lagi) ke blog ini. Jadi ceritanya gini…

Dari kecil gue suka nulis diary. Tidak konsisten setiap hari atau setiap minggu sih (tuh kan dari kecil gue tuh udah punya masalah sama namanya konsistensi, persistensi, dan istiqomah), tapi kalau ada peristiwa penting dalam hidup gue, misal dibeliin sepatu baru, dikasih coklat sama cowok (anak kecil banyak gayaaa), atau sehabis terima rapot, biasanya peristiwa-peristiwa tersebut akan gue tulis dalam diary. Hobi ini berlanjut sampai gue SMP, tapi entah apa sebabnya berhenti saat SMA. Lalu kemudian saat kuliah, teman gue, Hawa, mengenalkan gue dengan blognya Raditya Dika, hingga akhirnya blog ini menjadi bacaan yang kala itu tidak pernah gue lewatkan. Karena sering baca blog orang, dan terinspirasi dari Hawa yang udah punya blog sendiri, gue pun akhirnya latah bikin blog juga. Blog pertama gue lahir sekitar tahun 2009, judulnya alwayshappyvenesssa.wordpress.com (silahkan dicari, siapa tahu ada yang curious labilnya gue jaman kuliah macam apa, hihihi). Mau tau nggak inspirasi judul blognya gue dapat dari mana? Gue inget dulu pernah ada isu panas soal terbitnya majalah Playboy Indonesia. Edisi pertama majalah tersebut menampilkan Andhara Early dengan headline Always Happy Early. Hahaha entah kenapa menurut gue judul headline-nya keren jadi gue contek sebagai judul blog (judul headline-nya loh yaaa, bukan majalahnya). Adanya blog ini membuat gue resmi melabeli diri sendiri sebagai seorang blogger.

Walaupun waktu kecil gue bukan penulis diary yang konsisten, ternyata di masa-masa awal menulis blog, gue cukup rajin loh. Setelah gue tengok lagi blog lama gue, ternyata selama 14 bulan, gue berhasil mempublikasikan 52 tulisan. Jadi sekitar 3-4 tulisan per bulan, alias hampir seminggu sekali gue nulis. Lumayanlah yaaa (apalagi kalau lihat frekuensi blogging sekarang yang makin… ah sudahlah). Jadi, intinya adalah gue sangat menikmati aktivitas menulis di blog, hingga gue sadar kalau ternyata hobi gue yang sebenarnya adalah menulis, bukan membaca. Dan sebagaimana banyak sekali orang di muka bumi ini yang hobi menulis dan ingin menerbitkan buku, gue pun sama. Menulis buku menjadi salah satu mimpi yang pernah gue tulis di dream board gue pada tahun 2011.

Lalu setelah mimpi itu tertulis, apa yang lantas gue lakukan untuk mewujudkan mimpi itu? Jawabannya adalah.. tidak ada, kecuali nulis di blog kalau lagi ada mood dan ide, tanpa paksaan, tanpa dorongan, semua murni gue lakukan ketika gue ingin. Alhasil yang terjadi adalah konsistensi menulis semakin menurun. Semakin banyak hal yang terjadi dalam hidup gue sehingga gue lupa, malas atau terlalu lelah untuk menulis lagi. Kalau kata penulis favorit gue, Kang Adhitya Mulya, life happens. Selama 6 tahun mimpi menulis buku menjadi mimpi kosong yang tidak pernah serius diikhtiarkan.

Hingga ‘waktu yang tepat’ itu tiba, akhir Agustus lalu. Supaya singkat, gue akan menceritakan kronologi kejadiannya menggunakan diagram alir (ala-ala) sebagai berikut:

Juli 2017 alhamdulillah gue wisuda S2 à Oktober 2017 gue fokus banget nyari kerja, satu bulan itu gue menjalani proses rekrutmen di 3 perusahaan berbeda: 1 BUMN, 1 start-up sociopreneur, 1 perusahaan retail fashion Eropa (yang mana udah gue kecengin dari lama karena perusahaan ini punya sustainability commitment yang serius banget) à Akhir Agustus gue harus menghadapi kenyataan bahwa gue ditolak di ketiga perusahaan tersebut à Gue sedih (of course), tapi gue tahu kalau kejadian seperti ini bukanlah resiko yang tidak terprediksi ketika gue dahulu memutuskan resign, jadi ya sabar aja, sambil berusaha lagià Gue mikir, kalau kegiatan gue cuma fokus apply kerja doang, yang ada gue bakal sinting karena bosan, mau bagaimanapun juga proses rekrutmen itu butuh waktu dan kesabaran à Gue harus mencari kegiatan lainnya à Gue ikutan Mentoring Menulis Online dengan tekad dalam 30 hari naskah buku gue akan jadi.

Yeah, waktunya tiba. Gue punya waktu, energi dan terpenting lagi tekad, untuk mewujudkan sebuah niat baik yang dulu pernah gue tulis.

Sekilas tentang Mentoring Menulis Online (MMO)

Jadi, MMO adalah sebuah program yang dikelola oleh Inspirator Academy, milik Mas Brili Agung (satu lagi orang yang gue ketahui sangat ambisius, in positive way, dengan mimpi luar biasa besar). Program ini menggaransi bahwa setiap mentee akan dapat menyelesaikan naskah bukunya dalam 30 hari, tentu saja jika mentee tersebut mengikuti sistem yang sudah didesain sedemikian rupa. Gue pertama kali denger MMO dari Teh Dian, temen di Siaware, dia berhasil menerbitkan bukunya setelah ikut program ini. Gue beli dan baca bukunya juga. Dari Teh Dian gue tahu kalau ternyata di Indonesia ini ada loh program semacam MMO ini untuk orang-orang yang punya mimpi pengen jadi penulis. Nah, masalahnya informasi soal MMO pertama kali gue dengar ketika gue lagi ribet banget nyelesaiin tesis, jadi saat itu gue cuma simpan infonya dengan label “very nice information”, tanpa ada rencana untuk mengikutinya dalam waktu dekat. Hingga suatu hari gue tahu kalau satu lagi temen gue ikutan MMO: Yosay. Yosay temen gue dari S1 dan masih sering ngobrol sama gue hingga saat ini. Yah emang udah takdir Allah, saat bulan Agustus gue mengalami kepusingan hidup, gue tiba-tiba terpikir untuk ikutan MMO ini. Gue hobi menulis, punya waktu, dan memang ingin bikin buku. Kurang cocok apalagi? Gue langsung chat Yosay dan nanya-nanya soal programnya. Singkat cerita, tanggal 1 September gue mulai kelas pertama gue. Lebih dari itu, gue mulai lembar pertama buku gue. 

Tiga puluh hari kemudian, draft novel ini jadi, walau belum di edit dan revisi. Bukan satu bulan yang mudah. Di satu minggu pertama saja gue sudah kepikiran untuk berhenti karena gue berhadapan pada kondisi yang super tidak nyaman yaitu 'dipaksa menulis'. Apalagi waktu itu kondisinya gue baru bayar DP 50%, jadi ada bisikan setan yang mengatakan "Nggak rugi-rugi amatlaaah, udah keluar ajaa." Ohiya satu lagi, di minggu pertama setiap mentee diminta mendeklarasikan komitmennya dan mengajak sebanyak-banyak orang untuk foto bersama dengan tulisan deklarasi komitmen tersebut, serta mempublikasikannya di media sosial. Duh beneran deh, gue paliiing males melakukan hal seperti itu. Tapi gue tahu tugas tersebut memiliki tujuan baik, jadi akhirnya gue lakukan juga, bahkan abang gojek pun gue ajak foto bersama (haha euweuh talent deui). Nggak tanggung-tanggung gue declare kalau bukunya akan menjadi best seller, padahal saat itu mau bikin cerita yang seperti apa juga gue masih bingung. Yaaa, tapi kalau mimpi kan katanya nggak boleh tanggung-tanggung, jadi silahkan bermimpi besar :). Siapa tau doa ini dikabulkan Allah. 


Gue dan Mama. Mama yang mungkin sering bingung dengan keputusan-keputusan yang gue ambil, tapi selalu merestui <3 .="" td="">

Pada akhirnya gue membulatkan niat mengikuti MMO. Gue sempet solat istikharah dulu loh sebelum membulatkan keputusan, soalnya sempet galau mau lanjut atau nggak (tau sendirilah, labil is my middle name, hihi). Lalu gue merasa diberikan petunjuk ketika setelah satu minggu, gue dipilih menjadi mentee terbaik minggu pertama untuk kategori fiksi. Alhamdulillah, gue jadi lebih percaya diri dan berpikir "Hmm mungkin memang sekarang waktu yang paling tepat untuk mengikuti program ini, yaudah deh terusin aja apapun resikonya."  

Setelah 30 hari masa penyelesaian naskah, gue masuk ke tahap revisi dan editing. Targetnya adalah naskah akhir selesai sebelum tanggal kunjungan ke penerbit. Kurang lebih 3 minggu waktu yang gue butuhkan untuk ngebut merevisi naskah, termasuk waktu jeda sejenak, nggak buka naskah sama sekali, semata-mata untuk mengendapkan pikiran dan biar tetap waras, hahaha.  

Naskah novel pertama, ciyeeee!

Kayaknya bener deh kalau manusia itu harus hati-hati dengan apapun yang ditulis, karena beneran (seizin Allah) bisa jadi kenyataan, walau mungkin dengan sedikit penyesuaian yang lebih baik menurut Allah. Ini kedua kalinya gue mengalami hal yang seperti itu. Pertama waktu SMA, gue kepengen banget masuk TL ITB. Buku tulis waktu gue kelas 3 SMA, biasanya gue kasih tanda tangan terus gue tulis di bawahnya TL ITB 2007 atau FTSL ITB 2007. Singkat cerita, tahun 2007 gue beneran kuliah di ITB, masuk SITH, sebuah takdir yang amat sangat gue syukuri. Lalu hidup mengalir panjaaaaaang, gue melangkah ke mana-mana dulu hingga akhirnya tahun 2015 gue beneran loh kuliah di TL sebagai mahasiswa S2. Perkara nulis buku ini juga sama. Tahun 2011 gue tulis di dream board bahwa gue ingin menulis buku. Lalu sekali lagi hidup terus berjalan hingga mungkin gue sempat lupa pernah memimpikan hal ini. Butuh waktu lebih dari 6 tahun, hingga akhirnya Oktober 2017, naskah buku gue jadi juga. Mungkin buat siapapun yang mendengar pengalaman ini, rasanya akan biasa aja, tapi bagi gue yang menjalani sendiri, ini adalah hal luar biasa. Rasanya kayak bener-bener merasakan ‘campur tangan’ Tuhan dalam hidup. Yah, Tuhan memang Maha Besar, tidak ada keraguan. Tidak semua orang juga dapat merasakan kemewahan seperti ini, gue sangat beruntung dan harus lebih banyak bersyukur.

Buku ini memang belum pasti diterbitkan oleh penerbit mayor. Program MMO membantu peserta untuk menyelesaikan naskah, tapi perkara naskah tersebut dapat diterbitkan di penerbit mayor atau tidak, itu tergantung penerbit, kekuatan naskah dan niat penulis itu sendiri. Salah satu kelebihan program MMO ini adalah adanya kunjungan ke penerbit sehingga dapat memfasilitasi setiap pesertanya untuk bertemu langsung dengan editor di penerbitan yang besar dan menyerahkan naskahnya secara langsung. Akhir Oktober kemarin, gue kunjungan ke Penerbit Republika yang selama ini sudah menerbitkan buku-buku Tere Liye favorit gue. Kunjungan ini tentunya memperkaya wawasan gue terkait dunia penulisan dan penerbitan. Menurut Mbak Ana sebagai editor naskah fiksi, naskah yang sampai ke mejanya akan mendapat feedback paling lama setelah 3 bulan karena ada banyak sekali naskah yang harus dibaca. Lama banget kan. Tapi untungnya Penerbit Republika tidak keberatan kalau penulis mengirimkan karyanya secara paralel ke penerbit lain, jadi minggu kemarin gue coba kirim juga naskah gue ke penerbit lain. Tapi yaaa tetep aja sih feedbacknya nggak bisa instan. Sabaaaar. Setidaknya gue sudah melakukan porsi gue: berusaha.

Kita lihat 2 bulan lagi ya, kalau pun nggak lolos di penerbit mayor, naskah ini bisa jadi akan gue terbitkan lewat jalur self-publishing. Atau, mungkin gue bagi-bagi saja ceritanya secara sukarela di Wattpad atau Gramedia Writing Project. Yang pasti gue sudah cukup bangga karena berhasil menyelesaikan novel fiksi pertama gue ini, dan berjanji akan menulis lagi. Jika karya ini bisa dibaca banyak orang, apapun bentuknya, gue akan tambah bersyukur.

Ya ampun, waktu tahun 2015 aja ketika review buku Pak Josef Bataona yang gue tulis di blog ini, direspon langsung bahkan direpost oleh Pak Josef di blognya, gue udah seneeng banget. Mungkin setara dengan kebahagiaan pemenang nobel sastra. Apalagi kalau beneran bisa lihat ada buku di rak Gramedia dengan nama penulis Venessa Allia, kayaknya gue bisa pingsan, haha.
Ya sudahlah, saat ini tidak perlu berandai-andai yang berlebihan dulu. Usaha saja terus, sambil dibawa doa, dan biarkan Tuhan membukakan jalan kebaikan. Sebenarnya sih sudah ada 1 orang yang membaca buku ini secara lengkap: Yohanna, seorang teman yang gue kenal di Nutrifood. Dan entah apakah karena anak ini  emang baik hati banget atau emang dia bener-bener suka sama novel gue, tapi responnya terhadap buku ini sangat-sangat membuat gue bahagia, Aaah Thank you Yoooo!

Banyak orang di luar sana yang jago menulis. Banyak banget. Bahkan di sekitar gue sendiri, gue melihat banyak sekali orang yang bisa membuat tulisan yang informatif, menyentuh dan enak dibaca. Tapi menjadi penulis sebesar Andrea Hirata, butuh lebih dari itu. Gue nggak tahu apa yang ada di otak Andrea Hirata hingga dapat menuliskan cerita semenarik novel 'Ayah', tapi gue yakin prosesnya butuh kesabaran dan semangat untuk terus menulis, membaca dan belajar. 

Gue banyak belajar selama 2 bulan terakhir ini. Menyelesaikan sebuah buku, bukan hanya sekedar menyelesaikan sebuah plot cerita. Tapi ada banyak perdebatan dengan diri sendiri, dari mulai memutuskan nilai-nilai apa yang ingin dibagi hingga segala perlawanan mengalahkan rasa lelah dan malas. Tentu saja gue pun tidak ingin membuat sebuah cerita yang sama sekali tidak ada nilai baiknya. Gue nggak mau membuang-buang waktu orang yang sudah bersedia membaca. Apalagi kalau udah membayangkan suatu hari mungkin semua yang gue tulis ini akan diminta pertanggung jawabannya. Heft. Proses selama MMO juga mengajarkan gue untuk menurunkan ego karena harus mau menerima feedback dan kritik. Buat gue ini bukan hal mudah, karena gue bukan orang yang suka dapet feedback, untungnya gue tahu kalau feedback itu baik. Hehehe. Ohiya satu lagi, dan menurut gue ini yang paling penting, beres proyek ini, gue nggak lagi-lagi mau ngatain “buku A jelek, buku B nggak seru atau buku C ceritanya gitu doang.” Gila, dikata gampang apa bikin novel. Susaaah ciiing.

Ah, tuhkan gue mulai sok tahu lagi. Yah anggap saja itu hikmah yang ingin gue bagi J

Novel gue ini judulnya “Cerita Shabira”. Potongan cerita di bawah ini adalah salah satu bagian favorit gue.

Saat gue mematikan laptop, seseorang membuka pintu kamar gue tanpa mengetuk terlebih dahulu. Anak songong berjaket biru itu nongol dari balik pintu.
“Lo bisa nggak sih ngetuk pintu dulu sebelum masuk?” Gue menegur Alta atas kebiasaan buruknya tersebut.
“Hehehe, yaa kalau pintunya nggak dikunci berarti kan lo lagi santai di kamar, ngapain juga gue ngetuk pintu segala.” Alta nyelonong masuk kamar gue lalu duduk di kasur, “Lo habis ngapain ngobrol sama siapa sih? Seru amat kayaknya. Bang Satryo ya?” Gue nggak pernah cerita soal Satryo ke Alta, pasti dia tahu dari Kak Gladys.
“Habis Skype sama Meira. Anak kecil nggak usah sotoy.” Gue memasukan laptop ke tas, lalu menoleh ke arah Alta, “Lo mau ngapain ke kamar gue? Tidur sanaaa!” Malam ini gue sedang tidak ingin berlama-lama ngobrol dengan Alta.
“Gue tidur di kamar lo ya.” Alta seketika mengambil bantal dan tiduran di kasur gue. Gue pun langsung menarik tangannya.
“Iiiih apa-apan lo! Kalau nggak ada yang penting keluar sanaa. Gue capeek!” Alta hanya tersenyum jahil, bangkit berdiri lalu mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketnya.
“Nih buat anak old school yang masih dengerin CD di era digital. Mulai besok pagi, bangun tidur jangan lupa ketawa ya!” Alta melempar sebuah kotak CD berwarna ungu ke atas kasur, lalu meroket keluar kamar secepat ia melesat masuk. Gue mengambil kotak CD tersebut. Alta baru saja memberikan gue sebuah CD dari Maliq & D’Essentials yang berjudul The Beginning of a Beatiful Life. Ada sebuah kertas menempel di baliknya, dihiasi tulisan tangan yang gue kenal.

“If we believe in something, and we just keep on trying, we will survive, we will survive.” (Maliq & D’Essentials)    

P.S.
Udah lama nggak ngobrol sama lo, Kak. Apapun yang terjadi dalam hidup lo, jangan lupa ketawa yah. Alta.

---

Terimakasih yaa sudah membaca. Untuk siapa saja yang berminat ikut MMO, boleh japri gue, atau tinggalkan komen disini. Insya Allah gue bisa bantu J.

Salam,
Venessa Allia