Kamis, 03 Agustus 2017

Dear Zindhagi. Dear Life.

Genius is not someone who has all the answer, but someone who has patience for all the answers.


Kalimat diatas adalah potongan kalimat dari film India yang baru saya tonton kemarin. Judulnya Dear Zindhagi. Aaand I love this movie!!! Soalnya banyak dialog baguuuus, banyak memberikan pemahaman baik. Zindhagi sendiri dalam Bahasa India artinya kehidupan, dan sesuai judulnya film ini banyak memberikan pemahaman tentang berbagai hal yang terjadi dalam hidup seseorang. Tentunya dalam format film yang tidak membosankan, pengambilan gambar yang bagus, aktor dan aktris yang sangat baik (Sakh Rukh Khan, no wonder), lagu-lagu yang enakeun dan kawin banget sama cerita filmnya. Serta yang tidak kalah penting adalah film ini termasuk film India yang nggak banyak jogednya. Hihi.

Film yang ditayangkan tahun 2016 ini memiliki cerita yang cukup sederhana, dan menurut saya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Maksud saya, siapapun termasuk diri saya sendiri dan orang-orang terdekat bisa saja mengalami hal yang serupa atau hampir sama.  Seorang wanita bernama Kaira (diperankan oleh Alia Bhatt), berprofesi sebagai sinematografer, suatu hari mengalami suatu kenyataan yang membuat dirinya sangat kecewa dan depresi hingga sulit tidur, lalu datanglah dia ke seorang terapis (psikolog), dan seiring berjalannya waktu mengalirlah banyak cerita-cerita yang memberikan pemahaman-pemahaman baru bagi Kaira (dan tentu saja bagi saya yang menonton filmnya). Banyak pesan yang disampaikan tanpa menggurui, tapi mengajak untuk merasakan dan memahami. Sederhana, tapi bernilai.

Kenapa saya nonton film ini?
Sejujurnya saya menonton film ini sebagai salah satu exercise dari sebuah program sekolah pra nikah online yang sedang saya ikuti. Sebelumnya saya sama sekali tidak tahu tentang film Dear Zindhagi ini, hingga minggu kemarin menonton film ini menjadi salah satu PR yang diberikan kepada kita sebagai peserta. Dan setelah menonton film ini, saya paham mengapa menonton film ini dijadikan PR dalam sebuah program sekolah pra nikah. Karena film ini juga mengajarkan banyak hal yang penting untuk seseorang pahami sebagai bekal membangun hubungan dengan pasangan dan bekal menjadi orang tua suatu hari nanti. Karena, bocoran sedikit, karakter dan sudut pandang yang dimiliki oleh Kaira saat dia dewasa banyak diakibatkan oleh pola asuh dan pengalaman yang dia dapat dari orang tuanya ketika dia kecil. 

Selesai nonton film ini, saya langsung menghubungkan banyak hal yang diceritakan di film ini ke kehidupan saya sendiri. Semakin dewasa (ciee yang udah dewasa), saya pun semakin sadar bahwa apa adanya saya sekarang, sedikit banyak dipengaruhi apa yang diajarkan orang tua saya sewaktu saya kecil. Saat ini saya merasa menjadi pribadi yang cukup mandiri, karena kalau diinget-inget lagi, kemandirian merupakan nilai penting yang orang tua saya ajarkan sedari saya kecil. Inget banget waktu kecil udah disuruh ke dokter gigi sendiri, padahal waktu itu umurnya baru sekitar 7 tahun. Papa juga sering bilang kalau papa sama mama nggak akan hidup selama-lamanya jadi harus bisa mandiri. Alhamdulillah, saya pun merasa menjadi orang yang suka belajar karena didikan orang tua yang membuat saya percaya bahwa segala sesuatu itu ada ilmunya dan bisa dipelajari. Kalau kata bokap mah, sesimple ngegulung kabel itu ada ilmunya, harus dipelajari, nggak bisa instan atau langsung bisa. Ikut sekolah pra nikah juga motifnya karena ingin belajar dan mempersiapkan diri. Anyway, sepengamatan saya, beberapa orang masih melihat sekolah pranikah (SPN) sebagai sesuatu yang tabu. Kayak, emm perlu ya ikut SPN?  Bahkan diri saya sendiri sejujurnya pernah punya prasangka negatif (astagfirullahaladzim) bahwa menjamurnya sekolah pra nikah yang ada saat ini adalah bagian dari bisnis pernikahan yang sekarang makin ramai. Astagfirullah, kadang-kadang pikiran manusia emang bisa jahat banget ya, jadi merasa bersalah sempet mikir kayak gitu L. Yang bisa saya bilang adalah menurut saya tidak ada kewajiban sih ikut SPN, ikut atau tidak ikut adalah pilihan yang mengandung konsekuensi. Saya percaya untuk bisa membangun rumah tangga yang orientasinya bahagia dunia akhirat dan menjadi berkah bagi umat (berat yaaa cuuuy) itu perlu ilmu dan pemahaman baik. Maka daripada itu saya memilih untuk belajar melalui SPN ini, meski saya sadar tidak ada jaminan atau data valid yang menunjukan bahwa yang udah ikut SPN, rumah tangganya bakal lebih sakinah dibandingkan yang belum ikutan. It's not that simple :)
Beberapa minggu lalu juga sempet ngobrol sama my circle of friends tentang investasi menjelang pernikahan. Waktu itu ceritanya temen saya cerita biaya pre-marital check up yang mahaaal. At the end, kita (atau saya sih lebih tepatnya) berkesimpulan bahwa ngeluarin duit buat pre-marital check up lebih berguna daripada ngeluarin duit untuk gimmick pernikahan lainnya, hahaha. Berinvestasi untuk mempelajari ilmu pernikahan yang berkah dunia akhirat juga salah satu hal yang menurut saya sangat layak J (sebelum teman-teman berasumsi macam-macam, saya kasih tau aja kalau saya sendiri belum tau bakal nikah sama siapa :p)

Aaaanywaaay. Ini topiknya jadi melebar banget yaa, hahaha. Jadi tadi lagi bahas apa? Ohiya Dear Zindhagi. Ada satu hal lagi pelajaran penting yang saya dapat dari film ini. Mudah-mudahan nggak jadi spoiler. Film ini menambah lagi keyakinan saya bahwa “well, sebagaimana diri sendiri yang jauh dari kesempurnaan, maka saya pun tidak bisa menuntut orang lain untuk selalu bersikap benar tanpa salah.”. Tanpa bermaksud merusak semangat self improvement, tapi saya sadar bahwa diri saya tidak sempurna, sehingga tidak adil kalau saya menuntut kesempurnaan dari orang lain.  Belakangan saya jadi sering mikir, kalau lagi misal (astagfirullah) kesel sama nyokap, saya langsung bilang sama diri sendiri “come on Allia, kamu juga belum bisa menjadi anak berbakti yang sempurna membahagiakan orang tua, jadi kenapa harus kesel. Kamu bisa salah. Mama bisa salah. Semua manusia bisa salah”. Menerima ketidaksempurnaan (dengan tetap berusaha menjadi the best version of yourself) kayaknya cara hidup yang efektif bikin bahagia deh. Kalau kata ustad Nouman Ali Khan “So, what if this life is not perfect? It’s not Jannah”. Pertama kali baca statement beliau ini rasanya pengen teriak “myeeee mauuu ke surgaaa”

So, Dear Zindhagi masuk deh ke top 3 film India favorit saya. Peringkat pertama masih 3 Idiots (judulnya boleh ‘idiots’, filmnya sih menurut saya jenius), terus peringkat kedua Kuch Kuch Hota Hai (bahkan film ini kadang masih saya tonton kalau ada di tv), peringkat ketiga boleh deh Dear Zindhagi, menggeser Kabhi Khusie Kabhie Gham :D.

Ada benang merah antara hobi saya baca buku Tere Liye, ikutan SIAware dan suka film Dear Zindhagi. Yaps, pada intinya saya selalu suka segala media yang bisa memberikan pamahaman baik. Dear Zindhagi, terimakasih sudah membuat saya sedikit lebih mengerti J.



Terimakasih juga untuk kalian yang sudah membaca. Correct me if I’m wrong yaa J. Soalnya saya sering sok tahu juga, dan ilmu agama saya yang masih cetek, jadi open discussion untuk semua opini ini J

Salam,
Venessa Allia 

0 comments: