Sabtu, 01 September 2018

Ikut Euforia Asian Games 2018



Gue tidak menemukan judul yang lebih tepat selain apa yang tertulis di atas. Yaps, gue mengikuti dan sangat menikmati euforia pesta olah raga terbesar di Asia ini. Walaupun nggak berkesempatan nonton satu pertandingan pun secara langsung, atau nonton ke-epic-an opening ceremony-nya itu, atau closing ceremony yang Insya Allah akan diselenggarakan besok malam, tapi tetap saja gue mengikuti arus berita dan menonton pertandingannya di TV. Gue download aplikasi Asian Games di handphone supaya bisa update berita dan perolehan medali, gue nonton berita-berita soal atlet Indonesia di Youtube, and most of all gue ikhlas traffic di Jakarta jadi harus Ganjil-Genap 15 jam sehari, 7 hari seminggu.

Gue perhatikan selama 15 hari ini, atlet beneran jadi bintang di negeri ini, dan menariknya nggak cuma atlet badminton yang relatif sudah sering merasakan spot light, tapi atlet panjat tebing, pencak silat, sepak takraw, dan olah raga yang nggak populer-populer amat di Indonesia pun bernasib sama. Mereka jadi bahan berita, menjadi sorotan, lebih dikenal, dan banyak diidolakan, which is good. Karena menurut gue mengidolakan atlet tuh lebih konstruktif dibanding mengidolakan bintang sinetron, hehehe. Menariknya lagi, event besar ini membuat gue pribadi (dan cukup yakin berlaku juga untuk masyarakat pada umumnya) jadi lebih sering menonton pertandingan olah raga, padahal sebelumnya nggak peduli-peduli amat, kecuali badminton dan piala dunia (yang nggak ada Indonesia juga). Knowledge tentang olah raganya jadi nambah juga. Jadi tahu ‘hooo sepak takraw tuh mainnya begini’, ‘hooo lari estafet tuh aturannya begini’, dan ‘hooo’ yang lainnya. Termasuk juga memunculkan beberapa kekaguman kayak “itu gimana caranya panjat tebing bisa secepet itu” atau “gile ya China bisa jago di semua cabang olah raga”, atau kekaguman yang lebih sampah seperti “itu atlet renang badangnya bisa kotak-kotak semua yaaa”. Ah ya, dan ada juga satu pertanyaan tak terjawab sampai saat ini “kenapa sih pemain voli tuh dikit-dikit tos mulu, mau bola masuk atau nggak masuk, pastiii tos”.
Walaupun knowledge bertambah, sayangnya sih event ini belum berhasil menginspirasi gue untuk rajin berolah raga, hahaha. Sempet tuh udah pengen banget nyemplung kolam renang gara-gara lihat pertandingan nomor renang, tapi apa daya setiap weekend pagi itu aku lemah ingin bobo lebih lama, hihihi.  

Masih dalam rangka euforia Asian Games, gue kepiran bahwa dalam konteks nasionalisme dan bela negara, selain tentara, atlet tuh profesi yang konkret banget sih kontribusinya ke negara. Musuhnya jelas (lawan tanding), perangnya jelas (adu skill dalam olah raga), yang dibela juga jelas banget (negerinya sendiri). Jadi kalau berhasil dapetin medali tuh kayaknya bisa (walaupun tidak boleh) sombong untuk bilang “Gue udah kasih sesuatu untuk Indonesia.” Karena tujuannya juga jelas banget, yaitu untuk menang dan mengibarkan bendera Indonesia di tiang tertinggi, maka usaha dan pengorbanan yang mereka lakukan juga rasanya worth every second deh. Terlepas dari soal penghargaan dan urusan kesejahteraan, profesi ini menjadi sangat menarik. Semoga makin banyak yang terinspirasi jadi atlet, ya kalau gue sih udah nggak mungkin, lari 6 keliling SARAGA aja dulu gue mau tewas. Mungkin anak gue nanti jadi atlet. Ibu dukung nak, apalagi kalau kamu bisa dapet bonus 1,5 M kayak sekarang, dadakan milyuner deh keluarga kita.  #materialmom #halu.

Pertandingan Asian Games juga sempat membuat gue berkontemplasi (coz overthinking is my middle name, hihihi). Di suatu pertandingan yang gue tonton di TV, gue sempet kepikiran, kayaknya kalau ada negeri ini mau bersatu, kita tuh butuh common enemy deh untuk menyatukan. Kelihatan banget kan kalau ada pertandingan olah raga Indonesia melawan asing, semua orang Indonesia akan kompak membela, berteriak dan berdoa untuk kemenangan Indonesia. Nggak ada yang peduli tuh dengan perbedaan-perbedaan, yang dipedulikan hanya mengalahkan musuh. Jadi kayaknya tuh kita butuh musuh untuk bisa kita lawan bareng-bareng, baru deh kita bisa bersatu. Tapi terus gue merasa pikiran gue agak terlalu radikal. Lalu entah inspirasi darimana (bisa jadi hidayah dari Tuhan), setelah gue pikirin lagi kayaknya solusi persatuan itu bukan keberadaan common enemy nya. Ya kali masa negeri ini harus dijajah asing dulu baru beneran bisa bersatu untuk melawan penjajah. Yang penting itu punya satu tujuan yang  sama, common goal. Adanya common goal sebagai landasan persatuan menurut gue solusi yang lebih bertanggung jawab dibandingkan berharap ada common enemy yang mempersatukan, karena common goal lahirnya yang dari kesadaran diri kita sendiri. Nah, supaya kuat ikatannya dan berkelanjutan, common goal itu nggak bisa sesuatu yang biasa-biasa aja, harus sesuatu yang paling tinggi, paling penting dan berdampak paling positif. Sesuatu yang butuh seumur hidup untuk mengusahakannya, supaya bersatunya juga nggak sehari dua hari doang tapi selama-lamanya. Pertanyaannya sekarang, apa sih common goal yang sebesar itu? emang ada? hehehe dalam hati kayaknya gue tahu apa jawabannya (tapi terus nggak mau ditulis disini :p)

Hmmm apalagi ya yang menarik dari Asian Games? Kalau soal dua tokoh politik yang berpelukan dipersatukan oleh gold medalist pencak silat, gue males ngebalesnya karena udah dibahas dimana-mana. Oh fakta menarik lagi yang gue tangkap dari event ini adalah yaampuun atletnya muda-muda banget yaaa sekarang. Gue bangga sekali dengan adek-adek gemes berprestasi iniiii. Dan yang tidak kalah menariknya, kalau dulu gue kok jarang ngeliat atlet good looking kecuali pemain sepak bola, sekarang kok atlet Indonesia yang good looking bertaburan di mana-mana. Hahaha, monmaap paragraf yang ini agak sampah sedikit :D.

Satu hal lagi yang membuat gue begitu menikmati euforia Asian Games ini, yaitu waktu yang dihabiskan bersama Papa dan Mama untuk nonton pertandingan bersama. Soalnya jarang-jarang nih ada acara TV yang bisa kita nikmati bertiga karena yaa masing-masing punya preferensi sendiri, termasuk preferensi untuk nggak nonton TV, hihihi. Belum lagi obrolan-obrolan saat menikmati pertandingannya. Ah priceless. Thank you so much Asian Games!

Terakhir, kali ini mau sok-sokan jadi pengamat. Indonesia butuh banget-nget-nget fokus dan total pada pembinaan olah raga olimpiade yang banyak nomornya, kayak atletik, gimnastik dan renang. Supaya kita bisa dapet lebih banyak medali lagiiii. Coba deh bandingin sepak bola sama nomor lari 100 m. Sepak bola butuh sangat banyak resources untuk dapat 1 medali emas, sementara lari, less resources for same result. Efficient. Ya gue yakin sih fakta ini sudah disadari banyak orang sedari lama, tulisan ini hanya ingin menggaris bawahi lagi bahwa penting banget untuk Indonesia jago di nomor renang dan atletik.

Alhamdulillah Asian Games 2018 di Indonesia bisa dibilang sukses. Sejauh ini belum denger ada major problem yang bikin malu negara. Dibalik kesuksesan ini pastiiii ada orang-orang yang pusing dan khawatir, ada mereka yang setia berdoa, ada juga mereka yang sempat ribut dan bertengkar, ada pun yang ingin segera menyudahi event ini karena lelah. Untuk mereka semua, semoga lelahmu menjadi berkah dari Allah. Ammiinn.

Oke deh, udah dulu ya. Tulisan yang cukup panjang dari gue yang sudah lama nggak blogging, hehe.
Stay positive yaaa!

Salam,
Venessa Allia

1 comments:

Anonim mengatakan...

Kece badai, beberapa sepikiran ama ino tulisan hahahaha
Thankyou btw... Kayaknya komen jado anon enak juga wkwkwk