Gue tidak menemukan judul yang lebih tepat selain apa yang
tertulis di atas. Yaps, gue mengikuti dan sangat menikmati euforia pesta olah raga
terbesar di Asia ini. Walaupun nggak berkesempatan nonton satu pertandingan pun
secara langsung, atau nonton ke-epic-an opening ceremony-nya itu, atau closing ceremony yang Insya
Allah akan diselenggarakan besok malam, tapi tetap saja gue mengikuti arus
berita dan menonton pertandingannya di TV. Gue download aplikasi Asian Games di handphone supaya bisa update
berita dan perolehan medali, gue nonton berita-berita soal atlet Indonesia di Youtube, and most of all
gue ikhlas traffic di Jakarta jadi
harus Ganjil-Genap 15 jam sehari, 7 hari seminggu.
Gue perhatikan selama 15 hari ini, atlet beneran jadi bintang
di negeri ini, dan menariknya nggak cuma atlet badminton yang relatif sudah sering merasakan spot light, tapi atlet panjat tebing, pencak silat, sepak takraw, dan olah raga yang
nggak populer-populer amat di Indonesia pun bernasib sama. Mereka jadi bahan
berita, menjadi sorotan, lebih dikenal, dan banyak diidolakan, which is good. Karena menurut gue mengidolakan
atlet tuh lebih konstruktif dibanding mengidolakan bintang sinetron, hehehe.
Menariknya lagi, event besar ini
membuat gue pribadi (dan cukup yakin berlaku juga untuk masyarakat pada
umumnya) jadi lebih sering menonton pertandingan olah raga, padahal sebelumnya
nggak peduli-peduli amat, kecuali badminton dan piala dunia (yang nggak ada
Indonesia juga). Knowledge tentang
olah raganya jadi nambah juga. Jadi tahu ‘hooo sepak takraw tuh mainnya begini’,
‘hooo lari estafet tuh aturannya begini’, dan ‘hooo’ yang lainnya. Termasuk
juga memunculkan beberapa kekaguman kayak “itu gimana caranya panjat tebing
bisa secepet itu” atau “gile ya China bisa jago di semua cabang olah raga”,
atau kekaguman yang lebih sampah seperti “itu atlet renang badangnya bisa
kotak-kotak semua yaaa”. Ah ya, dan ada
juga satu pertanyaan tak terjawab sampai saat ini “kenapa sih pemain voli tuh dikit-dikit tos mulu,
mau bola masuk atau nggak masuk, pastiii tos”.
Walaupun knowledge bertambah, sayangnya
sih event ini belum berhasil menginspirasi
gue untuk rajin berolah raga, hahaha. Sempet tuh udah pengen banget nyemplung
kolam renang gara-gara lihat pertandingan nomor renang, tapi apa daya
setiap weekend pagi itu aku lemah
ingin bobo lebih lama, hihihi.
Masih dalam rangka euforia Asian Games, gue kepiran bahwa dalam
konteks nasionalisme dan bela negara, selain tentara, atlet tuh profesi yang konkret
banget sih kontribusinya ke negara. Musuhnya jelas (lawan tanding), perangnya
jelas (adu skill dalam olah raga), yang dibela juga jelas banget (negerinya
sendiri). Jadi kalau berhasil dapetin medali tuh kayaknya bisa (walaupun tidak
boleh) sombong untuk bilang “Gue udah kasih sesuatu untuk Indonesia.” Karena
tujuannya juga jelas banget, yaitu untuk menang dan mengibarkan bendera Indonesia di
tiang tertinggi, maka usaha dan pengorbanan yang mereka lakukan juga rasanya worth every second deh. Terlepas
dari soal penghargaan dan urusan kesejahteraan, profesi ini menjadi sangat menarik. Semoga makin banyak yang terinspirasi jadi atlet, ya kalau gue
sih udah nggak mungkin, lari 6 keliling SARAGA aja dulu gue mau tewas. Mungkin
anak gue nanti jadi atlet. Ibu dukung nak, apalagi kalau kamu bisa dapet bonus
1,5 M kayak sekarang, dadakan milyuner deh keluarga kita. #materialmom #halu.
Pertandingan Asian Games juga sempat membuat gue
berkontemplasi (coz overthinking is my middle name, hihihi). Di suatu
pertandingan yang gue tonton di TV, gue sempet kepikiran, kayaknya kalau ada negeri ini mau bersatu, kita tuh butuh common enemy deh untuk menyatukan. Kelihatan banget kan kalau ada
pertandingan olah raga Indonesia melawan asing, semua orang Indonesia akan kompak
membela, berteriak dan berdoa untuk kemenangan Indonesia. Nggak ada yang peduli
tuh dengan perbedaan-perbedaan, yang dipedulikan hanya mengalahkan musuh. Jadi
kayaknya tuh kita butuh musuh untuk bisa kita lawan bareng-bareng, baru deh
kita bisa bersatu. Tapi terus gue merasa pikiran gue agak terlalu radikal. Lalu
entah inspirasi darimana (bisa jadi hidayah dari Tuhan), setelah gue pikirin
lagi kayaknya solusi persatuan itu bukan keberadaan common enemy nya. Ya kali masa negeri ini harus dijajah asing dulu
baru beneran bisa bersatu untuk melawan penjajah. Yang penting itu punya satu tujuan
yang sama, common goal. Adanya common
goal sebagai landasan persatuan menurut gue solusi yang lebih bertanggung
jawab dibandingkan berharap ada common
enemy yang mempersatukan, karena common
goal lahirnya yang dari kesadaran diri kita sendiri. Nah, supaya kuat
ikatannya dan berkelanjutan, common goal
itu nggak bisa sesuatu yang biasa-biasa aja, harus sesuatu yang paling tinggi, paling penting dan berdampak paling positif. Sesuatu yang butuh seumur hidup untuk mengusahakannya, supaya
bersatunya juga nggak sehari dua hari doang tapi selama-lamanya. Pertanyaannya
sekarang, apa sih common goal yang
sebesar itu? emang ada? hehehe dalam hati kayaknya gue tahu apa jawabannya
(tapi terus nggak mau ditulis disini :p)
Hmmm apalagi ya yang menarik dari Asian Games? Kalau
soal dua tokoh politik yang berpelukan dipersatukan oleh gold medalist pencak silat, gue males ngebalesnya karena udah
dibahas dimana-mana. Oh fakta menarik lagi yang gue tangkap dari event ini adalah
yaampuun atletnya muda-muda banget yaaa sekarang. Gue bangga sekali dengan
adek-adek gemes berprestasi iniiii. Dan yang tidak kalah menariknya, kalau dulu
gue kok jarang ngeliat atlet good looking
kecuali pemain sepak bola, sekarang kok atlet Indonesia yang good looking bertaburan di mana-mana.
Hahaha, monmaap paragraf yang ini agak sampah sedikit :D.
Satu hal lagi yang membuat gue begitu menikmati euforia
Asian Games ini, yaitu waktu yang dihabiskan bersama Papa dan Mama untuk
nonton pertandingan bersama. Soalnya jarang-jarang nih ada acara TV yang bisa
kita nikmati bertiga karena yaa masing-masing punya preferensi sendiri,
termasuk preferensi untuk nggak nonton TV, hihihi. Belum lagi obrolan-obrolan saat menikmati pertandingannya. Ah
priceless. Thank you so much Asian Games!
Terakhir, kali ini mau sok-sokan jadi pengamat. Indonesia
butuh banget-nget-nget fokus dan total pada pembinaan olah raga olimpiade yang
banyak nomornya, kayak atletik, gimnastik dan renang. Supaya kita bisa dapet
lebih banyak medali lagiiii. Coba deh bandingin sepak bola sama nomor lari 100
m. Sepak bola butuh sangat banyak resources
untuk dapat 1 medali emas, sementara lari, less resources for same result.
Efficient. Ya gue yakin sih fakta ini sudah disadari banyak orang sedari lama,
tulisan ini hanya ingin menggaris bawahi lagi bahwa penting banget untuk Indonesia
jago di nomor renang dan atletik.
Alhamdulillah Asian Games 2018 di Indonesia bisa dibilang
sukses. Sejauh ini belum denger ada major
problem yang bikin malu negara. Dibalik kesuksesan ini pastiiii ada
orang-orang yang pusing dan khawatir, ada mereka yang setia berdoa, ada juga mereka yang sempat ribut dan
bertengkar, ada pun yang ingin segera menyudahi event ini karena lelah. Untuk
mereka semua, semoga lelahmu menjadi berkah dari Allah. Ammiinn.
Oke deh, udah dulu ya. Tulisan yang cukup panjang dari gue yang sudah lama nggak blogging, hehe.
Stay positive yaaa!
Salam,
Venessa Allia
1 comments:
Kece badai, beberapa sepikiran ama ino tulisan hahahaha
Thankyou btw... Kayaknya komen jado anon enak juga wkwkwk
Posting Komentar