Waktu gue menulis ini, gue sedang ada di sebuah tempat
bernama EKOLOGI DESK & COFFEE yang berlokasi di.. Yogyakarta. Seminggu yang lalu
gue tidak membayangkan akan ada di Jogja hari ini, tapi ya begitulah, sejak
tadi malam gue sudah landing di Jogja. Somehow, pekerjaan gue sekarang cukup membuat
gue berpikir “Bagaimana gue menjalani pekerjaan ini saat punya anak nanti?”.
Haha, maklum cewek kan mikirnya suka 10-20 langkah di depan (cewek itu
maksudnya gue dan Hawa Firdausi, nggak tau sih cewek-cewek lain gimana). Banyak
sih working mom di tempat gue, cuma saat ini gue belum yakin bisa jadi seperti
mereka. Ah sudahlah, nggak ada gunanya dipikirin sekarang.
Pertanyaan lain, dari 32 km2 luas Kota Yogyakarta (gue
serius googling untuk dapat angka ini), kenapa bisa pilih kafe ini? Jadi
ceritanya dari tadi siang gue udah niat malam hari mau ke Kopi Klinik, tempat
syuting AADC2. Gue rada obsessed sama tempat ini soalnya scene Cinta sama
Rangga di tempat ini semacam scene favorit gue di AADC2 (penting kaan). Dari hotel gue
order Grab Car ke sana, dan sampai sana ternyata tempatnya.. tutup. Gue emang
nggak ngecek sih tempatnya tutup jam berapa, udah yakin aja kalau coffee shop
pasti buka sampai tengah malam. Taunya pas googling, Kopi Klinik tutupnya jam 8, gue
sampai sana kayak jam 08.5 gitu. Wooow on time sekali yaa mereka.
Nah, di perjalanan menuju Kopi Klinik, supir Grab Car gue
nyebut kalau di Jogja ada Filosofi Kopi juga. Gue udah tahu juga sih, cuma
nggak inget aja, lagian Filkop ada juga di Bintaro. Cuma ketika tau Kopi
Kliniknya tutup, yang jadi top of mind gue yaaa si FilKop ini (efek baru
disebut sama bapak supir). Yaudah deh gue minta anter ke sana.
Nah ketika mobil sudah berjalan beberapa ratus meter, bapak
supir menyebutkan nama-nama kafe di Jogja, salah satunya yang mencuri perhatian
adalah EKOLOGI. Judul kafenya kan kayak cocok aja gitu sama keilmuan gue
(apa siiih). Terus buru-buru deh gue googling tempatnya, ternyata menarik juga.
Perpaduan Dapur Eyang sama Sejiwa kalau di Bandung. Yaudah tanpa pikir panjang
dan rasa malu gue bilang sama Pak Sopir, “Pak kalau kita ke Ekologi aja bisa
nggak pak?”
Yeah, labil is still my middle name. I am not proud of it
but I know I can’t deny, hahaha
Jadi yaaa begitulah ceritanya kenapa gue ada disini.
Sebenernya tuh tujuan gue nongkrong juga bukan mau nulis receh kayak gini. Gue
niat bawa laptop menuju kafe, niat hati mau nulis yang lebih serius
gitu. Kayak review bukunya Ustad Nouman atau hasil kontemplasi gue habis lihat akun IG sebuah
partai yang gue rasa ada orang semacam Grindelwald di sana. Kalau lo udah
nonton Fantastic Beast yang kedua mungkin mengerti maksud gue apa. Grindelwald adalah manusia
yang sangat pandai bicara, memutihkan yang hitam, membuat delusi kebenaran, dan
provokatif. Manusia kayak gini yang harus banyak-banyak dilawan bukan hanya
pakai akal manusia, tapi juga pakai doa (dan Surat Al-Kahfi, to be précised)
supaya selalu diberikan cahaya petunjuk oleh Tuhan untuk dapat membedakan mana yang benar
dan salah.
Tapi sampai EKOLOGI gue buka laptop dan malah nulis tentang bagaimana
gue sampai di tempat ini, hihihi.
Biar gue ulang statement-nya:
Yeah, labil is still my middle name. I am
not proud of it but I know I can’t deny :p
EKOLOGI DESK & COFFEE ini punya suasana yang emang
nyaman banget sih. Bikin udah duduk lupa berdiri. Tempatnya ramai dengan
dedek-dedek mahasiswa yang kelihatannya sedang mengerjakan tugas. Kelihatannya
loh ya, gue nggak tau juga apa yang mereka lihat di screen laptop mereka. Gue
pesen Mocha Coffee (medium size, harga Rp 33.000) dan Rice Bowl Ekologi
Signature (harga Rp 38.000). Mocha Coffee-nya pas di lidah gue, rice bowl-nya enak
tapi kurang berkesan. Ohiya, tempat ini juga menyediakan co-working space di
lantai dua.
Kesimpulannya, kalau gue jadi orang Jogja, gue rasa gue akan
sering ke tempat ini.
Kalau ada yang nanya, kenapa gue di Jogja tapi malah
nongkrong di kafe, makan rice bowl dan tidak makan gudeg? Jawabannya adalah simply karena gue nggak suka gudeg. Lagian di penghujung periode twenty something ini,
gue sadar bahwa..
gue akan memilih berdasarkan apa yang membuat hati gue
tenang dan apa yang benar menurut standar kebenaran yang gue yakini dan
terbukti benar,
daripada,
memilih berdasarkan apa yang orang bilang.
Oke, cukup dulu ya.
Stay positive.
Salam,
Venessa Allia
0 comments:
Posting Komentar