Ada yang pernah nonton serial “Dunia Tanpa Koma” (DTK) di RCTI
sekitar 10-11 tahun yang lalu?
Serial ini bertemakan dunia jurnalistik, lika-liku wartawan yang meliput berita-berita kriminal, politik dan isu kontroversial
lainnya. Jarang-jarang ada sinetron di Indonesia yang topiknya kayak gini. Udah
gitu pemainnya papan atas semua: Dian Sastro, Tora Sudiro, Fauzi Baadila, Wulan
Guritno, dan banyak lagi. Sutradaranya Maruli Ara lagi. Saya inget banget dulu saya
rutin nonton sinetron ini, bener-bener ngikutin. Sayang sinetronnya cuma tayang
14 episode, dan nggak dilanjutkan lagi. Ide kasus kriminalnya memang tidak
semenarik CSI, masih ada bagian-bagian yang agak janggal aja gitu. Tapi saya tetep suka. Anggap aja itu
sebagai ketidaksempurnaan yang sempurna (apa sih Allia :p)
Nah, beberapa jam terakhir, saya habiskan untuk menonton
beberapa eposide DTK di HOOQ. Nggak nyangka juga sih bisa nonton film ini lagi,
dan ternyata ada di HOOQ. Begitu ngeliat ada DTK, saya langsung klik, pilih
episode paling terakhir, terus lanjut nonton episode lainnya, random klik aja
pilih episode J.
sumber: http://www.wikiwand.com/ms/Dunia_Tanpa_Koma |
Terus apa kaitannya serial DTK dan judul tulisan saya hari
ini? Kaitannya adalah dari semua konflik yang ada di serial tersebut, saya
bukan mau menyoroti dunia wartawan yang katanya tanpa titik, tanpa koma, alias
berjalan terus, atau cara-cara polisi meringkus target yang diceritakan dalam serial ini. Tapi saya
pengen bahas masalah hati yang dialami 2 pemain utama di film ini: Raya (Dian
Sastro), Bram (Fauzi Baadila) dan Bayu (Tora Sudiro). Beneran deh ya, manusia itu mau sepinter,
setangguh, secantik dan setampan apapun, bisa menjadi mendadak bego kalau udah
urusan soal hati.
Hati. Perasaan. Disentuh dikit, bisa bikin meleleh layaknya lelehan adonan kue cubit yang dipanggang setengah mateng. Hati. Perasaan. Disakitin dikit, kelar urusan.
Jadi ceritanya, pemeran utama wanita di sinetron ini bernama
Raya yang diperankan oleh salah satu artis favorit saya: Dian Sastro. Raya
adalah reporter muda, terhitung baru, tapi cerdas, gigih dan sangat passionate dengan
pekerjaannya. Raya ditaksir oleh 2 orang pria, yang pertama adalah Bayu (Tora
Sudiro), atasannya di majalah Target tempat Raya bekerja, dan yang kedua adalah
Bram (Fauzi Baadila), wartawan senior di harian yang jadi kompetitor majalah
Target. Dalam sinetron ini diceritakan Bayu adalah tipe cowok baik, pintar,
kalem, sangat mengayomi, sopan, bertanggung jawab, pokoknya bikin adem deh. Sementara
Bram adalah cowok tampan, seru, womanizer, jago ngomong (he is so damn good), bandel, dengan
reputasi playboy yang melekat. Kasus 2 cowok ngeributin 1 cewek kan biasa
banget ya di dunia layar kaca dan dunia nyata. Menurut kamu Raya bakal pilih
mana?
Menurut gw, kalau berdasarkan logika wanita pada umumnya, harusnya Raya
pilih Bayu nggak sih? Males banget kan punya hubungan sama cowok yang emang sih jago bikin meleleh, tapi obral omongan ke
banyak cewek. Nah tapi dalam sinetron ini diceritakan pada akhirnya Raya lebih
memilih Bram, dan tidak menghiraukan semua peringatan yang sampai ke telinga dia
terkait reputasi Bram yang nggak bisa melekat hanya dengan satu cewek. Alasannya
sederhana, karena Raya ikutin kata hati.
Eh bukannya tadi saya bilang kalau Raya itu cewek pintar ya?
Iyaa tapi seperti yang saya bilang juga sebelumnya, kalau udah urusan hati,
maka siap-siap aja jadi bodoh seketika :p
Soal hati juga yang bikin saya nggak paham sama apa yang ada
di pikiran tipe cowok seperti Bram? Kalau udah sama satu cewek, kenapa masih
tebar jala di hati cewek-cewek lain sih? Yaa mungkin maksudnya bukan mau
sengaja tebar pesona, mungkin cuma mau bersikap baik aja. Tapi kalau kelewat
baik terus hati ceweknya jadi ‘kesetrum’ kan bahayaaa. Dear boys, kalian pernah mikir
kesana nggak ya? Nggak kepikiran atau nggak peduli?
Terus, dalam sinetron ini juga digambarkan bagaimana Bayu yang perasaannya
campur aduk waktu lihat Raya pada akhirnya memilih Bram. Ada dialog antara Bayu
dan Raya dimana Bayu kurang lebih bilang “Saya seneng sih kamu udah berhasil menentukan
pilihan” (ngomongnya teh bari ngarokok, dan mati lurus kedepan, terus selesai
kalimat langsung balik kanan). Ahaha kayaknya saya paham perasaannya :p. Masalah
hati juga yang membuat Bayu merasa tidak bisa berada dekat dengan Raya, saat
Raya sudah memilih Bram (padahal nggak sekantor juga). Hingga akhirnya Bayu
minta ke bos besar untuk di transfer ke biro di Aceh. Tuhkan, sebagaimana yang tadi
saya bilang, urusan hati kalau udah sakit sedikit aja, bisa kelar urusan.
Urusan kerjaan juga ikutan kena efeknya. Masalah hati 1 orang bisa jadi masalah
1 kantor yang kena efek tidak langsungnya. Luar biasa kan?
Ohiya satu lagi problema hati yang sering bikin kesel. Di episode terakhir diceritakan kalau Raya juga labil sama keputusannya. Dia bingung gitu sama perasaannya sendiri. Waktu malem-malem ada moment dia berduaan sama Bayu di kantor, Raya bertanya kepada Bayu "ada nggak satu hal yang bisa bikin kamu nggak pergi?". Terektekdengjes. Itu kan pertanyaan yang udah nggak perlu ditanya. Nggak perlu ditanya bukan hanya karena sudah jelas jawabannya, tapi juga karena buat apa juga ditanyain. Dalam tulisannya kepada Nella, Raya curhat dan bilang kalau dia merasa ada ruang kosong dalam hatinya (lagi-lagi hati) saat Bayu memilih menjauh. Tapi saat kesempatannya ada, dia pun nggak bisa bilang apa-apa. Itulah hati, masalah sederhana jadi tidak sederhana. Ternyata labil itu bukan middle name milik saya sendiri. Karena labil adalah middle name semua wanita di dunia, hahaha (#nyaritemen)
Sebenernya apa sih tujuan saya
nulis begini? Saya panjang-panjang cerita pada akhirnya cuma mau bilang, hati-hati sama urusan hati. Pinter-pinter
jaga hati, baik hati sendiri sama hati orang lain. Dan banyak-banyak berdoa
minta tolong sama Sang Pemilik Hati supaya hati ini dibiarkan hidup dalam
petunjuk-Nya. Jangan sampai jatuh ditempat yang salah. Jangan juga sampai
nyakitin hati orang lain J
Kata Aa Gym juga kan jagalah hati, jadi jangan sampai mati
deh tuh hati. Manusia kan dikasih
sama Tuhan 2 perangkat penting: hati dan logika. Jadi seharunya digunakan
bersamaan secara seimbang dong ya.
Ngomong-ngomong soal hati, hati saya apa kabar ya? If you
talk about liver, hati saya Alhamdulillah masih aktif menjadi penawar racun yang masuk melalui berbagai jalur yang menghubungkan tubuh saya dengan lingkungan yang semakin tercemar.
Tapi kalau kamu bertanya soal hati dalam konteks yang lainnya, maka jawabannya hati saya sedang
mengambang, menunggu jatuh di tempat yang tepat, setelah lelah melaju naik
turun dalam roller coaster kisah klasik (duuuh apaa sih Alliaaa) :p
Udahan ah. Mau lanjut nonton DTK satu episode lagi. Habis
ini garap tesis deh (should I say Amiin? :p)
Stay positive yaa.
Salam,
Venessa Allia
0 comments:
Posting Komentar