Minggu, 26 Maret 2017

Hati

Ada yang pernah nonton serial “Dunia Tanpa Koma” (DTK) di RCTI sekitar 10-11 tahun yang lalu?
Serial ini bertemakan dunia jurnalistik, lika-liku wartawan yang meliput berita-berita kriminal, politik dan isu kontroversial lainnya. Jarang-jarang ada sinetron di Indonesia yang topiknya kayak gini. Udah gitu pemainnya papan atas semua: Dian Sastro, Tora Sudiro, Fauzi Baadila, Wulan Guritno, dan banyak lagi. Sutradaranya Maruli Ara lagi. Saya inget banget dulu saya rutin nonton sinetron ini, bener-bener ngikutin. Sayang sinetronnya cuma tayang 14 episode, dan nggak dilanjutkan lagi. Ide kasus kriminalnya memang tidak semenarik CSI, masih ada bagian-bagian yang agak janggal aja gitu. Tapi saya tetep suka. Anggap aja itu sebagai ketidaksempurnaan yang sempurna (apa sih Allia :p)

Nah, beberapa jam terakhir, saya habiskan untuk menonton beberapa eposide DTK di HOOQ. Nggak nyangka juga sih bisa nonton film ini lagi, dan ternyata ada di HOOQ. Begitu ngeliat ada DTK, saya langsung klik, pilih episode paling terakhir, terus lanjut nonton episode lainnya, random klik aja pilih episode J.

sumber: http://www.wikiwand.com/ms/Dunia_Tanpa_Koma

Terus apa kaitannya serial DTK dan judul tulisan saya hari ini? Kaitannya adalah dari semua konflik yang ada di serial tersebut, saya bukan mau menyoroti dunia wartawan yang katanya tanpa titik, tanpa koma, alias berjalan terus, atau cara-cara polisi meringkus target yang diceritakan dalam serial ini. Tapi saya pengen bahas masalah hati yang dialami 2 pemain utama di film ini: Raya (Dian Sastro), Bram (Fauzi Baadila) dan Bayu (Tora Sudiro). Beneran deh ya, manusia itu mau sepinter, setangguh, secantik dan setampan apapun, bisa menjadi mendadak bego kalau udah urusan soal hati.

Hati. Perasaan. Disentuh dikit, bisa bikin meleleh layaknya lelehan adonan kue cubit yang dipanggang setengah mateng.   Hati. Perasaan. Disakitin dikit, kelar urusan.

Jadi ceritanya, pemeran utama wanita di sinetron ini bernama Raya yang diperankan oleh salah satu artis favorit saya: Dian Sastro. Raya adalah reporter muda, terhitung baru, tapi cerdas, gigih dan sangat passionate dengan pekerjaannya. Raya ditaksir oleh 2 orang pria, yang pertama adalah Bayu (Tora Sudiro), atasannya di majalah Target tempat Raya bekerja, dan yang kedua adalah Bram (Fauzi Baadila), wartawan senior di harian yang jadi kompetitor majalah Target. Dalam sinetron ini diceritakan Bayu adalah tipe cowok baik, pintar, kalem, sangat mengayomi, sopan, bertanggung jawab, pokoknya bikin adem deh. Sementara Bram adalah cowok tampan, seru, womanizer, jago ngomong (he is so damn good), bandel, dengan reputasi playboy yang melekat. Kasus 2 cowok ngeributin 1 cewek kan biasa banget ya di dunia layar kaca dan dunia nyata. Menurut kamu Raya bakal pilih mana?
Menurut gw, kalau berdasarkan logika wanita pada umumnya, harusnya Raya pilih Bayu nggak sih? Males banget kan punya hubungan sama cowok yang emang sih jago bikin meleleh, tapi obral omongan ke banyak cewek. Nah tapi dalam sinetron ini diceritakan pada akhirnya Raya lebih memilih Bram, dan tidak menghiraukan semua peringatan yang sampai ke telinga dia terkait reputasi Bram yang nggak bisa melekat hanya dengan satu cewek. Alasannya sederhana, karena Raya ikutin kata hati.

Eh bukannya tadi saya bilang kalau Raya itu cewek pintar ya? Iyaa tapi seperti yang saya bilang juga sebelumnya, kalau udah urusan hati, maka siap-siap aja jadi bodoh seketika :p

Soal hati juga yang bikin saya nggak paham sama apa yang ada di pikiran tipe cowok seperti Bram? Kalau udah sama satu cewek, kenapa masih tebar jala di hati cewek-cewek lain sih? Yaa mungkin maksudnya bukan mau sengaja tebar pesona, mungkin cuma mau bersikap baik aja. Tapi kalau kelewat baik terus hati ceweknya jadi ‘kesetrum’ kan bahayaaa. Dear boys, kalian pernah mikir kesana nggak ya? Nggak kepikiran atau nggak peduli?

Terus, dalam sinetron ini juga digambarkan bagaimana Bayu yang perasaannya campur aduk waktu lihat Raya pada akhirnya memilih Bram. Ada dialog antara Bayu dan Raya dimana Bayu kurang lebih bilang “Saya seneng sih kamu udah berhasil menentukan pilihan” (ngomongnya teh bari ngarokok, dan mati lurus kedepan, terus selesai kalimat langsung balik kanan). Ahaha kayaknya saya paham perasaannya :p. Masalah hati juga yang membuat Bayu merasa tidak bisa berada dekat dengan Raya, saat Raya sudah memilih Bram (padahal nggak sekantor juga). Hingga akhirnya Bayu minta ke bos besar untuk di transfer ke biro di Aceh. Tuhkan, sebagaimana yang tadi saya bilang, urusan hati kalau udah sakit sedikit aja, bisa kelar urusan. Urusan kerjaan juga ikutan kena efeknya. Masalah hati 1 orang bisa jadi masalah 1 kantor yang kena efek tidak langsungnya. Luar biasa kan?

Ohiya satu lagi problema hati yang sering bikin kesel. Di episode terakhir diceritakan kalau Raya juga labil sama keputusannya. Dia bingung gitu sama perasaannya sendiri. Waktu malem-malem ada moment dia berduaan sama Bayu di kantor, Raya bertanya kepada Bayu "ada nggak satu hal yang bisa bikin kamu nggak pergi?". Terektekdengjes. Itu kan pertanyaan yang udah nggak perlu ditanya. Nggak perlu ditanya bukan hanya karena sudah jelas jawabannya, tapi juga karena buat apa juga ditanyain. Dalam tulisannya kepada Nella, Raya curhat dan bilang kalau dia merasa ada ruang kosong dalam hatinya (lagi-lagi hati) saat Bayu memilih menjauh. Tapi saat kesempatannya ada, dia pun nggak bisa bilang apa-apa. Itulah hati, masalah sederhana jadi tidak sederhana. Ternyata labil itu bukan middle name milik saya sendiri. Karena labil adalah middle name semua wanita di dunia, hahaha (#nyaritemen) 

Sebenernya apa sih tujuan saya nulis begini? Saya panjang-panjang cerita pada akhirnya cuma mau bilang, hati-hati sama urusan hati. Pinter-pinter jaga hati, baik hati sendiri sama hati orang lain. Dan banyak-banyak berdoa minta tolong sama Sang Pemilik Hati supaya hati ini dibiarkan hidup dalam petunjuk-Nya. Jangan sampai jatuh ditempat yang salah. Jangan juga sampai nyakitin hati orang lain J

Kata Aa Gym juga kan jagalah hati, jadi jangan sampai mati deh tuh hati. Manusia kan dikasih sama Tuhan 2 perangkat penting: hati dan logika. Jadi seharunya digunakan bersamaan secara seimbang dong ya.

Ngomong-ngomong soal hati, hati saya apa kabar ya? If you talk about liver, hati saya Alhamdulillah masih aktif menjadi penawar racun yang masuk melalui berbagai jalur yang menghubungkan tubuh saya dengan lingkungan yang semakin tercemar. Tapi kalau kamu bertanya soal hati dalam konteks yang lainnya, maka jawabannya hati saya sedang mengambang, menunggu jatuh di tempat yang tepat, setelah lelah melaju naik turun dalam roller coaster kisah klasik (duuuh apaa sih Alliaaa) :p

Udahan ah. Mau lanjut nonton DTK satu episode lagi. Habis ini garap tesis deh (should I say Amiin? :p)

Stay positive yaa.

Salam,

Venessa Allia

0 comments: