Kamis, 16 September 2010

waiting

Hay Venus,
Aku mau cerita. Barusan temenku bilang:
waiting is my middle name


Akh! Itu dia Venus! Kalimat sakti! Sederhana tapi bisa menjelaskan semuanya.

Kalau ada yang nanya: Kamu nunggu apa? siapa? sampe kapan?

Aku akan jawab: Aku menunggu yang paling baik, apapun dan siapapun yang Dia berikan, sampai batas waktu tertentu yang dia tentukan

Yeah.. itu kan jawaban abstrak paling aman sedunia

Senin, 13 September 2010

Rahasia para Womanizer

Hahahaha.. belum apa-apa gw pengen ketawa duluan. Tulisan ini gw peruntukan bagi Anda, pria-pria yang merasa tidak punya cukup daya tarik (secara fisik) untuk menggaet bintang-bintang kampus, sekolah, kantor atau siapapun yang Anda suka.
Terinspirasi setelah nonton Apa Kabar Indonesia Malam yang menghadirkan penulis muda 25 tahun, kocak, berkacamata dan bukunya kondang dimana-mana, gw jadi tertarik untuk membahas rahasia para pria womanizer. Soalnya penulis yang namanya sebaiknya tidak disebut ini, (bagi gw) juga tergolong seorang womanizer. Sebenarnya gw ga tau apa-apa juga sih tentang ini. Ga punya pengalaman aneh-aneh juga sama cowok tipe begini, tapi berdasarkan hobi gw yang doyan mengamati orang-orang, gw jadi punya beberapa kesimpulan tentang rahasia yang dimiliki para womanizer. Kenapa dengan muka pas-pasan mereka bisa mendapatkan begitu banyak cewek cantik? Rahasianya adalah
1. The way you talk
Ini penting. Cara lw bicara adalah daya tarik lw. Kalo muka tampan dan suara merdu itu gift dari Tuhan. Tapi kalau cara bicara, itu menunjukan diri lw sebenarnya dan itu bisa dipelajari. Cara bicara juga menunjukan seberapa supel dan smart nya lw. Dan banyak sekali kasus yang membuktikan bahwa para wanita lebih menyukai pria smart dan supel daripada pria ganteng. Kalau lw bisa bicara dengan enak dan bisa membuat lawan bicara lw nyaman, itu udah jadi “senjata” lw yang ampuh banget buat jadi womanizer.

2. How you treat a women
Ini juga penting. Pria harus dapat bersikap secara bijaksana terhadap wanita. Kami (wanita) perlu dimanjakan, tapi kami tidak butuh pemanjaan berlebihan yang membuat kami menjadi lemah dan tidak mandiri. Kami juga ingin kebebasan, tapi kami pun perlu dikendalikan supaya kamu tidak serta-merta mengikuti jiwa konsumtif kami. Kami juga bisa mandiri, tapi kami pun ingin diperhatikan dan dikhawatirkan. Anda bingung? Saya saja sebagai wanita bingung dengan diri saya sendiri. Saya jadi ingat tulisan di sebuah kaos yang dijual di salah satu supermall: “Jangan bertanya apa maunya cewek, karena mereka sendiri tidak tau apa yang mereka mau, cukup pahami saja mereka”

3. Humor
Semua orang butuh ketawa. Di masa seperti sekarang, tertawa sudah menjadi kebutuhan primer. Maka kalau lw merasa sebagai seorang pria lucu yang mudah membuat orang-orang (specially woman) tertawa, maka berbanggalah dan bersyukurlah, karena itu adalah potensi yang besar. Tapi hati-hati dalam megeluarkan humor. Terkadang sesuatu yang menurut lw lucu, bagi orang lain itu bisa sangat garing. Perluas pergaulan. Semakin banyak hal yang Anda tahu, semakin smart Anda, maka otomatis selera humor Anda akan lebih tinggi. Satu hal lagi, cewek gak suka humor-humor yang jorok atau menyinggung fisik secara berlebihan.

4. Be honest. Be your self
Pada akhirnya, senjata para womanizer adalah kepribadian mereka sendiri. Jujur dan apa adanya. Siapapun pasti tidak suka kebohongan dan kepura-puraan . Pasti bosan dengan kata-kata “Menjadi diri sendiri”. Maka akan gw ganti kalimat itu menjadi “Jangan menipu orang lain, apalagi diri sendiri, karena itu jangan menjadi orang lain, tapi jadilah diri sendiri”. Haha balik ke kalimat itu lagi.


Kajian diatas ga ada sumber literatur ilmiahnya. Itu hanya hasil pengamatan gw aja. Siapapun bisa setuju atau tidak setuju sama sekali. Gw menerima pendapat apapun tentang tulisan ini, asal tidak ada unsur pemaksaan didalamnya. Sorry buat para cowok kalo ternyata saya terlalu sok tahu dan awam. Tapi terkadang orang awam pun bisa melihat sesuatu yang tidak teramati dengan sangat jelas.



Salam Mahasiswa! (apa siiiii)

Tribute to Abak

Moment Idul Fitri memang waktu yang paling tepat untuk bicara tentang keluarga. Inilah waktu dimana suatu keluarga besar bisa berkumpul bersama, mempererat silaturahmi, saling bertanya kabar dan menyampaikan berita. Seperti dua tahun sebelumnya, Idul Fitri tahun ini aku rayakan di Padang, kampung halaman kedua orang tuaku. Sesampainya di Padang, semua nampak sama. Kota ini memang agak lambat perkembangannya. Yah ada sih perbedaan kecil, seperti sekarang di Padang sudah ada J.Co dan Bread Talk, tapi selebihnya sama. Perbedaan terasa sesampainya aku di rumah orang tua Papa di Purus (nama suatu jalan di kota Padang). Aku menemukan satu perbedaan besar: Abak.
Abak adalah kakekku. Beliau ayah dari ayahku. Melihat dirinya seperti melihat papa atau melihat om-omku yang lain. Secara definisi, Abak sebenarnya berarti ayah dalam bahasa Minang. Seharusnya kami (saya dan saudara-saudara sepupu) sabagsi generasi ketiga memanggil beliau dengan sebutan kakek. Tapi kami mengikuti para orang tua kami dengan memanggil beliau Abak. Abak hobi membaca. Persis seperti papa. Sudah lama Abak terserang stroke. Sejak tahun kemarin bicaranya menjadi sulit dimengerti. Aku sering sedih apabila Abak mengajakku bicara tapi aku tak mampu memahaminya. Tahun ini kesedihanku bertambah lagi melihat Abak menjadi sangat kurus. Jauh lebih kurus dari terakhir kali aku bertemu beliau. Tahun lalu, saat terakhir aku bertemu Abak, beliau memang sudah stroke, tapi badannya masih berisi. Aku masih melihatnya sebagai orang tua yang sehat. Tapi tahun ini berbeda sekali. Satu tahun telah membuat daging di tubuh Abak habis. Abak sempat kanker prostat. Aku tidak tahu kurusnya Abak disebabkan kankernya atau karena hal lain. Mama bilang itu namanya penyakit hari tua.
Sebagai seorang cucu, aku mungkin bukan cucu berbakti. Tapi aku menyayangi keluargaku. Aku sayang Abak. Aku kagum pada beliau. Beliaulah yang mendidik papa dan papalah yang mendidikku. Papa bisa sukses karena Abak mengajarkannya cara-cara untuk sukses. Kesuksesan dan kesehatan Abak nampaknya memang harus takluk pada usia. Usia yang melemahkan sistem imun tubuh, sehingga penyakit mudah sekali datang. Yah, apapun penyakit yang Allah berikan pada Abak, aku ingin Abak tetap semangat untuk terus mempertahankan hidupnya. Sempat terpikir olehku, mengapa kita yang sudah pasti mati, harus berkorban sedemikian rupa untuk menyembuhkan penyakit yang kita terima, apalagi jika kita sudah tua. Tapi ternyata itu logika yang salah. Aku yakin kita tidak bisa sekedar pasrah pada Tuhan yang memberikan kita penyakit. Berapa pun usia kita, seberapa pun parahnya penyakit yang kita alami, semangat melanjutkan hidup adalah sebuah kewajiban setiap insan bernyawa.
Untuk Abak: Allia ingin Abak tetap samangat. Walaupun Abak sangat kurus dan Allia sering sulit mengerti perkataan Abak, tapi Allia ingin Abak tetap ada. Allia ingin Abak melihat Allia sebagai seorang sarjana. Allia ingin Abak bisa melihat fase-fase kehidupan Allia selanjutnya. Allia ingin Abak sehat. Allia ingin Abak bahagia.

Untuk semua kakek di dunia: Terimakasih telah mendidik ayah-ayah kami menjadi ayah-ayah yang hebat. Terimakasih untuk menjadi kakek yang begitu hebat! Terimakasih! Terimakasih! Terimakasih!

Rabu, 01 September 2010

Semester 7

Hi Venus! Dari kemarin rasanya gw terlalu sering menulis hal-hal yang serius. Maaf ya,kemarin-kemarin lagi sering bete sama keadaan dan diri sendiri. Dan blogging adalah salah satu solusi terbaik buat gw untuk menghilangkan perasaan tidak enak. Saat ini emosi sedang sangat baik. Jadi ingin cerita-cerita hal yang lebih ringan. Ga tau kenapa tiba-tiba kepengen cerita tentang kuliah.

Alhamdulillah, gw sudah 1 bulan berada di semester 7. Kalau diinget-inget jatuh bangun kuliah di Institut Tekanan Batin selama 7 semester ke belakang, rasanya sedih juga. Udah tingkat 4 lagi euy, perasaan baru kemarin mulai TPB. Banyak perbedaan di semester ini. Banyak rutinitas yang hilang dan bikin kangen. Di kampus banyak orang baru juga (a.k.a angkatan 2010 yang notabene usianya 3 tahun dibawah gw, berarti dia masuk SMA, gw udah jadi mahasiswa, tua kali awak!)

Semester 7 berarti:
- Memulai tugas akhir. Ini yang dari kemarin bikin gw deg-degan terus. Kalau di jurusan gw sistem TA nya itu, kita memilih 2 dari sejumlah topik yang dikasih sama prodi atau boleh mengusulkan topik sendiri. Dan karena keterbatasan jumlah pembimbing, bisa aja kita dapat topik TA yang tidak kita pilih, dan itu sangat sangat gw takuti. Yaah yang bener aja, masa harus ngerjain tugas akhir dengan topik yang gw ga suka. Topik pilihan 1 gw yaitu MIC (Microbial Influenced Corrosion). Apakah itu? nanti gw jelasin kalo gw bener-bener bisa TA ini. Dari kemarin gw berdoa "Ya Allah kalo ini baik tolong di dekatkan, kalo in buruk tolong dijauhkan dan ganti dengan yang lebih baik. Amin"


- 2007 adalah SWASTA. SWASTA adalah singkatan dari Mahasiswa Sedang TA alias sebutan untuk para mahasiswa-mahasiswa senior di ITB. Hehehe bukannya mau sok-sokan senioritas si, cuma memang ini kenyataannya ;). Mau tau gimana rasanya? Pokoknya jadi swasta berasa yang paling tau ITB deh, padahal ga gitu juga.

- Kuliah sudah jauh lebih longgar. Bahkan sekarang jadwal kuliah gw menyerupai anak SD kelas 3, masuk pagi pulang siang. Beda banget sama tingkat 1 dan 2 yang hampir selalu pergi pagi pulah sore (atau malam). Semester ini gw cuma ngambil 20 sks dan sks gw dikit lagi udah mau habis. Dampak dari kuliah yang tinggal sedikit dan rata-rata tinggal mata kuliah pilihan doang adalah gw jadi jarang ketemu anak-anak mikro 2007 lainnya. AHH KANGEN KALIAN GUYS!

- Byebye Praktikum. Praktikum sudah berakhir. Udah ga ada lagi 5 jam bahkan lebih di Lab pake jas lab. Praktikum yang dulu bisa seminggu 4 kali sekarang tidak ada sama sekali. Seneng? Jelas iya, karena waktu gw jadi longgar banget rasanya, dan ga ada praktikum berarti gw terbebas dari kejaran jurnal dan laporan setiap minggu. Tapi ya namanya juga rutinitas, ketika rutinitas itu dihentikan, maka kerasa banget ada yang hilang. Ada yang hilang. Ada yang hilang dan hanya bisa dikenang. Yah tapi walaupun rasanya "ada yang hilang", gw ga mau degh disuruh ngulang praktikum lagi. CAPE!

- Seharusnya sebentar lagi gw lulus. Kalau mau lulus tepat waktu berarti gw harus lulus 8 semester. Itu artinya tinggal 2 semester lagi. Dua semester lagi dan gw akan di lepas ke tengah masyarakat dan kehidupan yang buas. Berhenti menjadi mehasiswa memang tidak berarti berhenti belajar, tapi toleransi kita dalam berbuat kesalahan pasti sudah jauh berkurang. Bahkan sampai saat ini gw masih bertanya, sudahkah gw siap?


Semester 7 punya banyak arti. Ada banyak hal yang harus gw ikhlaskan menghilang. Tapi sebentar lagi pasti ada banyak rutinitas-rutinitas baru. Sebentar lagi Tugas Akhir. Bismillah. Semoga sisa 2 semester di kampus ini, bisa benar-benar menjadi kenangan yang manis dan saat-saat yang bermanfaat. Amin



sudah lebih dari 6 semester hidup di gedung ini