Selasa, 15 Oktober 2013

Kerumunan Positif: Festival Gerakan Indonesia Mengajar




Coba tonton video diatas.
Kalimat pembukanya saja sudah mengartikan banyak hal.
Tonton video tersebut sampai habis.
Resapi energi dari acara gila ini.

Video tersebut adalah video di kelas orientasi pada Festival Gerakan Indonesia Mengajar (FGIM).
Yess.. another cool movement from Indonesia Mengajar.
Setelah menjadi relawan Kelas Inspirasi, gw ikut gabung di acara ini. Lama-lama gw bisa jadi groupis-nya IM nih, hahaha

Oke sedikit cerita tentang gerakan ini.
Intinya, FGIM mengajak seluruh masyarakat untuk menjadi relawan yang secara sukarela melakukan #kerjabakti dalam membuat media belajar untuk nantinya dikirimkan ke daerah-daerah penempatan Pengajar Muda (PM) dari Sabang sampai Merauke. Ada banyak media belajar yang bisa dibuat, dikemas dalam berbagai wahana kerja yang kreatif sehingga acara ini sangat bisa dijadikan pilihan acara keluarga yang positif. Ada wahana Kotak Cakrawala dimana relawan diajak untuk sortir dan kemas buku-buku untuk dikirimkan. Wahana Surat Semangat dimana relawan diajak menuliskan surat untuk menyemangati adik-adik SD dan bapak ibu guru di daerah sana. Wahana Kemas Sains dimana relawan diajak membuat sains kit untuk kebutuhan belajar adik-adik SD. Wahana Melodi Ceria dimana relawan diajak untuk bernyanyi lagu anak-anak untuk kemudian di rekam dan dikirimkan ke daerah-daerah,  serta masih banyak wahana lainnya. Wahana-wahana tersebut diselenggarakan berdasarkan pengalaman-pengalaman PM selama di daerah sehingga media belajar yang dibuat akan tepat sasaran sesuai kebutuhan siswa dan guru disana. 

Gw punya banyak alasan mengapa gw bilang acara ini keren dan gila. Ini 3 alasan utama:
  •  Acara ini bernyawakan kerjabakti dan sukarela.
Namanya kerja bakti maka kegiatan dilakukan bersama-sama untuk satu tujuan yang sama. Karena dilakukan bersama-sama maka tujuan yang besar bisa menjadi lebih ringan. Makanya untuk satu tujuan yang besar, kerja bakti atau kerja sama atau bahasa jaman sekarangnya kolaborasi harusnya jadi roh dalam setiap aktivitas. Kan katanya era superman udah lewat, sekarang jamannya superteam ):. Demikian pula FGIM membawa semangat sukarela karena kegiatan ini adalah kegiatan para relawan. Kerja sukarela, kerja ikhlas, memberikan semampunya tapi tetap dengan motivasi memberi lebih dari yang diminta. Gw inget kata-kata Pak Hikmat Hardono, Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Mengajar waktu gw pertama kali kumpul fasilitator. Yang gw tangkap beliau bilang bahwa menjadi relawan (relawan apapun dimanapun) berarti mengambil sikap untuk memberi lebih dari yang diminta, karena yang dilakukan lebih dari sekedar warga negara yang bayar pajak.  
2.    
  •   Acara ini diselenggarakan oleh relawan yang menamai pekerjaan mereka sebagai kerja bakti lebih awal.
Mereka adalah orang-orang yang menginspirasi gw secara pribadi. Bayangkan saja sebagian besar dari mereka adalah pekerja, sehingga mereka harus membagi waktu siang hari untuk bekerja dan malam hari (plus weekend) untuk FGIM. Mengingat waktu adalah harta yang sangat mahal harganya, menurut gw tidak semua orang punya kerelaan membagi waktunya sebagaimana relawan-relawan panitia ini bekerja untuk FGIM. Gw cuma ikut jadi relawan panitia di 2 minggu terakhir. Gw merasa kontribusi yang gw lakukan tidak ada apa-apanya. Tapi di 2 minggu terakhir itu gw merasakan semangat yang mungkin orang-orang ini jadikan motivasi, bahwa acara ini memang layak untuk diperjuangkan.

  • Acara ini menghasilkan output yang nyata.
Gw orang yang kurang suka sama hal-hal abstrak. Semakin konkret semakin baik, dan FGIM adalah acara yang sangat konkret. Kita #kerjabakti bikin media belajar yang bisa digunakan anak-anak dan guru-guru SD di daerah-daerah yang sulit diakses, sehingga tidak mudah bagi mereka mendapatkan media belajar yang baik, tidak seperti kondisi di kota besar. Media belajar tersebut  sangat jelas manfaatnya untuk pendidikan, untuk peningkatan kecerdasan. Jika ditilik lebih dalam, media-media tersebut disiapkan oleh masyarakat yang hidup di kota besar. Gw cukup yakin bahwa semua yang hadir adalah manusia produk-produk pendidikan. Kita yang produk pendidikan bekerja sama untuk membuat media yang bermanfaat untuk pendidikan, dengan kata lain secara tidak langsung masyarakat yang terlibat di FGIM memberikan kontribusi tersendiri bagi pendidikan Indonesia. Gw jadi ingat kata-kata Pak Anies Baswedan “mendidik adalah kewajiban setiap orang terdidik” dan FGIM membantu masyarakat untuk lebih peduli pendidikan dengan caranya sendiri.

FGIM adalah satu lagi gerakan yang membuktikan bahwa civil society punya kekuatan yang sangat besar. Kata siapa Indonesia nggak punya masa depan? Selama kerumunan-kerumunan positif ini masih ada maka negeri ini selalu punya harapan yang cerah. Yuk kita jadi bagian dari kerumunan positif, apapun itu. Gw berdoa semoga kerumunan ini semakin besar, semakin besar, semakin besaaaar. Dan semoga kerumunan negatif (contoh: koruptor, tukang teror, penjahat-pejahat) sadar diri dan putar haluan menjadi bagian dari kerumunan positif ini.


Tulisan ini ingin gw tutup dengan kalimat Bung Hatta yang jadi kalimat pembuka di video orientasi FGIM “Hanya ada satu Negara yang pantas menjadi negaraku, ia tumbuh dengan perbuatan, dan perbuatan itu adalah perbuatanku”

Salam,

Venessa Allia

NB: Ohiya, gw sekarang jadi suka banget lagu 30 Seconds To Mars “This Is War” yang jadi soundtrack video orientasi. To the edge of the earth, it is a brave new world!

Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah: Sebuah Resensi



Satu bulan tidak menulis. Baiklah.. ini bukan prestasi yang bisa dibanggakan.
Sore ini adalah waktu sore di hari Idul Adha. Kemarin gw mengambil day off dan hari ini gw libur.
Ditambah hari Minggu maka total gw libur 3 hari. Apa yang gw lakukan selama long weekend ini? Gw menamatkan novel ini:

(maaf ya gambarnya burem, dari tadi mau upload gagal terus, terpaksa di resize)

Judulnya “Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah”
Dan saat ini, gw sedang sangat ingin membahas buku tersebut.

Ini adalah novel Tere Liye pertama yang gw baca. Pernah dengar beberapa kali kalau Tere Liye adalah penulis yang sangat bagus dengan karya-karya yang inspiratif, tapi baru kali ini tergerak untuk membaca bukunya. Berawal dari niatan mau lebih sering baca buku (termasuk novel), gw nanya-nanya ke temen kantor yang suka baca buku dan dia merekomendasikan Tere Liye. Oh dia bukan hanya merekomendasikan, dia juga meminjamkan, syukur-syukur kalau dia juga mau memberikan, hahaha ngelunjak. Anyway, terimakasih Rhea untuk pinjaman bukunya ;)

Bagi gw novel ini..bagus banget!
Novel ini bukan novel baru, keluaran 2012. Tebalnya sekitar 507 halaman. Gw bukan cewek yang hobi membaca, apalagi buku-buku tebal. Beberapa novel bisa gw baca setengah jalan lantas gw bosan, tapi tidak dengan buku ini. Gw baca sampai selesai, bahkan berniat menulis resensinya di blog. Gw menikmati jalan ceritanya hingga jatuh cinta pada tokohnya. Intinya gw suka novel ini. Mungkin sudah banyak orang yang meresensikan novel Tere Liye, tapi belum pernah baca resensi novel Tere Liye yang gw bikin kan? Haha. Gw meresensikan novel ini bukan mau mengajak orang-orang untuk membaca buku ini juga, tapi semata-mata sebagai bentuk rasa suka gw terhadap novel ini. Tapi gw cukup yakin nggak semua orang bisa suka buku ini. Buat beberapa orang, buku ini mungkin membosankan.

 Novel ini  terdiri dari 39 bab (termasuk prolog dan epilog). Cover bukunya biasa aja. Kalau gw jalan-jalan ke toko buku dan melihat buku ini diantara buku-buku lain, rasanya gw tidak akan tergerak untuk memilih buku ini. Jalan cerita novel ini mengalir manis, alurnya cukup dinamis (maju-mundur). Tere Liye bisa banget bikin pembaca larut dalam setiap bab pada bukunya, membuat gw susah berhenti ketika sudah mulai membaca. Romantismenya lugu tapi tidak picisan. Bukunya juga menceritakan banyak hikmah tentang kehidupan. Terlebih lagi ada banyak kata-kata bijak di buku ini. Di setiap bab rasanya ada kalimat yang bisa dikutip jadi quote menarik.

“Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah” bercerita tentang kehidupan Borno yang di novel ini dijuluki sebagai ‘bujang berhati paling lurus sepanjang tepian Kapuas. Dengan setting tanah Borneo, kehidupan sehari-hari Borno memberikan banyak pelajaran bagi pembaca novel. Bagaimana Borno berjuang meniti karirnya memberikan nilai tentang bangkit dan jangan pernah menyerah. Bagaimana Borno memperjuangkan perasaannya memberikan nilai tentang keikhlasan. Borno bersahabat dengan Pak Tua, seorang tua yang bijak karena pengalamannya. Kata-kata bijak Pak Tua, seperti bukan sekedar berbicara kepada Borno, tapi juga seakan-akan menasehati siapa saja yang membaca novel ini.  Nasehat Pak Tua dibawah ini adalah salah satu favorit gw:
   
 “Borno, cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gulai kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kaucueki, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan. “

Nah menurut gw, tidak banyak orang yang bisa melihat bahwa perasaan yang disebut cinta itu sebenarnya sama dengan perasaan-perasaan lainnya, hanya sering dibesar-besarkan. Efek lingkungan sepertinya sering kali membuat manusia mendewakan perasaan ini. Padahal kalau kata Pak Tua “cinta hanya segumpal perasaan dalam hati yang sama dengan rasa suka makan gulai kepala ikan”. Kata-kata bijak Pak Tua ini membuat gw semakin sepakat dengan pendapat bahwa dalam suatu hubungan yang serius, modal cinta saja tidak cukup, harus ada komitmen, harus ada tanggung jawab, harus ada keikhlasan. Karena kalau hanya cinta, lama-lama bisa bosan, sama kayak bosan makan gulai kepala ikan.
Yah, coba waktu dulu gw patah hati gw baca paragraf ini, mungkin proses move on-nya akan berjalan lebih cepat, hahaha.

Gw tidak mau terlalu banyak membocorkan cerita novel ini. Tapi ada satu paragraf lagi yang rasanya wajib gw tulis.

“Langit selalu punya skenario terbaik. Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi hari-hari dengan kesempatan baru. Lanjutkan hidup dengan perasaan riang”

Aaah gw jatuh cinta pada cerita ini.
Pada karya Tere Liye.
Pada Abang Borno yang gw bayangkan sebagai pria lugu yang tampan :)

Selesai baca novel ini, gw cukup yakin untuk baca karya Tere Liye yang lain. Tapi gw tidak segera pergi ke toko buku, gw cukup ambil handphone, dan mengetik “Rheaa pinjem Tere Liye lagi” ahaha.

That’s what friends are for kan? Hihi

Salam,
Venessa Allia