Selasa, 15 Oktober 2013

Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah: Sebuah Resensi



Satu bulan tidak menulis. Baiklah.. ini bukan prestasi yang bisa dibanggakan.
Sore ini adalah waktu sore di hari Idul Adha. Kemarin gw mengambil day off dan hari ini gw libur.
Ditambah hari Minggu maka total gw libur 3 hari. Apa yang gw lakukan selama long weekend ini? Gw menamatkan novel ini:

(maaf ya gambarnya burem, dari tadi mau upload gagal terus, terpaksa di resize)

Judulnya “Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah”
Dan saat ini, gw sedang sangat ingin membahas buku tersebut.

Ini adalah novel Tere Liye pertama yang gw baca. Pernah dengar beberapa kali kalau Tere Liye adalah penulis yang sangat bagus dengan karya-karya yang inspiratif, tapi baru kali ini tergerak untuk membaca bukunya. Berawal dari niatan mau lebih sering baca buku (termasuk novel), gw nanya-nanya ke temen kantor yang suka baca buku dan dia merekomendasikan Tere Liye. Oh dia bukan hanya merekomendasikan, dia juga meminjamkan, syukur-syukur kalau dia juga mau memberikan, hahaha ngelunjak. Anyway, terimakasih Rhea untuk pinjaman bukunya ;)

Bagi gw novel ini..bagus banget!
Novel ini bukan novel baru, keluaran 2012. Tebalnya sekitar 507 halaman. Gw bukan cewek yang hobi membaca, apalagi buku-buku tebal. Beberapa novel bisa gw baca setengah jalan lantas gw bosan, tapi tidak dengan buku ini. Gw baca sampai selesai, bahkan berniat menulis resensinya di blog. Gw menikmati jalan ceritanya hingga jatuh cinta pada tokohnya. Intinya gw suka novel ini. Mungkin sudah banyak orang yang meresensikan novel Tere Liye, tapi belum pernah baca resensi novel Tere Liye yang gw bikin kan? Haha. Gw meresensikan novel ini bukan mau mengajak orang-orang untuk membaca buku ini juga, tapi semata-mata sebagai bentuk rasa suka gw terhadap novel ini. Tapi gw cukup yakin nggak semua orang bisa suka buku ini. Buat beberapa orang, buku ini mungkin membosankan.

 Novel ini  terdiri dari 39 bab (termasuk prolog dan epilog). Cover bukunya biasa aja. Kalau gw jalan-jalan ke toko buku dan melihat buku ini diantara buku-buku lain, rasanya gw tidak akan tergerak untuk memilih buku ini. Jalan cerita novel ini mengalir manis, alurnya cukup dinamis (maju-mundur). Tere Liye bisa banget bikin pembaca larut dalam setiap bab pada bukunya, membuat gw susah berhenti ketika sudah mulai membaca. Romantismenya lugu tapi tidak picisan. Bukunya juga menceritakan banyak hikmah tentang kehidupan. Terlebih lagi ada banyak kata-kata bijak di buku ini. Di setiap bab rasanya ada kalimat yang bisa dikutip jadi quote menarik.

“Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah” bercerita tentang kehidupan Borno yang di novel ini dijuluki sebagai ‘bujang berhati paling lurus sepanjang tepian Kapuas. Dengan setting tanah Borneo, kehidupan sehari-hari Borno memberikan banyak pelajaran bagi pembaca novel. Bagaimana Borno berjuang meniti karirnya memberikan nilai tentang bangkit dan jangan pernah menyerah. Bagaimana Borno memperjuangkan perasaannya memberikan nilai tentang keikhlasan. Borno bersahabat dengan Pak Tua, seorang tua yang bijak karena pengalamannya. Kata-kata bijak Pak Tua, seperti bukan sekedar berbicara kepada Borno, tapi juga seakan-akan menasehati siapa saja yang membaca novel ini.  Nasehat Pak Tua dibawah ini adalah salah satu favorit gw:
   
 “Borno, cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gulai kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kaucueki, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan. “

Nah menurut gw, tidak banyak orang yang bisa melihat bahwa perasaan yang disebut cinta itu sebenarnya sama dengan perasaan-perasaan lainnya, hanya sering dibesar-besarkan. Efek lingkungan sepertinya sering kali membuat manusia mendewakan perasaan ini. Padahal kalau kata Pak Tua “cinta hanya segumpal perasaan dalam hati yang sama dengan rasa suka makan gulai kepala ikan”. Kata-kata bijak Pak Tua ini membuat gw semakin sepakat dengan pendapat bahwa dalam suatu hubungan yang serius, modal cinta saja tidak cukup, harus ada komitmen, harus ada tanggung jawab, harus ada keikhlasan. Karena kalau hanya cinta, lama-lama bisa bosan, sama kayak bosan makan gulai kepala ikan.
Yah, coba waktu dulu gw patah hati gw baca paragraf ini, mungkin proses move on-nya akan berjalan lebih cepat, hahaha.

Gw tidak mau terlalu banyak membocorkan cerita novel ini. Tapi ada satu paragraf lagi yang rasanya wajib gw tulis.

“Langit selalu punya skenario terbaik. Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi hari-hari dengan kesempatan baru. Lanjutkan hidup dengan perasaan riang”

Aaah gw jatuh cinta pada cerita ini.
Pada karya Tere Liye.
Pada Abang Borno yang gw bayangkan sebagai pria lugu yang tampan :)

Selesai baca novel ini, gw cukup yakin untuk baca karya Tere Liye yang lain. Tapi gw tidak segera pergi ke toko buku, gw cukup ambil handphone, dan mengetik “Rheaa pinjem Tere Liye lagi” ahaha.

That’s what friends are for kan? Hihi

Salam,
Venessa Allia

0 comments: