Minggu, 03 Februari 2013

Saya dan Keputusan


Ini entah sudah kejadian berapa kali, tapi rasanya sudah cukup sering terjadi.
Ketika saya memutuskan sesuatu, lalu setelahnya saya berpikir ulang dan menyesal.
Sementara di saat yang sama sudah tidak ada lagi yang bisa saya lakukan.

Setiap hari manusia pasti membuat keputusan dan potensi penyesalan ada di setiap keputusan yang diambil.
Jangan dulu bicara tentang hal-hal yang besar. Keputusan saat menjalankan aktivitas harian pun kadang kala memberikan sebuah dilema yang besar.

Minggu pagi ini, saya terjebak dalam penyesalan kenapa minggu ini gw nggak ke Bandung aja ikutan acara "Run Siaware Run" yang kayaknya bakal seruu banget. Toh rencana tanggal 9 ke Bandung juga gagal. Tapi hari Sabtu kemarin saya memutuskan untuk tidak ke Bandung dengan alasan "sayang ah ke Bandung kalau cuma untuk sehari doang, mahal ongkosnya". Keputusan di hari Sabtu berimbas pada penyesalan di Minggu pagi yang sudah pasti tidak ada gunanya.

Contoh kecil lainnya, seperti:

"Kenapa gw kemarin nggak beli aja ya payung lucunya, itu kan murah banget, kapan lagi gw kesana"
"Kenapa kemarin gw harus beli sushi sih, uangnya kan harusnya bisa dipakai buat yang lain"
"Harusnya kemarin gw jadi fitness"
"Harusnya gw ikut nonton kemarin"
"Duh harusnya hari ini gw nggak kesini"
"Duuuh... kenapa kemarin gw ngomong kayak gitu siiiih"

Dan sebagainya. Dan banyak lagi.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut, dan sedikit merenung mengamati pola yang ada, gw menyadari bahwa:

1. Tidak ada keputusan manusia yang tepat yang berlaku di seluruh waktu.
Maksudnya adalah keputusan yang benar saat ini belum tentu tetap benar di esok hari. Karena itu selalu ada potensi untuk menyesal setelah mengambil keputusan.

2. Karena tidak ada keputusan yang mutlak benar, maka manusia memang ditakdirkan untuk harus selalu siap menghadapi resiko.
Resiko bagaimanapun juga akan selalu ada di belakang setiap keputusan manusia. Resiko besar atau resiko kecil, yang pasti semua mengandung resiko. Masalahnya bukan pada seberapa besar resiko yang ditanggung tapi seberapa siap seorang manusia menanggung segala resiko yang lahir karena keputusannya.

3. Setelah keputusan dibuat, maka yang bisa kita lakukan adalah menjalani akibat dari keputusan tersebut dengan atau tanpa penyesalan.
Permasalahannya adalah penyesalan tidak akan memutar dimensi waktu sehingga kita bisa kembali ke masa lalu dan merubah keputusan terdahulu. Penyesalan hanya bermanfaat jika dijadikan sebagai reminder diri kita untuk tidak mengulangi suatu perbuatan atau dosa yang sama, atau dengan kata lain membuat suatu keputusan yang sama. Pada akhirnya ketika saya menyesali suatu keputusan yang sudah saya buat, saya akan bicara pada diri sendiri bahwa semua sudah terjadi maka mari sebisanya perbaiki kondisi saat ini dan rencanakan yang terbaik untuk hari esok karena tidak pernah ada kemungkinan untuk pergi ke masa lalu.

4. Terakhir, tapi yang paling penting. Yakinilah bahwa keputusan yang paling tepat adalah keputusan Tuhan. Takdir-Nya.
Dengan begitu manusia tidak akan pernah kehilangan harapan. Saya yakin selama masih percaya Tuhan, manusia selalu punya harapan.
Terkait tentang keputusan Tuhan ini, saya jadi ingin cerita sedikit. Jumat kemarin saya baru saja mengetahui bahwa suatu hal baik yang amat sangat saya inginkan di awal tahun ini ternyata tidak ditakdirkan Tuhan untuk menjadi milik saya. Ketika usaha maksimal sudah saya kerahkan, doa dan amalan pun saya terapkan, tapi kenyataannya hal tersebut tidak berhasil menjadi milik saya, pasti saya kecewa. Saya kecewa pada keputusan Tuhan. Tapi pada kondisi seperti ini, sebagai seorang hamba, apa yang bisa saya lakukan selain percaya pada Tuhan. Pada akhirnya setelah kepala saya mulai dingin, saya bilang pada diri saya sendiri "Karena ini takdir Allah, maka percaya aja deh sama Allah".

Demikian pendapat saya tentang hakikat keputusan.
Ada komentar? Feel free to discuss yaa :)

Salam,

Venessa Allia

0 comments: