Langkah-langkah memacu lelahLuka gores tidak terasaButir-butir keringat jatuhMembawa hati ini pun terjatuhPada tanah di timur nusa tenggaraPadar dan RintjaAku jatuh cinta.(Venessa Allia, 2014)
Saya muter otak
bingung gimana caranya mengawali tulisan ini. Buka google cari inspirasi, tapi
nihil.
Hingga akhirnya keluar
juga idenya: Puisi. Puisi yang menggambarkan lelahnya usaha saya dan
kawan-kawan untuk melihat suatu keindahan yang pada akhirnya membuat kita, eh
saya, jatuh cinta padanya. Angin Bogor di luar berhembus kencang, mudah-mudahan
dengan nulis kata “cinta” badan saya jadi lebih hangat (aaaaaa *teriak*).
Oke.. sekian dulu kata-kata
romantisnya, lanjut cerita pakai bahasa manusia biasa lagi ya. Kata orang
romantisme yang kebanyakan hanya akan jadi roman picisan :)
Jam 8 pagi kita udah kumpul di dermaga. Mbak Diah dan Mas Rio
sudah menyiapkan kapal untuk kita bersenang-senang di 2 hari kedepan. Tadinya
saya pikir kita akan menggunakan kapal motor biasa kayak waktu jalan-jalan di
Kepulauan sekitar Derawan atau Karimun
Jawa. Tapi ternyata kapal yang kita gunakan jauh jauh lebih cool. Kapal yang terdiri 4 kamar lengkap
dengan kasur, kamar mandi, bagian atas kapal yang nyaman banget untuk bersantai,
serta awak kapal yang ramah dan ternyata jago banget masak.
Kapal berangkat menuju tujuan pertama, Pulau Rintja, rumah
bagi komodo-komodo galak. Selama perjalanan, kita yang masih on fire di atas kapal ini nggak bisa
lepas dari kamera foto. Matahari cerah, langit dan laut biru, hari itu kita
awali dengan sangat ceria.
Pulau Rintja.
Sampailah kami di
Pulau Rintja. Jangan bayangkan pulau ini sebagai pulau dengan pohon-pohon
rimbun dan kehijauan. Entah sudah berapa lama tempat ini tidak diguyur hujan.
Pulau ini kering, panas dan warnanya kecoklatan. Jalan beberapa puluh meter,
kita disambut oleh gerbang bertuliskan “Welcome To Komodo National Park”,
lengkap dengan patung komodo disebelah kanan dan kirinya. Patung komodonya
keren, yang bikin failed (banget) adalah baliho di deket gerbang tersebut yang kurang
lebih bertuliskan “Komodo bukanlah komedi, apalagi komodo” (lengkap dengan
gambar komodo lagi julurin lidah). Saya rasa ada yang salah dengan selera humor
si pembuat baliho -___-
Model: Venessa, Fafa
dan 2 komodo lagi berdiri. Photografer: Bapaknya Lintang :D
|
Aktivitas kita di Pulau Rintja
ini adalah tracking di habitat alaminya komodo. Jalan yang ditempuh cukup jauh,
tapi tracknya cukup bersahabat untuk traveler manja kayak saya. Di pulau ini
komodo berkeliaran bebas, begitu juga mangsa-mangsa komodo seperti sapi, kerbau
dan rusa. Selama di Pulau Rintja, kita tracking di temani oleh 5 orang Mighty
Morphin Power Rangers alias ranger-ranger penjaga Pulau Rintja. Merekalah yang
setiap harinya hidup berdampingan dengan komodo-komodo ini. Awalnya saya pikir
nggak masuk di akal gimana manusia bisa hidup berdampingan dengan binatang
buas. Tapi ternyata bisa, asal punya ilmunya :)
Sekilas tentang informasi yang saya ingat
tentang komodo berdasarkan penjelasan dari para rangers.
Sebagai top predator, tentunya komodo merupakan
hewan yang sangat cerdas. Hidupnya efisien, nggak mau buang-buang tenaga untuk
mengejar mangsa. Komodo lebih suka melakukan kamuflase, berbaring diam nyaris
tidak bergerak menunggu mangsanya yang
mencari makan atau sekedar lewat mendekat. Kasian ya si calon-calon mangsa
komodo itu. Bayangin deh, di pagi yang cerah seekor rusa menuju padang rumput
mencari makan sambil bersiul-siul cantik (please deh nes, sejak kapan rusa
bersiul), lalu tanpa disadari mereka mendekati komodo yang diam namun siaga.
Dalam hitungan cepat, rusa pun tewas diterkam si komodo jahat. Gigitan komodo
juga mentransfer bakteri-bakteri mematikan yang akan membunuh si mangsa. Selain
kekuatan tubuhnya, kecepatan dan keahlian berenang, komodo juga dilengkapi
Tuhan dengan indra penciuman yang dahsyat, bisa mencium aroma mangsanya hingga
radius 5 km (ibarat gw berdiri di kosan, komodo nyium bau gw di Tajur).
Berdasarkan informasi para rangers ditambah informasi yang saya googling
sendiri, ada 2 fakta ekologi tentang komodo yang bagi saya paling menarik:
- Ukuran komodo bisa besar banget (2-3 meter dengan berat puluhan kg) berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yaitu kecendrungan tubuh hewan-hewan tertentu menjadi raksasa karena tidak ada karnivora lain yang hidup pada pulau tersebut. Kekuatan tubuh komodo ini membuat dia menjadi top predator yang mendominasi ekosistem pulau tersebut, seperti di Pulau Rintja
- Dengan segala kelebihan komodo sebagai top predator, bagaimana alam (dengan izin Tuhan) mengendalikan populasi komodo? Harus ada mekanisme pengendalian atau bisa-bisa jumlah komodo jadi tidak terkendali. Jawabannya adalah ternyata komodo ditakdirkan sebagai kanibal hahaha. Gokil ya! Segala kekuatan komodo itu pada akhirnya akan mereka gunakan untuk membunuh spesiesnya sendiri. Dengan sendirinya jumlah komodo di alam akan terkontrol. Aaaahh ekologi emang dari dulu cabang ilmu biologi yang paling keren.
Mau tau keunikan komodo lainnya,
silahkan tanya lebih detail ke para rangers di Pulau Rintja. Tapi hati-hati,
jangan bertanya sebelum dipersilahkan atau kamu akan diomelin hahaha :p. Selama
tracking kita menjumpai beberapa komodo jantan dan betina (komodo betina
berukuran lebih kecil). Dari jarak tertentu yang diizinkan dan diawasi oleh
para rangers, kita bisa ambil foto bareng komodo. One mission accomplished: foto bareng komodo :)
Selain terkenal sebagai habitat
asli komodo, Pulau Rintja juga memiliki suatu penampakan alam yang cantik,
namanya Bukit Cinta. Namanya nggak berlebihan kok, emang bikin jatuh cinta.
Dari bukit ini kita bisa melihat lautan, pepohonan dan padang rumput
berdekatan. Bener-bener bukan pemandangan yang bisa dilihat di sembarang
tempat.
Selalu merasa keren
di foto ini. Lupa ini siapa yg motoin yaa :)
|
Begitulah
Pulau Rintja dan segala daya tariknya. Puas menginjakan kaki di pulau ini, kami
pun beranjak ke pulau selanjutnya, Pulau Padar namanya.
Pulau
Padar
Pulau
Padar tidak berpenghuni dan tidak berkomodo. Di kelilingi pantai dengan pasir
warna merah muda yang empuk (jangan bayangkan pantai dengan pasir shocking pink
ya karena warna merah mudanya memang soft banget). Berdiri di pulau itu
bukit-bukit yang sulit di daki, setidaknya bagi traveler manja seperti saya. Untuk
mencapai atas bukit, saya nggak mampu sendirian, sehingga saya butuh bantuan dan
uluran tangan, hehe, soalnya jalannya curam. Tapi waktu berhasil sampai di
atas, aduuuh itu rasanya nggak bisa dijelasin deh. Antara seneng, lega, bangga,
capek, keringetan, campur aduk. Pemandangan di atas pun nggak bercanda loh, memanjakan
mata, bikin nahan nafas. Kalau udah sampe atas rasanya nggak pengen buru-buru
turun (ya iyalah naiknya aja udah effort banget). Naiknya udah susah payah,
turunnya juga nggak mungkin se-simple
itu. Ternyata cara paling aman untuk turun adalah dengan serodotan (aduh
serodotan bahasa Indonesianya apa sih, yah pokoknya gitu deh, mudah-mudahan
kebayang). Turun cara serodotan ini menyebabkan kaki saya luka karena
kegores-gores duri. Waktu di Padar sih nggak kerasa, baru sadar waktu sampai
hotel, ternyata di kaki udah banyak luka aja (tiba-tiba merasa jadi traveler keren).
Terimakasih Mas Rio dan Go Pro-nya ;)
|
Pantai inilah yang disebut Pink Beach. Di foto mungkin
nggak terlalu kelihatan, tapi percayalah pasir pantai ini berwarna merah
(bener-bener) muda. Maaf lupa juga ini fotonya siapa yg ambil yaa :)
|
Sebagaimana
puisi saya diatas. Saya jatuh cinta pada keindahan Bukit Pulau Padar dan Bukit Cinta
di Pulau Rintja. Tidak semua orang diberi kesempatan menyaksikan ini. Saya
bersyukur pernah mengalaminya. Kalau hari ini tema perjalanannya ada bukit dan
komodo. Cerita selanjutnya masih akan bicara soal komodo (namanya juga berada
di daerah Taman Nasional Komodo), tapi selanjutnya izinkan saya bercerita
tentang laut Nusa Tenggara juga ya.
#LBJ15 Part 3 cukup sekian. Bersambung ke
#LBJ15 Part 4: Para Penakluk
0 comments:
Posting Komentar